Angkor Wat: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 73:
Salah seorang di antara musafir-musafir Barat pertama yang sampai ke situs Angkor Wat adalah [[António da Madalena]]. Padri [[Portugal|Portugis]] yang berkunjung pada tahun 1586 ini mengungkapkan bahwa Angkor Wat "adalah bangunan yang sungguh luar biasa sampai-sampai mustahil digambarkan lewat tulisan, terutama karena tidak ada satu pun bangunan lain di dunia ini yang menyerupainya. Bangunan ini dilengkapi menara-menara, hiasan-hiasan, dan segala macam keindahan yang dapat dibayangkan manusia."<ref>Higham, ''The Civilization of Angkor'' hlmn. 1–2.</ref>
 
Pada tahun 1860, Angkor Wat secara efektif ditemukan [[Henri Mouhot]], naturalis sekaligus penjelajah berkebangsaan Prancis yang memopulerkan situs ini di Dunia Barat lewat penerbitan catatan perjalanannya. Ia mengungkapkan di dalam catatannya sebagai berikut:
{{cquotequote|Salah satu di antara kuil-kuil tersebut yang sebandingsetanding dengan [[Solomon'sBait TempleSalomo|Haikal Sulaiman]] dan seakan-akan dibangun oleh seorang [[Michelangelo]] purba, – inisehingga mungkinlayaklah layakkiranya disejajarkan gedung-gedung kita yang paling indah. Kuil ini lebih megah daripada segala peninggalan [[Yunani Kuno|Yunani]] maupun [[Romawi Kuno|Romawi]], dan malangnyasayangnya kontras sekali dengan peri kehidupan barbar yang sekarangkini menjerat bangsa ini.<ref>QuotedDikutip indi dalam [http://www.cambodianview.com/documents/articles/Brief_Presentation.pdf BriefPresentasi singkat Presentationdari byYang VenerableMulia Vodano Sophan Seng] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20060823131709/http://www.cambodianview.com/documents/articles/Brief_Presentation.pdf |date=23 Agustus 2006 }}</ref>}}<!--
 
There were no ordinary dwellings or houses or other signs of settlement, including cooking utensils, weapons, or items of clothing usually found at ancient sites. Instead, there is only evidence of the monuments themselves.<ref name="Southeast Asia 1995 p. 67-99">''Time Life Lost Civilizations series: Southeast Asia: A Past Regained'' (1995). pp. 67–99</ref>