== Sejarah ==
Keberadaan Surau Latiah berkaitan dengan figur Syekh Sihalahan, seorang [[ulama Minangkabau]] yang berdakwah di daerah Solok dan sekitarnya. Ia bernama asli Husin bin Mahmud, sedangkan. Sihalahan merujuk pada nama daerah di [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]], tempat ia dulunya pernah berdakwah sebelum pindah ke Solok. Semasa hidupnya, Syekh Sihalahan pernah belajar di berbagai tempat, terakhir ia berguru kepada Syekh Aminullah, cucu dari [[Syekh Supayang]]. Saat berdakwah di Solok, ia mendapat hambatan dari kakaknya sendiri, seorang pemuka adat bergelar Datuk Bandaro dengan jabatan Angku Lareh. Jabatan ini membuat kakaknya cenderung berpihak kepada Belanda.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|Masjid-masjid Kuno...|2006|pp=22-23}}{{sfn|BPCB Sumatra Barat|2018|pp=8-12}}
Berdasarkan penelusuran [[Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala]] (BP3) Batusangkar, Surau Latiah didirikan pada 1902. Surau ini merupakan salah satu bangunan ibadah umat Muslim tertua di Kota Solok.{{sfn|Pemerintah Kota Solok|2018|pp=8}} Secara fisik, bentuk bangunan surau menyerupai [[rumah gadang]] dengan atap gonjong. Satu-satunya komponen ruang yang mencirikan sebagai tempat peribadatan adalah [[mihrab]] di bagian tengah sisi barat.{{sfn|Pemerintah Kota Solok|2018|pp=8-9}}
KetikaPada berdiriawal berdirinya, Surau Latiah awalnya hanya berdinding bambu yang dianyam atau disebut ''sasak'' dan beratapkan ijuk. Setelah Syekh Sihalahan meninggal pada 9 Muharram 1336 (26 Oktober 1917), dinding dinding bangunan diberi plester dengan semen. Bagian lantai dan loteng telah diganti dengan material baru pada 1997 oleh BP3 Batusangkar. Pada bagianBagian tiang dalam masjid (yang asli) sudah dilapisi oleh ahli waris dengan papan guna perkuatan dan pencegahan terhadap rayap.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|situsbudaya.id|2 Februari 2016}}
SelainSurau Latiah dulunya digunakan sebagai tempat ibadah dan, menuntut ilmu, Suraudan Latiah dahulunya digunakan sebagai tempat ibadahkegiatan [[suluk]]. Suluk merupakan ajaran [[tasawuf]] dalam Islam yang artinya jalan atau cara untuk mendekatkan diri pada Allah. Tidak semua surau bisa menjadi tempat suluk, karena terbatasnya ulama yang bisa membimbing orang-orang yang ingin melakukan ibadah suluk. Para peserta suluk di Surau Latiah berasal dari berbagai daerah, seperti: [[Kabupaten Tanah Datar|Tanah Datar]], [[Kota Padang Panjang|Padang Panjang]], dan [[Kabupaten Sijunjung|Sijunjung]]. Namun, tradisi bersuluk di surau ini sudah tidak dilakukan lagi, terakhir kali dilakukan pada 2003.{{sfn|BPCB Sumatra Barat|2018|pp=3-7}}{{sfn|Albert Rahman Putra|29 Juni 2014}}
== Konstruksi ==
Denah bangunan Surau Latiah berukuran panjang 21,5 meter dan lebar 11 meter.{{sfn|Masjid-masjid Kuno...|2006|pp=22-23}} Dinding bangunan terbuat dari kayu yang dikombinasikan dengan plester (pasir dan semen). Bagian atap berbentuk gonjong dengan bahan terbuat dari seng, sedangkan kerangkanya terbuat dari kayu dan bambu. Atap ditopang oleh 12 tiang.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|situsbudaya.id|2 Februari 2016}}
Pintu masuk berada di sisi utara dan di sisi timur. TerdapatBukaan bukaan beruaberupa jendela terdapat di sisi selatan, sisi barat, dan sisi timur. RuangannyaRuangan bangunan terbagi atas ruang salat dan beberapa kamar yang digunakan untuk kegiatan [[suluk]]. Kamar tersebut berada pada sisi timur dari ruang utama yang pintunya tidak penuh hingga ke bagian bawah, dan sebuah ruangan dengan pintu penuh hingga ke bagian bawah.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|situsbudaya.id|2 Februari 2016}}
Mihrab menjorok keluar bangunan dan membujur dari arah utara ke selatan. Pada bagian atas pintu dan jendela terdapat hiasan kerawang. Hiasan tersebut berbentuk setengah lingkaran dengan motif suluran yang di tengahnya terdapat lambang mahkota. Motif mahkota terbentuk sebagai pengaruh yang dibawa oleh bangsa [[Belanda]].{{sfn|Pemerintah Kota Solok|2018|pp=8-9}}{{sfn|situsbudaya.id|2 Februari 2016}}
|