Ibnu Sina: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambahkan teks dan catatan pada "Masa Dewasa dan Karir"
Baris 41:
Menurut penuturan Ibnu Sina, ayahnya berasal dari [[Balkh]] di wilayah [[Mazari Syarif|Mazar-i Syarif]] (sekarang Afghanistan), yang pindah ke Bukhara pada masa pemerintahan [[:en:Nuh_II|Nuh bin Mansyur]] (berkuasa 976 – 997).<ref name=":0" /><ref name=":2" /> Di sana ayahnya diangkat sebagai gubernur Harmaytsan, sebuah propinsi di Bukhara; dan di sana pula ayahnya bertemu dengan ibunya di sebuah desa bernama Afsyanah hingga akhirnya menikah.
 
Nuh bin Mansyur naik tahta pada 976 dalam usia masih sangat muda, sehingga harus dibantu ibunya menjalankan roda pemerintahan, serta seorang wazir bernama [[:en:Abu'l-Husain_Utbi|Abu Husain 'Uthbi]].<ref>{{Cite book|last=BaileyFisher|first=HaroldWilliam WalterBayne|last2=GrayFrye|first2=BasilRichard Nelson|last3=Frye|first3=RichardR. NelsonN.|date=1975-06-26|url=https://books.google.co.id/books?id=hvx9jq_2L3EC|title=The Cambridge historyHistory of Iran|location=Cambridge, New York ; Melbourne|publisher=Cambridge universityUniversity pressPress|isbn=978-0-521-20093-6|otherspages=University of Cambridge177|language=en|url-status=live}}</ref> Saat itu Kesultanan Samaniyah sedang menghadapi gejolak internal dan eksternal. Selain harus menghadapi persaingan kekuasaan antar pangeran, Nuh bin Mansyur juga harus menghadapai pertempuran di utara dan selatan.
 
Di utara, [[Kara-Khanid|Khanat Kara-Khanid]] menyerang dan mengambil Lembah Zarafshan, di mana terdapat tambang perak Kesultanan Samaniyah, dan pada 980 Khanat Kara-Khanid sudah menguasai wilayah Isijab. Sementara itu di selatan, [[Dinasti Buwaihi|Dinasti Buwaihi (Buyid)]] yang telah menguasai Baghdad dan menjadikan [[Kekhalifahan Abbasiyah|Abbasiyah]] hanya sebagai simbol kekhalifahan, tengah dipimpin [[:en:'Adud_al-Dawla|'Adud al-Dawla]] yang sangat kuat. Nuh bin Mansyur mencoba melakukan ekspedisi melawan Dinasti Buwaihi pada 982, tetapi berhasil dipatahkan 'Adud al-Dawla. Tetapi setahun kemudian 'Adud al-Dawla dan Dinasti Buwaihi mulai mengalami keruntuhan.
Baris 57:
Menyadari bahwa Ibnu Sina lebih mahir dalam penguasaan filsafat dari dirinya, An-Natili kemudian meninggalkan Bukhara menuju Gurganja,<ref name=":2" /> guna mencari murid lain yang lebih membutuhkannya.<ref name=":0" /> Maka sejak itu Ibnu Sina mempelajari filsafat seorang diri, mulai dari ''Fisika'' (filsafat alam) dan ''Metafisika'' karya Aristoteles, berikut berbagai karya pengantar tentangnya, juga berbagai karya tentang pengobatan secara luas dan mendalam. Dan ketika Ibnu Sina berusia 16 tahun, sebagaimana tradisi di Bukhara bagi anak yang menjelang akil baligh, dia pun mulai mendalami fiqih secara khusus.
 
Satu setengah tahun kemudian, atau saat berusia 17 tahun lebih, Ibnu Sina mengulang pelajaran filsafat dari awal, dimulai dari ''Organon'' hingga ''Fisika'' dan ''Metafisika''. Dalam autobiografinya dikatakan:<ref name=":2" /><blockquote>Hampir setiap malam saya selalu berada di kamarku dengan lampu yang menyala, dan menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis. Manakala merasa ngantuk atau lelah, biasanya saya istirahat sejenak dan menghabiskan segelas sirup [herbal] hingga kekuatan saya kembali pulih, dan kemudian saya akan meneruskan melahap buku-buku. Setiap kali saya tertidur karena kantuk, saya kerap memimpikan masalah-masalah yang sedang dihadapi hingga ke akarnya. Dan sungguh, betapa banyak masalah menjadi jelas duduk perkaranya dalam mimpi (''ru'ya'') saya. Semua itu saya jalani hingga saya benar-benar menguasai berbagai cabang filsafat, dan saya memahaminya sejauh yang bisa dicapai oleh seorang manusia.</blockquote>Satu-satunya topik filsafat yang tidak dikuasai Ibnu Sina adalah ''Metafisika'' [[Aristoteles]]. Hingga pada suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di sebuah pasar, dia menemukan sebuah buku karya [[Al-Farabi]] berjudul ''Fi Agrādhi Kitāb Mā Ba’da al-Thabi’ah'' (Penjelasan atas KitabBuku Metafisika). Dari karya Al-Farabi itulah akhirnya Ibnu Sina bisa memahami Metafisika.<ref name=":1" /><ref name=":2" />
 
 
Bacaannya yang luas dan intensif, khususnya dalam bidang pengobatan, pada akhirnya membawa Ibnu Sina menjadi tabib penguasa Nuh bin Mansyur, yang kemudian memberinya izin untuk memasuki perpustakaan besar Samaniyah di Bukhara sebagai imbalan atas pengobatan yang diberikannya. Di perpustakaan itu Ibnu Sina menemukan banyak sekali literatur di setiap bilik ruang perpustakaan yang didedikasikan untuk bidang pengetahuan yang berbeda. Di sana, kata Ibnu Sina, dia membaca karya-karya orang zaman dahulu (''al-awa'il'') yang belum pernah dia temui sebelumnya dan tidak pernah dia lihat lagi di kemudian hari, <ref name=":0" /> hingga akhirnya Ibnu Sina berkata:<ref name=":1" /><blockquote>Saya membaca buku-buku yang ada, menguasai berbagai pengajaran di dalamnya, serta mengetahui martabat setiap penulis dan penguasaan ilmunya. Maka pada saat saya mencapai usia delapan belas tahun, saya telah melakukan studi di semua cabang ilmu yang ada. Namun demikian, meski saat itu saya telah menguasainya, di usia [tua] sekarang saya merasa lebih matang dalam memahami apa-apa yang telah saya pelajari sebelumnya. Sungguh, ilmu yang telah saya ketahui tidak banyak berubah, tidak ada lagi ilmu baru yang saya dapati setelah dewasa.</blockquote>
 
=== Masa DewasaKarir dan KarirPergolakan Politik ===
Pada suatu ketika Amir Bukhara, [[:en:Nuh_II|Nuh bin Mansyur]], menderita sakit yang membuat para tabib istana menyerah. Karena Ibnu Sina telah telah dikenal di Bukhara sebagai kutu buku, para tabib istana memberanikan diri mengajukan namanya untuk didatangkan ke istana. Maka Ibnu Sina pun datang memenuhi undangan tersebut, dan bersama para tabib istana berhasil menyembuhkan sang Syah.<ref name=":1" /> Atas keberhasilan itu, para tabib kemudian meminta pangeran Nuh bin Mansyur agar mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan kerajaan.
 
Baris 75 ⟶ 74:
Di Gorgan, Ibnu Sina bertemu seorang menteri bernama Abu al-Hussein Suhali<ref name=":2" /> yang menerimanya dengan baik dan memperkenalkannya dengan penguasa Ma'muniyah.<ref name=":3" /> Meski di Gorgan mendapatkan rumah yang besar dan gaji yang cukup, namun keadaan memaksanya untuk terus mengembara dan berpindah dari kota ke kota. Selama beberapa tahun Ibnu Sina dikabarkan terus berpindah tempat, mulai dari [[Kunya-Urgench|Gorganji]], ke Nisa, lalu ke Abiward (ketiganya sekarang di Turkmenistan), kemudian ke [[Tus, Iran|Tus]], ke Shaqqan (Sarbadar), ke Samangan, lalu ke Jajarm (semuanya sekarang di Iran).<ref name=":2" /> Dari sana Ibnu Sina berencana menuju Gorgan untuk mencari suaka kepada Sultan Qabus,<ref name=":2" /> dari Dinasti Ziyariyah, yang terkenal sebagai pelindung para ilmuwan; namun ketika Ibnu Sina akhirnya tiba di kota itu, Sultan Qabus telah meninggal sejak tahun 1013.<ref name=":6">{{Cite book|last=Gutas|first=Dimitri|date=1989|title=“AVICENNA ii. Biography,” Encyclopædia Iranica, III|location=London|publisher=Routledge & Kegan Paul|isbn=978-0-7100-9121-5|pages=67-70|url-status=live|lay-url=https://www.iranicaonline.org/articles/avicenna-ii|lay-source=Encyclopædia Iranica|lay-date=17 Agustus 2011}}</ref>
 
Ibnu Sina kemudian meninggalkan Gorgan menuju Dihistan ([[Dahae]] di Turkmenistan), tapi dia terpaksa kembali ke Gorgan karena menderita sakit di perjalanan. Pada saat kembali ke Gorgan itulah dia bertemu dengan [[Abu 'Ubayd al-Juzjani|Abu 'Ubayd Juzjani]], seorang pelajar, yang berasal dari wilayah Balkh sama seperti asal ayah Ibnu Sina.<ref name=":3" /> Abu 'Ubayd Juzjani kemudian menjadi murid yang paling setia dan melayani Ibnu Sina hingga akhir hayatnya.<ref name=":6" /><ref>{{Cite book|last=Gutas|first=Dimitri|date=2014|title=Avicenna and the Aristotelian tradition: introduction to reading Avicenna's philosophical works, including an inventory of Avicenna's authentic works|location=Leiden|publisher=Brill|isbn=978-90-04-20172-9|edition=2nd revised and enlarged ed|series=Islamic philosophy, theology and science}}</ref> Sampai periode ini autobiografi Ibnu Sina berakhir dan kisah selanjutnya diteruskan oleh Juzjani: "''Dari titik ini, saya lah yang menuliskan episode-episode kehidupan Guru [Ibnu Sina] yang saya saksikan sendiri selama saya menemaninya hingga kematiannya''."<ref name=":1" /><ref name=":3" />
 
Di Gorgan tampaknya Ibnu Sina diterima dengan baik. Seorang penduduk Gorgan, yang dikatakan pencinta ilmu, membelikan Ibnu Sina sebuah rumah yang cukup nyaman. Menurut Dimitri Gutas, kemungkinan Ibnu Sina mendapat suaka dari Manuchihr (berkuasa 1012–1031), putra Sultan Qabus, yang menjadi penguasa Dinasti Ziyariyah menggantikan ayahnya.<ref name=":6" /> Juzjani kerap mengunjungi rumah Ibnu Sina untuk membaca "Risalah Matematika" (''Almagest'') karya Ptolemaeus bersamanya. Di sana pula Ibnu Sina mulai mendiktekan karya-karyanya untuk ditulis ulang oleh Juzjani, di antaranya: ''Mukhtasar Al-Awshat'' (Ringkasan Tengah), ''Al-Mabda wal-Ma'ad'' (Masa Awal dan Masa Kembali), ''Al-Arsyad Al-Kulliyah'' (Observasi Umum), ''Mukhtasar Al-Majisti'' (Ringkasan Almagest), dan berbagai traktat lainnya.<ref name=":3" /> Di Gorgan pula Ibnu Sina mulai menulis bagian awal ''[[Qanun Kedokteran|Al-Qānūn fī al-Thibb]]'' (Kanon Kedokteran).<ref name=":3" />
 
Selama beberapa waktu, untuk alasan yang tidak disebutkan, padasekitar tahun 1014 Ibnu Sina meninggalkan Gorgan menuju [[Ray, Iran|Ray]] di Persia, kota tempat kelahiran Khalifah [[Harun Ar-Rasyid|Harun al-Rasyid]].<ref name=":3" /> Saat tiba di Ray, kota itu dipimpin seorang emir dari [[Dinasti Buwaihi]] yang masih kecil bernama Majd al-Dawla, sehingga pada waktu itu ibunya, Sayyidah Syirin (wafat 1028), yang secara ''de facto'' berkuasa.<ref>{{Cite journal|last=Sajjadi|first=Sadeq|last2=Asatryan|first2=Translated by Mushegh|last3=Melvin-Koushki|first3=Translated by Matthew|date=2021-06-17|title=Būyids|url=https://referenceworks.brillonline.com/entries/encyclopaedia-islamica/*-COM_05000055|journal=Encyclopaedia Islamica|language=en|publisher=Brill|doi=10.1163/1875-9831_isla_com_05000055}}</ref> Sebagaimana dikisahkan Juzjani, Majd al-Dawla menderita sakit dan ditempatkan ibunya di harem; dan Ibnu Sina diminta ibunyaditugaskan untuk merawatnya.<ref name=":3" /> Ibnu Sina menetap di Ray selama dua hingga tiga tahun, dan di sana menyelesaikan sebuah buku berjudul ''Kitab al-Ma'ad'' (Kitab Masa Kembali).<ref name=":3" />
 
GejolakIbnu politikSina kembalimenetap membuatdi IbnuRay Sinaselama untukdua mengembara.hingga Kalitiga initahun, Syamsdan al-Dawla,di saudarasana Majdmenyelesaikan sebuah buku berjudul ''Kitāb al-Dawla,Ma'ad'' mengambil(Buku alihMasa RayKembali).<ref danname=":3" memaksa/> Setelah itu Ibnu Sina pindahpergi kedari Ray menuju Qazwin, kemudian menuju Hamadhan dan tidakdiangkat berapasebagai lamawazir kembali(perdana pindahmenteri) menujuSyams Hamadhanal-Dawla, yang tidak lain saudara Majd al-Dawla. Meski Juzjani tidak menceritakan alasan kepindahan Ibnu Sina, namun Khvandamir, sejarahwan Persia abad ke-15, menceritakan bahwa Ibnu Sina membuat marah Sayyidah Syirin dengankarena bersikeras atas hakbahwa salah satu putranya dalammemiliki perselisihanhak antaraatas Majd al-Dawla dan Syams al-Dawlakerajaan.<ref name=":3" />
 
Dalam kesibukannya sebagai penasihatwazir kerajaan, Juzjani meminta gurunya untuk terus menulis dan Ibnu Sina berjanji untuk memenuhinya.<ref name=":1" /> Maka atas bantuan Juzjani dan murid-muridnya yang lain, setiap malam Ibnu Sina mengadakan pertemuan di rumahnya bersama murid-muridnya, sehinga akhirnya Ibnu Sina berhasil menyelesaikan bukunya ''[[Qanun Kedokteran|Al-Qānūn fī al-Thibb]]'' (Kanon Kedokteran) yang telah dimulai sejak di Gorgon, serta mulai menulis [[Kitab Penyembuhan|''Kitāb al-Syifā'']] (KitabBuku Penyembuhan).<ref name=":3" /><ref name=":7">{{Cite book|last=Adamson|first=Peter|date=2013|title=Interpreting Avicenna: critical essays|location=Cambridge New York|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-19073-2}}</ref> Dari riwayat yang lain dikatakan bahwa setiap pagi, sebelum berangkat bekerja, Ibnu Sina selalu menyempatkan diri untuk menulis ''Kitāb al-Syifā'', kemudian memanggil murid-muridnya dan membacakan tulisannya.<ref name=":3" />
Di Hamadhan pergolakan politik membayang-bayangi kehidupan Ibnu Sina. Di sana Ibnu Sina diangkat sebagai penasihat Syams al-Dawla, namun sempat difitnah oleh seorang istri seorang pembesar serta ditolak para jendral sehingga harus bersembunyi, namun kemudian kembali diangkat sebagai penasihat Syams al-Dawla untuk kali kedua.<ref name=":3" />
 
Ketika Syams al-Dawla meninggal tahun 1021, para jendral meminta Sama al-Dawla, yang naik tahta menggantikan ayahnya, untuk tetap menjadikan Ibnu Sina sebagai penasihatwazir kerajaan. Tetapi Ibnu Sina menulak permintaan ini, yang alasannya, menurut Soheil M. Afnan, karena sebelumnya para jendral di Hamadhan sempat menyerang Ibnu Sina.<ref name=":3" /> Alih-alih tetap menjadi wazir, Ibnu Sina memilih untuk pergi dan bersembunyi atas bantuan pelindungnya, Abu Ghalib al-Attar;<ref name=":6" /> di mana pada kurun inilah Ibnu Sina berhasil menyelesaikan ''Kitāb al-Syifā'' yang dia tulis 50 halaman setiap harinya.<ref name=":7" />
Dalam kesibukannya sebagai penasihat kerajaan, Juzjani meminta gurunya untuk terus menulis dan Ibnu Sina berjanji untuk memenuhinya.<ref name=":1" /> Maka atas bantuan Juzjani dan murid-muridnya yang lain, setiap malam Ibnu Sina mengadakan pertemuan di rumahnya bersama murid-muridnya, sehinga akhirnya Ibnu Sina berhasil menyelesaikan bukunya ''[[Qanun Kedokteran|Al-Qānūn fī al-Thibb]]'' (Kanon Kedokteran) yang telah dimulai sejak di Gorgon, serta mulai menulis [[Kitab Penyembuhan|Kitāb al-Syifā]] (Kitab Penyembuhan).<ref name=":3" /><ref name=":7">{{Cite book|last=Adamson|first=Peter|date=2013|title=Interpreting Avicenna: critical essays|location=Cambridge New York|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-19073-2}}</ref> Dari riwayat yang lain dikatakan bahwa setiap pagi, sebelum berangkat bekerja, Ibnu Sina selalu menyempatkan diri untuk menulis Kitāb al-Syifā, kemudian memanggil murid-muridnya dan membacakan tulisannya.<ref name=":3" />
 
Selama dalam persembunyian, Ibnu Sina sempat melakukan korespondensi rahasia dengan 'Ala al-Dawla, penguasa di Isfahan, dan menawarkan diri untuk menjadi penasihatnyapembantunya. Penguasa di Hamadhan, khususnya seorang wazirmenteri bernama Tāj-al-Mulk, mencium peristiwa ini dan menuduh Ibnu Sina melakukan pengkhianatan. Maka mereka pun menangkap Ibnu Sina dan memenjarakannya di sebuah kastil di luar Hamadān yang disebut Fardajān.<ref name=":6" /> Ibnu Sina dipenjara selama hampir empat bulan hingga pasukan 'Ala al-Dawla dari Isfahan menyerang Hamadhan dan mengakhiri pemerintahan Samāʾ al-Dawla pada 1023. Setelah dibebaskan dari penjara, Ibnu Sina ditawaripun posisi administratif di Hamadhann tetapi dia menolaknyabebas. Selang beberapa waktu, Ibnu Sina memutuskan untuk pindah ke Isfahan bersama para pengikutnya, yakni Juzjani dan dua orang muridnya yang lain.<ref name=":6" />
Ketika Syams al-Dawla meninggal tahun 1021, para jendral meminta Sama al-Dawla, yang naik tahta menggantikan ayahnya, untuk tetap menjadikan Ibnu Sina sebagai penasihat kerajaan. Tetapi Ibnu Sina menulak permintaan ini, yang alasannya, menurut Soheil M. Afnan, karena sebelumnya para jendral di Hamadhan sempat menyerang Ibnu Sina.<ref name=":3" /> Alih-alih tetap menjadi wazir, Ibnu Sina memilih untuk pergi dan bersembunyi atas bantuan pelindungnya, Abu Ghalib al-Attar;<ref name=":6" /> di mana pada kurun inilah Ibnu Sina berhasil menyelesaikan Kitāb al-Syifā yang dia tulis 50 halaman setiap harinya.<ref name=":7" />
 
Selama dalam tahanan, Ibnu Sina menyelesaikan menyibukkan diri dengan menulis dan menyelesaikan ''Kitāb al-Hidāya''h (Buku Hidayah), ''Risālah Hayy bin Yaqdzān'' (Kisah Kehidupan Orang yang Waspada), ''Kitāb al-Qulanj'' (Buku tentang Kolik/Sakit Perut), dan ''Al-Adawiyāt al-Qalbiyah'' (Pengobatan Jantung). Ketika sudah keluar dari tahanan dan saat masih berada di Hamadhan, Ibnu Sina menghabiskan waktu menulis bab logika dari ''Kitāb al-Syifā''.
Selama dalam persembunyian, Ibnu Sina sempat melakukan korespondensi rahasia dengan 'Ala al-Dawla, penguasa di Isfahan, dan menawarkan diri untuk menjadi penasihatnya. Penguasa di Hamadhan, khususnya seorang wazir bernama Tāj-al-Mulk, mencium peristiwa ini dan menuduh Ibnu Sina melakukan pengkhianatan. Maka mereka pun menangkap Ibnu Sina dan memenjarakannya di sebuah kastil di luar Hamadān yang disebut Fardajān.<ref name=":6" /> Ibnu Sina dipenjara selama hampir empat bulan hingga pasukan 'Ala al-Dawla dari Isfahan menyerang Hamadhan dan mengakhiri pemerintahan Samāʾ al-Dawla pada 1023. Setelah dibebaskan dari penjara, Ibnu Sina ditawari posisi administratif di Hamadhann tetapi dia menolaknya. Selang beberapa waktu, Ibnu Sina memutuskan untuk pindah ke Isfahan bersama para pengikutnya, yakni Juzjani dan dua orang muridnya yang lain.<ref name=":6" />
 
=== SisaPeriode hidupStabil di Isfahan ===
Ibnu Sina sempat ditawari kembali untuk menduduki posisi administratif di Hamadhann tetapi dia menolaknya. Selang beberapa waktu, Ibnu Sina memutuskan untuk pindah ke Isfahan bersama para pengikutnya, yakni Juzjani dan saudaranya, serta dua orang budak.<ref name=":6" /> Mereka menyamar menggunakan pakaian sufi hingga akhirnya tiba di gerbang Isfahan. Di sana mereka disambut sahabat-sahabatnya, kemudian dibawa ke sebuah rumah yang sudah disapkan sebagai tempat kediamannya.<ref name=":3" />
{{Noref section}}
Sisa sepuluh atau dua belas tahun hidup Ibnu Sina ini dihabiskan dalam pelayanan kepada Muhammad bin Rustam Dushmanziyar pemimpin Kakuyid (juga dikenal sebagai Ala al-Dawla), yang ia dampngi sebagai dokter, penasihat sastra, dan ilmiah, bahkan dalam berbagai kampanyenya.
 
Pindah ke Isfahan dan berada di bawah perlindungan 'Ala al-Dawla, tampaknya merupakan keputusan yang tepat dan menjadi periode paling stabil dalam kehidupan Ibnu Sina.<ref name=":7" /> Dalam kalimat Juzjani, penguasa Kakuyiah itu "memberikan rasa hormat dan penghargaan yang sudah sepantasnya diterima oleh seseorang sekaliber dia [Ibnu Sina]."<ref name=":6" /> Tidak heran bila 'Ala al-Dawla mengeluarkan maklumat: pada setiap Jumat malam sebuah pertemuan digelar bagi Ibnu Sina untuk membahas topik ilmiah dan filosofis, dan dihadiri orang-orang terpelajar dari semua golongan.<ref name=":3" />
Selama tahun ini ia mulai belajar hal-hal sastra dan filologi. Sakit kolik parah menyerangnya saat di barisan tentara menuju Hamadan, Ia diberi obat yang begitu keras sehingga Ibnu Sina nyaris tak bisa berdiri. Pada kesempatan yang sama penyakit itu kembali; dengan susah payah ia mencapai Hamadan, di mana, menemukan dasar dari penyakitnya, ia menolak untuk meneruskan cara hidup selama ini yang dipakainya, dan mengundurkan dirinya.
 
Selama menetap di Isfahan, Ibnu Sina tidak menduduki posisi resmi di pemerintahan dan cenderung menghindari politik beserta seluruh perangkapnya. Dia mengabdikan seluruh waktunya hanya untuk menulis dan mengajar. Untuk pertama kalinya, Ibnu Sina juga menulis sebuah buku tentang filsafat dalam bahasa Persia yang—sesuai dengan nama pelindungnya—diberi judul ''Dānish-Nāmeh ye 'Alā'i'' (Buku Pengetahuan 'Ala al-Daula). Di luar itu Ibnu Sina menulis ''Kitāb al-Najāt'' (Buku Doa), ''Kitāb al-Insyāf'' (Buku Penghakiman Diri), dan melengkapi ''Kitāb al-Syifā'' (Buku Penyembuhan) yang telah lama dirintisnya.
Teman-temannya menyarankan dia untuk tenang dan mengambil hidup cukup. Dia menolak, bagaimanapun, menyatakan bahwa:. "Saya memilih umur pendek tapi penuh makna dan karya, daripada umur panjang yang hampa". Ia banyak menyesal sebelum akhir hayatnya; semua barangnya diserahkan kepada orang miskin, dipulihkan keuntungan yang tidak adil, membebaskan budak, dan membaca Al-Quran setiap tiga hari sampai akhir hayatnya. Ia meninggal pada Juni 1037, pada usia lima puluh delapan, di bulan Ramadan dan dimakamkan di Hamadan, Iran.
 
==== Mendalami Bahasa Arab ====
Meski Ibnu Sina sudah terbiasa menulis dalam bahasa Arab, tapi dia bukanlah ahli dalam bidang sastra dan literatur Arab. Pada suatu hari, dalam pertemuan yang dihadiri 'Ala al-Dawla, Ibnu Sina mengutarakan jawaban akan sebuah pertanyaan linguistik yang pelik. Seorang terpelajar maju dan berkata, "Anda adalah seorang filsuf dan juga orang bijaksana, tetapi tidak cukup baik memahami filologi sehingga jawaban Anda tidak memuaskan hati kami." Teguran halus ini sangat mengganggu Ibnu Sina; maka dia pun secara sungguh-sungguh mempelajari tata bahasa dan sastra secara menyeluruh.<ref name=":3" />
 
Sekitar tiga tahun kemudian, Ibnu Sina berhasil menyusun tiga puisi Arab yang penuh dengan kata-kata langka; serta menulis tiga esai dengan berbagai gaya bahasa. Dia lalu membundel karyanya dalam satu jilid, kemudian menyerahkannya kepada 'Ala al-Dawla agar diteruskan kepada orang terpelajar yang telah menegurnya. Orang terpelajar itu keheranan membacanya, dan tidak berhasil menebak pengarangnya.<ref name=":3" />
 
Pada tahun-tahun berikutnya Ibnu Sina mencoba menyusun sebuah karya tentang linguistik Arab yang diberi judul ''Lisānul Arab'', namun tulisan ini tidak selesai dan masih dalam bentuk naskah kasar hingga kematian menjemputnya.<ref name=":3" /> Selain itu Ibnu Sina juga menulis sebuah esai tentang Logika saat mengunjungi Gorgan yang berjudul ''al-Mukhtasar al-Asghār'' (Ringkasan Pendek), yang kemudian disertakan pada pembukaan ''Kitāb al-Najāt''.<ref name=":3" />
 
=== Jatuhnya Isfahan dan Masa Tua ===
Sayyidah Syirin, yang menjadi penguasa di Ray atas nama putranya, meninggal pada 1028. Peristiwa itu memberi jalan bagi Sultan Mahmud untuk menyerang [[Dinasti Buwaihi]]. Sultan [[Ghaznawiyah]] itu sudah lama mengincar Persia Tengah, namun terhalang oleh kehadiran penguasa perempuan sehingga menahan diri untuk melakukan serangan.<ref name=":3" /> Tetapi Majd al-Dawla terbukti tidak secakap ibunya. Sepeninggal Sayyidah Syirin, pemberontakan melanda Ray dan memaksa Majd al-Dawla meminta bantuan penguasa Ghaznawiyah. Menggunakan undangan Majd al-Dawla sebagai dalih, Sultan Mahmud mengirimkan pasukan ke Ray dan menaklukan Majd al-Dawla pada 1029.<ref name=":8">{{Cite book|last=Bosworth|first=C. E.|date=1968|url=https://www.cambridge.org/core/books/cambridge-history-of-iran/political-and-dynastic-history-of-the-iranian-world-ad-10001217/024AA8933D346C06170E0D72EA6D71A4|title=The Political and Dynastic History of the Iranian World (A.D. 1000–1217)|location=Cambridge|publisher=Cambridge University Press|isbn=978-0-521-06936-6|editor-last=Boyle|editor-first=J. A.|series=The Cambridge History of Iran|volume=5|pages=1–202|doi=10.1017/chol9780521069366.002|url-status=live}}</ref>
 
Jatuhnya Ray membuat Isfahan berada dalam ancaman. Meski 'Ala al-Dawla telah berusaha menawarkan jalan damai, namun Sultan Mahmud bersikukuh menaklukan seluruh Dinasti Buwaihi dan membebaskan Kekhalifahan Abbasiyah dari cengkramannya.<ref name=":8" /> Ketika Mas'ud, putra Sultan Mahmud, memasuki Isfahan pada tahun 1029, 'Ala al-Dawla melarikan diri ke Ahvaz,<ref name=":8" /> dan dapat dipastikan Ibnu Sina turut melarikan diri bersamanya.<ref name=":3" /> Saat peristiwa itu terjadi, dikabarkan rumah Ibnu Sina dijarah dan seluruh koleksi perpustakaannya diangkut ke Ghazni.<ref name=":3" />
 
Tidak lama 'Ala al-Dawla kembali ke Isfahan dan bersedia menjadi kerajaan bawahan Ghaznawiyah dengan upeti sebesar 200.000 dinar. Dan ketika Sultan Mahmud meninggal tahun 1930, 'Ala al-Dawla melepaskan diri dari Ghaznawiyah dan bahkan berhasil merebut Ray.<ref name=":3" /> Dengan jarak yang jauh dari Ghazni, ibukota Ghaznawiyah, untuk sementara Isfahan bebas dari gangguan.<ref name=":8" /> Menurut Soheil M. Afnan, urutan peristiwa politik selama periode ini saling bertentangan dan tanggalnya tidak bisa dipastikan.<ref name=":3" /> Satu hal yang pasti, pada tahun 1035, Sultan Mas'ud yang menjadi penguasa Ghaznawiyah kembali menyerang Isfahan. Dan perang ini terus berlangsung hingga kematian 'Ala al-Dawla pada tahun 1041.<ref name=":8" />
 
Ibnu Sina dikabarkan terus menemani 'Ala al-Dawla dalam setiap kesempatan, bahkan dalam perang sekalipun. Pada tahun-tahun terakhir inilah Ibnu Sina dikabarkan mulai jatuh sakit dan menderita kolik hebat.<ref name=":3" /> Meski Ibnu Sina sudah berusaha mengobati dirinya sendiri, namun penyakitnya tidak sepenuhnya lenyap. Kemudian, saat menemani 'Ala al-Dawla dalam ekspedisi, penyakit Ibnu Sina kembali kambuh. Pada saat itu Ibnu Sina menyadari bahwa kekuatan tubuhnya menyusut dengan cepat dan seolah menyadari kematiannya sudah dekat, dia meminta untuk menghentikan semua pengobatannya dan berkata, "Tidak ada gunanya lagi mencoba menyembuhkan penyakit saya."<ref name=":3" />
 
Setelah bertahan beberapa hari, tidak lama setelah mereka memasuki Hamadhan, Ibnu Sina meninggal dan dimakamkan di sana pada sekitar bulan Juni/Juli 1037 (Ramadhan 428 hijriah) dalam usia 58 tahun.
 
== Filsafat ==
{{Noref section}}
 
Ibnu Sina menulis secara ekstensif pada filsafat Islam awal, terutama mata pelajaran logika, etika, dan metafisika, termasuk risalah bernama Logika dan Metafisika. Sebagian dari karya-karyanya ditulis dalam bahasa Arab - maka bahasa ilmu di Timur Tengah - dan beberapa dalam bahasa Persia. Signifikansi linguistik bahkan sampai hari ini adalah beberapa buku yang ia tulis dalam bahasa Persia hampir murni (terutama Danishnamah-yi 'Ala', Filsafat untuk Ala 'ad-Dawla').