Surau Latiah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 27:
Keberadaan Surau Latiah berkaitan dengan figur Syekh Sihalahan, seorang [[ulama Minangkabau]] yang mendakwahkan Islam di daerah Solok dan sekitarnya. Ia bernama asli Husin bin Mahmud, sedangkan Sihalahan merujuk pada nama daerah di [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]], tempat ia dulunya pernah berdakwah sebelum pindah ke Solok. Semasa hidupnya, Syekh Sihalahan pernah belajar di berbagai tempat, terakhir ia berguru kepada Syekh Aminullah, cucu dari [[Syekh Supayang]]. Saat berdakwah di Solok, ia mendapat hambatan dari kakaknya sendiri, seorang pemuka adat bergelar Datuk Bandaro dengan jabatan Angku Lareh. Jabatan ini membuat kakaknya cenderung berpihak kepada Belanda.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|Masjid-masjid Kuno...|2006|pp=22-23}}{{sfn|BPCB Sumatra Barat|2018|pp=8-12}}
 
Berdasarkan penelusuran [[Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala]] (BP3) Batusangkar, Surau Latiah didirikan pada 1902. Surau ini merupakan salah satu bangunan ibadah umat Muslim tertua di Kota Solok. Secara fisik, bentuk bangunan surau berbentuk menyerupai [[rumah gadang]] dengan atap gonjong. Satu-satunya komponen ruang yang mencirikan sebagai tempat peribadatan adalah [[mihrab]] di bagian tengah sisi barat.{{sfn|Pemerintah Kota Solok|2018|pp=8-9}}
 
Ketika berdiri, Surau Latiah awalnya hanya berdinding bambu yang dianyam atau disebut ''sasak'' dan beratapkan ijuk. Setelah Syekh Sihalahan meninggal pada 9 Muharram 1336 (sekitar Juli 1917), dinding dinding bangunan diberi plester dengan semen. Bagian lantai dan loteng telah diganti dengan material baru pada 1997 oleh BP3 Batusangkar. Pada bagian tiang dalam masjid (asli) sudah dilapisi oleh ahli waris dengan papan guna perkuatan dan pencegahan terhadap rayap.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|situsbudaya.id|2 Februari 2016}}