<!-- EDIT BELOW THIS LINE -->
===FestivalDampak dan PerayaanKolonialisasi===
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Portret van de Sultan van Lingga Riouw met zijn gevolg Batavia TMnr 60003185.jpg|thumb|left|Penguasa [[Kesultanan Riau-Lingga]] pada tahun 1867, yang sebagian besar berasal dari keturunan Melayu-Bugis. Kesultanan ini dihapuskan hampir setengah abad kemudian pada tahun 1911 oleh Belanda, setelah adanya gerakan kemerdekaan yang kuat melawan pemerintahan [[Hindia Belanda]].]]
[[File:Majlis Tujuh Likor Pasang Pelita.jpg|thumb|Deretan Pelita ([[lampu minyak]]) dinyalakan selama ''Malam Tujuh Likur'' (malam ke-27 [[Ramadhan]]), di mana lampu minyak secara tradisional digunakan untuk menerangi rumah dan jalanan selama bulan Ramadhan. Terlihat di sini di [[Muar]], Johor, Malaysia.]]
Antara tahun 1511 dan 1984, banyak kerajaan dan kesultanan Melayu jatuh di bawah penjajahan langsung atau menjadi [[protektorat]] berbagai kekuatan asing, dari kekuatan kolonial Eropa seperti [[Portugal|Portugis]], [[Belanda]], dan [[Inggris]], hingga kekuatan regional seperti [[Kesultanan Aceh|Aceh]], [[Siam]], dan [[Jepang]]. Pada tahun 1511, [[Kekaisaran Portugis]] [[Perebutan Melaka (1511)|menaklukkan]] ibu kota [[Kesultanan Malaka]]. Namun, Portugis yang menang tidak mampu memperluas pengaruh politik mereka di luar [[A Famosa|benteng Malaka]]. Sultan tetap memegang kekuasaan atas wilayah-wilayah di luar Malaka dan mendirikan [[Kesultanan Johor]] pada tahun 1528 sebagai penerus Malaka. [[Malaka Portugis]] menghadapi beberapa serangan balasan yang tidak berhasil dari Johor hingga tahun 1614, ketika pasukan gabungan Johor dan [[Kekaisaran Belanda]] berhasil [[Pertempuran Melaka (1641)|mengusir]] Portugis dari semenanjung tersebut. Sesuai dengan perjanjian dengan Johor pada tahun 1606, Belanda kemudian mengambil alih Malaka.{{sfn|Hunter|Roberts|2010|p=345}}
Kebangkitan [[Islam]] pada abad ke-15 berhasil [[etnogenesis|mendefinisikan ulang]] identitas [[Kemelayuan]]. Akibatnya, sebagian besar festival dan perayaan Melayu mulai mengikuti kalender [[Islam]], namun tetap memiliki ciri khas Melayu yang kuat. Perayaan [[Hari Raya]] ([[Idulfitri]] dan [[Iduladha]]) merupakan perayaan terbesar yang dirayakan oleh komunitas Melayu secara luas. Kedua hari raya ini memperingati peristiwa penting dalam ajaran Islam. Idulfitri menandakan kemenangan umat Muslim setelah menjalankan [[puasa dalam Islam|puasa]] dan kesabaran selama bulan [[Ramadhan]], sedangkan Iduladha memperingati pengorbanan yang dilakukan oleh [[Ibrahim]] atas perintah [[Allah]].
Secara historis, kerjaan-kerajaan Melayu di semenanjung memiliki hubungan yang bermusuhan dengan Siam. Kesultanan Malaka sendiri berperang dua kali dengan [[Kerajaan Ayutthaya|Siam]], sementara negara-negara Melayu di utara secara berkala berada di bawah dominasi Siam selama berabad-abad. Pada tahun 1771, [[Kerajaan Thonburi]] di bawah [[dinasti Chakri]] yang baru, menghapuskan [[Kesultanan Pattani]] dan kemudian menganeksasi sebagian besar wilayah [[Kesultanan Kedah]]. Sebelumnya, Siam di bawah [[Kerajaan Ayutthaya]] telah menyerap [[Tambralinga]] dan mengalahkan [[Kesultanan Singgora]] pada abad ke-17.{{sfn|Andaya|Andaya|1984|pp=62–68}}{{sfn|Ganguly|1997|p=204}}
Perayaan ''Raya'' biasanya dimulai dengan acara [[mudik|Balik Kampung]] atau ''Balik Raya'' yang dilakukan beberapa hari sebelum hari besar. Pada Hari Raya, umat Melayu biasanya melaksanakan [[salat id]], mengadakan jamuan besar, serta berkunjung ke rumah teman, kerabat, dan tetangga. Ziarah ke makam orang tercinta yang telah meninggal juga menjadi bagian penting dari perayaan sebagai bentuk penghormatan dan cinta.
[[File:Reman.jpg|thumb|right|Tuan Lebeh (duduk, di tengah), ''Long Raya'' atau ''Raja Muda'' ([[pangeran mahkota]]) dari Kerajaan Reman pada tahun 1899. Kerajaan Reman dibubarkan oleh [[Kerajaan Rattanakosin]] bersamaan dengan berbagai kerajaan Melayu lainnya yang melakukan pemberontakan untuk meraih kemerdekaan pada awal tahun 1902, termasuk [[Kerajaan Pattani]], Saiburi, Nongchik, Yaring, Yala, Legeh, dan Teluban.]]Senja Kekaisaran Brunei yang luas dimulai selama [[Perang Kastilia]] melawan para [[Kekaisaran Spanyol|penakluk]] Spanyol yang tiba di Filipina dari Meksiko. Perang ini mengakibatkan berakhirnya dominasi kekaisaran di kepulauan Filipina yang sekarang. Penurunan ini semakin memuncak pada abad ke-19, ketika Kesultanan kehilangan sebagian besar wilayahnya yang tersisa di [[Kalimantan]] kepada [[Rajah Putih]] [[Sarawak]], [[Serikat Borneo Utara Inggris]] dan vassal-vassalnya kepada [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]]. Brunei menjadi protektorat Inggris dari tahun 1888 hingga 1984.<ref name="CIA (B)">{{cite book |url=https://www.cia.gov/the-world-factbook/countries/brunei/ |title=CIA World Factbook |year=2022 |chapter=Brunei |access-date=28 Februari 2014 |archive-date=21 Juli 2015 |archive-url=https://web.archive.org/web/20150721102115/https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/bx.html |url-status=live }}</ref>
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Plechtigheden bij de kroning van de Sultan van Deli in 1925 op de troon de sultan en zijn echtgenote met aan weerszijden de rijkssieraden TMnr 10001572.jpg|thumb|Upacara penobatan antara Tengku Otteman, sebagai ''Tengku Mahkota'' (Putra Mahkota) dari [[Kesultanan Deli]], [[Hindia Belanda]]; dengan istrinya, Raja Amnah, anggota keluarga kerajaan [[Perak|Kesultanan Perak]] sebagai ''Tengku Puan Indera'' pada tahun 1925]]
Perayaan keagamaan besar lainnya yang dirayakan oleh orang Melayu termasuk [[Ramadhan]], bulan suci yang diisi dengan puasa dan berbagai aktivitas keagamaan; [[Maulid Nabi]], prosesi besar untuk memperingati kelahiran [[Muhammad]]; [[Asyura]], peringatan [[Muharram]] di mana orang Melayu menyiapkan hidangan khusus yang disebut ''Bubur Ashura''; [[Nisfu Sya'ban]], peringatan pertengahan bulan [[Sya'ban]], sebagai hari puasa khusus untuk memohon pengampunan; [[Nuzulul Quran]], peringatan wahyu pertama [[Quran]]; [[Isra' dan Mi'raj]], peristiwa naiknya Muhammad ke langit; dan [[Tahun Baru Hijriyah|Awal Muharram]]. Ketiga perayaan terakhir biasanya diisi dengan shalat sunat, ceramah agama, dan diskusi Islam di [[masjid]].
Setelah [[Perjanjian Inggris-Belanda 1824]] yang membagi [[Kepulauan Melayu]] menjadi zona Inggris di utara dan zona Belanda di selatan, semua kesultanan Melayu di [[Sumatra]] dan [[Kalimantan|Kalimantan Selatan]] menjadi bagian dari [[Hindia Belanda]]. Meskipun beberapa sultan Melayu tetap mempertahankan kekuasaan mereka di bawah kendali Belanda,{{sfn|Lumholtz|2004|p=17}} beberapa di antaranya dihapuskan oleh pemerintah Belanda dengan tuduhan pemberontakan melawan pemerintahan kolonial, seperti yang terjadi pada Kesultanan Palembang pada tahun 1823, Kesultanan Jambi pada tahun 1906, dan [[Kesultanan Riau-Lingga]] pada tahun 1911.
Selain itu, terdapat berbagai festival budaya regional dan acara sosial yang berbeda di berbagai wilayah Melayu. Wilayah pesisir misalnya, dulunya dikenal dengan upacara ''Mandi Safar'' atau ''Puja Pantai'', yaitu mandi penyucian selama bulan [[Safar]], yang diadaptasi dari ritual penyucian kuno Melayu pra-Islam, mirip dengan tradisi [[Mandi Belimau]] sebelum [[Ramadhan]]. Di wilayah pedalaman dan agraris, terdapat perayaan pesta panen, yang dirayakan dengan permainan tradisional, teater, [[Joget]], dan berbagai tarian lainnya. Namun, kedua praktik tersebut perlahan mulai menghilang akibat perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi di kalangan masyarakat Melayu pada abad ke-20.
Pembagian serupa di [[Semenanjung Melayu]] juga dilakukan oleh Inggris dan Siam setelah [[Perjanjian Britania Raya-Siam 1909|Perjanjian Anglo-Siam 1909]]. Langkah ini diambil karena Inggris merasa khawatir akan pengaruh yang berkembang antara pemerintah Siam dan kekaisaran kolonial Jerman yang bersaing, terutama di bagian utara Semenanjung. Perjanjian Anglo-Siam menetapkan bahwa Siam akan menguasai bagian atas semenanjung, sementara wilayah bawah akan berada di bawah kekuasaan Inggris.
Perayaan-perayaan Islam juga mempengaruhi acara-acara individu di kalangan masyarakat Melayu, yang biasanya diselenggarakan dalam bentuk ''kenduri'', sebuah jamuan keagamaan untuk merayakan atau memohon berkah atas suatu peristiwa. Terdapat berbagai variasi ''kenduri'', seperti ''Doa Selamat'' (memohon perlindungan), ''Kesyukuran'' (syukuran), ''Melenggang Perut'' (upacara untuk ibu hamil anak pertama), ''Aqiqah'' dan ''Cukur Jambul'' (upacara kelahiran bayi), ''Bertindik'' (upacara penindikan pertama untuk anak perempuan), ''Khatam Quran'' (upacara kelulusan setelah membaca penuh [[Quran]]), ''Khitan'' ([[khitan]]) dan ''Tahlil'' (doa untuk orang yang meninggal).
Kemudian, selama [[pendudukan Jepang di Hindia Belanda]], [[pendudukan Jepang di Malaya|Malaya]], dan [[Pendudukan Jepang di Borneo Britania|Borneo Britania]], Jepang mempertahankan hubungan yang baik dengan para sultan dan pemimpin Melayu lainnya. Hal ini sebagian dilakukan untuk membangun kepercayaan publik Melayu yang umumnya loyal terhadap sultan. Namun, dalam serangkaian pembantaian yang dikenal sebagai [[insiden Pontianak]], Jepang membunuh hampir semua sultan Melayu di [[Kalimantan Barat]], termasuk sejumlah besar intelektual Melayu setelah mereka dituduh secara palsu merencanakan pemberontakan dan [[kudeta]] melawan Jepang. Diperkirakan bahwa Kalimantan Barat memerlukan dua generasi untuk pulih dari hampir totalnya kehancuran kelas penguasa Melayu di wilayah tersebut.
===Seni bela diri===
[[File:Singaporean female pesilat - 20080222.jpg|thumb|Seorang pesilat perempuan dari Singapura]]
{{utama|Silat}}
Silat dan berbagai variannya ditemukan di seluruh dunia Melayu: [[Semenanjung Malaya]] (termasuk [[Singapura]]), [[Kepulauan Riau]], [[Sumatra]], dan daerah pesisir [[Kalimantan]]. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak abad ke-6, seni bela diri formal telah dipraktikkan di Semenanjung Malaya dan Sumatra.{{sfn|James|1994|p=73}} Bentuk awal Silat diyakini telah dikembangkan dan digunakan oleh angkatan bersenjata kerajaan-kerajaan Melayu kuno seperti [[Langkasuka]] (abad ke-2){{sfn|Alexander|2006|p=225}}{{sfn|Abd. Rahman Ismail|2008|p=188}} dan [[Sriwijaya]] (abad ke-7).
===Gerakan Kemerdekaan: Perspektif Regional===
Pengaruh kesultanan-kesultanan Melayu seperti [[Kesultanan Malaka]], [[Kesultanan Johor|Johor]], [[Kerajaan Pattani|Pattani]], dan [[Kesultanan Brunei|Brunei]] turut menyebarkan seni bela diri ini di Nusantara. Melalui jalur laut dan sungai yang kompleks yang memfasilitasi perdagangan di seluruh wilayah, Silat menyebar hingga ke hutan hujan lebat dan pegunungan. [[Laksamana]] legendaris [[Hang Tuah]] dari Malaka adalah salah satu ''pesilat'' paling terkenal dalam sejarah{{sfn|Green|2001|p=802}} dan bahkan dianggap oleh beberapa orang sebagai bapak Silat Melayu.{{sfn|Sheikh Shamsuddin|2005|p=195}} Sejak era klasik, Silat Melayu mengalami banyak diversifikasi dan diakui secara tradisional sebagai sumber dari [[Pencak Silat]] Indonesia dan berbagai bentuk Silat di Asia Tenggara.{{sfn|Draeger|1992|p=23}}{{sfn|Farrer|2009|p=28}}
Meskipun populasi Melayu tersebar di seluruh Kepulauan Melayu, perkembangan organisasi nasionalisme modern untuk mencapai kemerdekaan menunjukkan variasi yang signifikan di Sumatra, Semenanjung Malaya, dan Pulau Borneo. Di [[Hindia Belanda]], perjuangan melawan kolonialisasi ditandai oleh bentuk nasionalisme lintas etnis yang dikenal sebagai "[[Kebangkitan Nasional Indonesia]]", di mana orang Melayu Indonesia berkolaborasi dengan kelompok etnis lainnya untuk membangun kesadaran kolektif sebagai "Indonesia".{{sfn|Ricklefs|1991|pp=163–164}} Di Malaysia, dorongan untuk meraih kemerdekaan terlihat dalam munculnya gerakan nasionalis Melayu di Malaya Inggris pada awal abad ke-20.<ref name="Leo Suryadinata">{{harvnb|Suryadinata|2000|pp=133–136}}</ref>
Sementara itu, di Brunei, meskipun terdapat upaya untuk meningkatkan kesadaran politik Melayu antara tahun 1942 dan 1945, sejarah nasionalisme berbasis etnis tidak mencatat perkembangan yang signifikan. Di Thailand, [[Krisis Thailand Selatan|separatisme Pattani]] terhadap pemerintahan Thai dianggap oleh sejumlah sejarawan sebagai bagian dari konteks nasionalisme Melayu semenanjung yang lebih luas. Secara keseluruhan, gerakan-gerakan ini memberikan kontribusi penting terhadap perkembangan modern Indonesia (terutamanya di Sumatra, Kalimantan, dan kepulauan Riau), Malaysia, Brunei, Singapura, dan Thailand.
Selain Silat, [[Muay Thai|Tomoi]] juga dipraktikkan oleh orang Melayu, terutama di wilayah utara Semenanjung Malaya. Seni bela diri ini merupakan varian dari [[Indocina|Indo-Cina]] [[kickboxing]] yang diyakini telah menyebar ke daratan Asia Tenggara sejak masa [[Kerajaan Funan]] (68 M).
===Kerajinan Logam===
[[File:Bunga Mas (Muzium Negara).jpg|thumb|[[Bunga Mas]], [[Museum Nasional Malaysia]]. ''Bunga Mas'' diberikan oleh negara-negara Melayu utara seperti [[Terengganu]], [[Kelantan]], [[Kedah]], [[Kerajaan Pattani|Pattani]], Nong Chik, [[Provinsi Yala|Yala]], Rangae, [[Kubang Pasu Darul Qiyam|Kubang Pasu]] dan [[Satun]] kepada Raja [[Kerajaan Ayutthaya|Ayutthaya]] ([[Siam]]) sebagai simbol kesetiaan.]] Pada pergantian abad ke-17, emas, perak, [[besi]] dan [[kuningan]] telah menjadi bagian penting dari masyarakat Melayu. Era ini menyaksikan karya seni logam menerima dukungan kerajaan yang signifikan. Beragam karya logam Melayu menjadi bukti dari era ini, mulai dari keris khas Melayu yang terbuat dari besi hingga perhiasan halus yang rumit terbuat dari emas dan perak. Bagi bangsawan Melayu pada periode ini, karya ''pending'' (gesper sabuk hias yang dihiasi [[batu permata]]), ''keronsang'' (bros), dan ''cucuk sanggul'' (peniti rambut) menjadi barang mode yang paling dicari. Era ini juga menampilkan sejumlah benda terkenal lainnya dalam regalia Melayu yang terbuat dari emas, termasuk kotak upacara, ''Tepak Sirih'' (wadah sirih), dan bagian dari keris. Seni pengolahan emas dilakukan terutama dengan teknik ''repoussé'' dan ''granulasi'', di mana metode tradisional ini masih dapat disaksikan hingga saat ini. Di era kontemporer, perhiasan emas Melayu umumnya berbentuk gelang kaki, gelang tangan, cincin, kalung, liontin, dan anting-anting.<ref name="Malaysia Handicrafts ~ Gold Silver & Brass 2011">{{cite web |title=Kerajinan Tangan Malaysia ~ Emas Perak & Kuningan |website= Go2Travelmalaysia.com |url= http://go2travelmalaysia.com/tour_malaysia/gold_silv.htm |access-date= 31 Mei 2018 |archive-date= 19 Mei 2018 |archive-url= https://web.archive.org/web/20180519135144/http://go2travelmalaysia.com/tour_malaysia/gold_silv.htm |url-status= live }}</ref><ref name="Karyaneka 2013">{{cite web |last=Karyaneka |title=Kerajinan Logam |publisher=Syarikat Pemasaran Karyaneka Sdn. Bhd. |url= http://www.karyaneka.com.my/english/tablet/metal-work.html |access-date=31 Mei 2018 |archive-url= https://web.archive.org/web/20180324135832/http://www.karyaneka.com.my/english/tablet/metal-work.html |archive-date=24 Maret 2018 |url-status=dead}}</ref>
Untuk kerajinan perak Melayu, karya-karya perak terkenal karena desainnya yang rumit dan halus. Biasanya dibuat dengan teknik repoussé, [[pending]] dan niello. Barang-barang tradisional Melayu yang biasa dibuat dari perak termasuk ujung bantal, gesper sabuk, sudut tikar, sumbat bejana air, sarung keris, dan kotak tembakau. Pola ''Awan Larat'' (pola awan) dan ''Kerawang'' (motif tumbuhan) merupakan desain populer untuk ujung bantal dekoratif perak Melayu dan kotak tembakau.<ref name="Malaysia Handicrafts ~ Gold Silver & Brass 2011"/>
Penggunaan barang-barang kuningan melampaui berbagai kelas sosial Melayu klasik, digunakan oleh bangsawan maupun rakyat biasa. Popularitas barang-barang kuningan didorong oleh daya tahannya, kualitas, dan keterjangkauannya. Barang-barang kuningan terbagi menjadi dua jenis, kuningan kuning untuk barang fungsional dan kuningan putih untuk tujuan dekoratif. Kuningan sering dipahat dan dihias dengan motif dekoratif [[seni Islam|religius]] dan bunga. Penggunaan kuningan paling dikenal untuk Tepak Sirih, nampan upacara untuk sirih, dan untuk membuat instrumen musik seperti [[gong]] dalam orkestra tradisional Melayu [[Gamelan]]. Selain itu, barang-barang tradisional Melayu lainnya yang terbuat dari logam termasuk vas bunga, penyemprot parfum, nampan saji, panci masak, ketel, dan pembakar dupa.<ref name="Malaysia Handicrafts ~ Gold Silver & Brass 2011"/><ref name="Karyaneka 2013"/>
|