Kabupaten Kebumen: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 740:
: Deretan makam yang ada di kanan-kiri Syech Abdul Awwal. Sebelah barat Syech adalah makam putranya Abdul Rauf yang konon ceritanya ia selalu ingin mengungguli ayahnya, misal jika ia menimba air, bukannya menggunakan wadah yang rapat malah menggunakan keranjang yang berlubang, angina yang berhembus juga berusaha ia kekang dengan diikat memakai selendang, dan berbagai perbuatan Abdul Rauf yang mengesankan ia ingin mengungguli kesaktian ayahnya.
: Makam Syekh Abdul Kahfi Lemah Lanang berada di Desa [[Sumberadi, Kebumen, Kebumen|Sumberadi]], [[Kecamatan Kebumen]]. Jarak antara Makam Syekh Abdul Kahfi Lemah Lanang dengan Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu adalah sekitar 1,6 km. Syekh Abdul Kahfi Al Hasani adalah pendiri Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu, dan konon merupakan orang pertama yang dimakamkan di perbukitan Lemah Lanang di Desa [[Sumberadi, Kebumen, Kebumen|Sumberadi]], [[Kecamatan Kebumen]]. Terdapat bangunan cungkup setinggi 1 meter sebelah kanan, dan di kiri ada tembok tua dengan gapura paduraksa. Ada dua kubur yang masih bisa dikenali, yaitu makam R. Soemarsono, Wedono Salam yang wafat pada 1934, dan makam R. Ng. Wirjoatmodjo, Patih Pensiun Kebumen yang wafat pada 2 November 1924. Banyaknya sampah dedaunan kering menandai bahwa sudah lama anak keturunannya tidak menziarahinya.
3. '''Makam R.A. Tan Peng Nio Kalapaking''' ▼
4. '''Makam Tumenggung Kalapaking Kalijirek Kebumen'''▼
: Cungkup Makam Syekh Abdul Kahfi dengan risplang bercat hijau, dilihat dari samping makam Wedono Salam itu. Ada teras kecil di depan cungkup yang dicapai dengan menapaki undakan. Di sebelah kiri belakang cungkup makam Syekh Abdul Kahfi ada lagi cungkup lebih kecil dimana di dalamnya terdapat kubur dengan nisan bertulis Syaikh M Syafi’i. Tak jelas siapa orang ini, karena nama itu tidak saya temukan di dalam lembar fotokopi yang berisi sejarah Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu. Sedangkan Makam Syekh Abdul Kahfi berada di ujung paling kanan. Tak semua pemimpin Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu keturunan Syekh Abdul Kahfi dimakamkan di sini. Syekh Yusuf Al Hasani, keturunan keempat yang membuka pesantren di Krakit, Gowa, Sulawesi Selatan, diketahui meninggal dan dimakamkan di Somalia saat menyebarkan Islam di sana.
: Setelah Syekh Yusuf meninggal, putera sulungnya yang bernama Syekh Hasan Al Hasani juga pergi meninggalkan Somalangu menuju Krakit untuk meneruskan mengurus pesantren ayahnya di Krakit itu dan kemudian tinggal sampai wafat serta dimakamkan di sana. Oleh masyarakat setempat ia juga dikenal sebutan Syekh Hayatul Hukmi. Pusara Syekh Abdul Kahfi Al Hasani, pendiri Pondok Pesantren Al Kahfi Somalangu, Kebumen. Menurut riwayat, Syekh Abdul Kahfi meninggal dunia pada malam Jumat 15 Sya’ban 1018 H atau 12 November 1609 M dalam usia 185 tahun. Usia yang sangat panjang untuk ukuran orang kebanyakan pada saat ini, bahkan bagi orang jaman dulu sekalipun. Dalam makalah yang dibuat KH Afifuddin bin Chanif Al Hasani disebutkan bahwa Syekh Abdul Kahfi meninggal pada masa Panembahan Hanyakrawati, ayah Sultan Agung.
: Karena hubungan dengan Mataram baik, pada makam Syekh Abdul Kahfi sempat ada nisan berukir kereta kencana yang ditarik dua atau empat ekor kuda. Nisan itu kini tak lagi ada di sana. Syekh Abdul Kahfi dianggap sebagai peletak dasar berkembangnya agama Islam di wilayah Kebumen. Kedatangannya dari Hadramaut, Yaman, mendarat pertama kali di Pantai Karangbolong Kebumen pada 1448 M, dan beberapa hari setelah itu berhasil mengislamkan tiga desa berdekatan, yaitu Desa [[Candimulyo, Kebumen, Kebumen|Candimulyo]] dan Desa [[Candiwulan, Kebumen, Kebumen|Candiwulan]]. Pondok Pesantren Al Kahfi selain berpengaruh pada perkembangan kemajuan Islam di Kebumen, pengaruhnya juga menyebar sampai ke daerah lain di Jawa dan luar Jawa, seperti Cirebon, Sampang, Kediri, Blitar, Kudus, Demak, Banyumas, Purworejo, Solo, Yogya, Magelang, Semarang, Cilacap, Gowa, Maluku, dan bahkan sampai ke Pattani dan Somalia.
: Makam R.A. Tan Peng Nio Kalapaking atau R.A. K.R.A.T. terletak di Desa Desa [[Jatimulyo, Alian, Kebumen|Jatimulyo]]. Makamnya atau cungkup makamnya berbentuk khas bangunan Tionghoa. Selain itu makam tersebut berada sendirian di tengah sawah, pada posisi pondasi tanah yang lebih tinggi dari area di sekitarnya, sehingga terlihat menonjol. Tanda Benda Cagar Budaya yang sudah mulai pudar dipasang di sebelah kanan makam. Di sekitar tengara cagar budaya telah ditumbuhi tumbuhan alang-alang yang tinggi, menandai bahwa makam ini sudah lama tidak didatangi. Kijing Makam R.A. Tan Peng Nio berbentuk khas kubur Tionghoa yang lazim dikenal dengan sebutan Bong. Relief sepasang burung berkaki panjang terdapat di bagian atas nisan yang seolah sedang berebut sekuntum bunga putih gemuk, dan relief sepasang burung lebih besar berekor merak ada di sayap kanan kiri nisan.
: Di tengah nisan terdapat tulisan “R.A. K.R.A.T. Kalapaking III (R.A. Tan Peng Nio), istri R.M. Soleman Kertawangsa.” Lalu ada tulisan “Anak: K.R.T. Endang Kertawangsa, R.A. Mulat Ningrum” dan “Menantu: R.A. Jati Arum, R. Tjondro Dahono, R. Kertalaksana”, serta “Cucu: R. Kertawangsa Gandawijaya / Ki Pongge, R. Kertawangsa Tjandrawijaya / Ki Legowo, R.A. Eguningrum, R. Bintara Ajiwijaya, R. Harjo Jadmiko”. Tan Peng Nio adalah puteri Tan Wan Swee, seorang jenderal pelarian dari Tiongkok semasa dinasti Qing. Tan Wan Swee dikabarkan ikut dalam pemberontakan etnis Tionghoa bersama Mas Garendi yang dikenal sebagai peristiwa Geger Pecinan yang menyerbu Keraton Kartasura. Tan Wan Swee juga dianggap berpengaruh dalam membawa seni beladiri Kuntao (Konto) ke Kebumen.
: Pandangan samping pada cungkup Makam R.A. Tan Peng Nio Kalapaking dengan sebuah cungkup kecil di sisi kirinya. Di dalam cungkup kecil itu ada semacam altar dengan tulisa “Fu Shen” yang diukir pada dinding. Fu Shen adalah salah satu dari Tiga Dewa Fu Lu Shou (Dewa Rejeki, Bahagia, Panjang Usia). R.M. Soleman Kertawangsa atau Kalapaking III adalah penguasa Panjer yang memerintah tahun 1751 – 1790, dan R.A. Tan Peng Nio Kalapaking adalah salah satu isterinya. Keturunan R.A. Tan Peng Nio dan Kalapaking III tersebar di Kebumen, Purwokerto, Surabaya, dan mungkin juga di kota-kota lainnya. Sebuah tulisan menyebutkan bahwa keturunan R.A. Tan Peng Nio di Purwokerto ada yang mengajukan permohonan Serat Kekancingan ke Tepas Darah Dalem Kraton Yogyakarta
: Makam Tumenggung Kalapaking atau Kolopaking berada di sebuah perbukitan kecil di Desa [[Kalijirek, Kebumen, Kebumen|Kalijirek]], [[Kecamatan Kebumen]]. Di bagian depan kanan ada sebuah bangunan cukup besar, namun pintunya terkunci dan tak ada tengara pada pintunya. Lalu ada makam bersisian, yang sebelah kiri bertulis “Rd. Ng. Mangoenatmodjo wafat pada 10 Oktober 1928”, dan di sebelahnya makam bertulis “Rd Ayu Mangoenatmodjo wafat pada 31 Juli 1932”. Kedua makam itu terbuat dari batu pualam, nisannya berbentuk bunga dengan lingkaran di tengahnya.
: Lalu ada makam tunggal ukuran 2×2,5 meter dengan tinggi 1 m. Yang menarik adalah pada nisannya terdapat relief lambang bulan sabit bintang, dan bertulis huruf Arab dan Jawa. Untuk mencapai pintu Makam Tumenggung Kalapaking ini setidaknya ada 15 undakan yang harus dilewati. Pintunya terkunci, sehingga bisa masuk ke dalam hanya jika ditemani kuncen. Di atas pintu makam terdapat tengara Makam Tumenggung Kalapaking. Daun Pohon Kamboja kering tampak bertebaran di anak tangga, menunggu dibersihkan. Cungkup Makam Tumenggung Kalapaking berbentuk bangunan segi empat memanjang ke arah kiri dan di bagian sebelah kiri dindingnya tidak tertutup rapat, hanya dibatasi dengan kisi-kisi. Dari atas kisi-kisi itu pejalan masih bisa melongok ke dalam area makam dan melihat isinya meskipun tidak bisa masuk ke dalam cungkup mendekati kuburnya.
: Di dalam makam terdapat silsilah Kalapaking. Dimulai dari Dewi Retno Pembayun, puteri Panembahan Senopati, yang menikah dengan Ki Ageng Mangir Wonoboyo dan berputra RM Madusena, lalu berputra RM Badranala, berputra RM Kertasuta, berputra Kyai Curiga, dan berputra RT Kalapaking I (R Kertawangsa). Dewi Retno Pembayun wafat setelah melahirkan RM Maduseno, dan Ki Ageng Mangir dibunuh oleh Panembahan Senopati saat menghadap. Kalapaking I menikahi BRAJ Mulat (Kletingabang, puteri Amangkurat I), berputra RT Kalapaking II (RM Mandingan), berputra Kalapaking III (RM Suleman Kertawangsa), berputra RT Kalapaking IV (RM Endang Kertawangsa). Kedua makam ini berada di dalam cungkup kecil bertabir kelambu putih. Hanya ada satu cungkup kecil ini di dalam ruangan Makam Tumenggung Kalapaking itu. Makam lainnya tidak bercungkup. Pada kijing makam sebelah kiri bertulis “Raden Toemenggoeng Kalapaking” dan makam di sebelah kanan bertulis “Raden Toemenggoeng Kalapaking 4”.
: Ketika Keraton Plered Mataram diduduki Trunojoyo, Amangkurat I lari hingga tiba di Panjer dalam keadaan sakit dan diterima oleh R. Kertawangsa. Kertawangsa memberinya air kelapa tua (kelapa aking) yang membuat keadaan Amangkurat I berangsur baik. Amangkurat I pun menganugerahkan gelar Tumenggung Kelapa Aking kepada R. Kertawangsa. Alkisah, Kalapaking IV yang mendukung Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa berhadapan dengan Aroeng Binang IV yang berada di pihak Keraton Surakarta yang didukung Belanda. Konon Kalapaking IV bertempur satu lawan satu melawan Aroeng Binang IV hingga Tumenggung Kalapaking IV terluka lengannya oleh tombak pusaka Tumenggung Aroeng Binang IV.
: Kalapaking IV wafat dan dimakamkan di Kalijirek. Aroeng Binang IV menjadi penguasa Panjer dan membangun pendopo Kebumen pertama. Perseteruan berakhir ketika Belanda mengangkat keturunan Kalapaking, yaitu Ki Atmodipuro menjadi Bupati Banjarnegara dan Ki Sukadis menjadi Bupati Karanganyar, keduanya tidak menggunakan gelar Kalapaking. Tumenggung Aroeng Binang IV sendiri wafat tanpa memiliki keturunan, sehingga kedudukannya di Panjer digantikan oleh Aroeng Binang V, ipar Aroeng Binang IV namun masih keturunan langsung Kyai Hanggayuda, ayah (atau paman) Aroeng Binang I. Kebumen selanjutnya dipimpin oleh keturunan Aroeng Binang hingga Jepang masuk pada 1942.
: Di kiri Kijing RT Kalapaking adalah kijing RT Kalapaking II, lalu kijing Nyai Kretowongso Mandingan dan kijing Makam Nyai Tumenggung Kalapaking IV. Ada pula kijing Makam RT Kalapaking III (Kretowongso Soeleman), dan kubur puteranya. Agak terpisah terdapat makam putera colecteur Karanganyar R.M. Soedarmo, dan kijing makam Nyai Resowidjojo. Kondisi Makam Tumenggung Kalapaking dalam keadaan cukup baik. Hanya saja tidak dibersihkan secara teratur sehingga agak berdebu. Pembersihan dan perawatan makam leluhur memang lebih afdol jika dilakukan oleh anak keturunan sendiri, bukan oleh kuncen atau orang bayaran, karena hubungan batin dan darah tak akan pernah bisa ditukar dengan uang.
=== Wisata Air Terjun ===
|