Angkor Wat

bangunan kuil di Kamboja

Angkor Wat (aksara Khmer: អង្គរវត្ត, artinya "kota candi" atau "kota percandian")[2] adalah bangunan keagamaan (percandian) terbesar di dunia dari segi luas areal[3] karena menempati lahan seluas 162,6 hektar (1,626 km²).[4] Angkor Wat dibangun pada awal abad ke-12 sebagai candi kenegaraan oleh Raja Suryawarman II[5] di Yasodarapura (aksara Khmer: យសោធរបុរៈ, sekarang Angkor), ibu kota Kerajaan Kambujadesa.[6][7] Candi pendarmaan Raja Suryawarman II ini pada mulanya adalah candi agama Hindu yang dibaktikan kepada Dewa Wisnu, kemudian dialihfungsikan menjadi candi agama Buddha menjelang akhir abad ke-12.[7][8]

Angkor Wat
អង្គរវត្ត
Sisi depan percandian
Angkor Wat di Kamboja
Angkor Wat
Lokasi di Kamboja
Nama alternatifNokor Wat
LokasiSiem Reap, Kamboja
Koordinat13°24′45″N 103°52′01″E / 13.41250°N 103.86694°E / 13.41250; 103.86694
Sejarah
PendiriDiprakarsai Raja Suryawarman II
DidirikanAwal abad ke-12[1]
BudayaKerajaan Kambujadesa
Nama resmi: Angkor
JenisBudaya
Kriteriai, ii, iii, iv
Ditetapkan1992 (Persidangan ke-16)
No. Referensi668
KawasanAsia-Pasifik

Sebagai candi paling terawat di situs arkeologi Angkor, Angkor Wat adalah satu-satunya bangunan yang masih difungsikan sebagai pusat kegiatan religius sejak didirikan. Mahakarya arsitektur Khmer langgam klasik ini merupakan salah satu situs peziarahan utama umat Buddha Kamboja maupun umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.[9] Candi ini sudah menjadi lambang negara Kamboja,[10] corak hias bendera Kamboja, dan daya tarik wisata utama di Kamboja.[11] Angkor Wat juga turut berjasa mentransformasi Kamboja menjadi sebuah negara Buddha.[8]

Angkor Wat merupakan perpaduan dua langgam utama bangunan candi Khmer, yakni langgam candi gunungan dan langgam candi berserambi. Angkor Wat dirancang sebagai lambang Mahameru, persemayaman para dewa menurut kosmologi Hindu-Buddha. Percandian yang dikelilingi waduk sepanjang lebih dari 5 kilometer (3 mil)[12] dan dipagari tembok sepanjang 3,6 kilometer (2,2 mil) ini memiliki tiga serambi persegi panjang dengan ketinggian yang berbeda-beda satu sama lain. Di tengah-tengah percandian berdiri lima candi menara dalam tatanan pancayatana. Berbeda dari candi-candi Angkor pada umumnya, Angkor Wat dibangun menghadap ke barat. Belum ada kesepakatan di kalangan para ahli mengenai alasan yang melatarbelakangi perbedaan tersebut. Percandian ini dikagumi karena kemegahan tampilan maupun keselarasan tata bangunannya, relief-relief rendahnya yang berlimpah ruah, serta arca-arca para Buddha dan dewa yang terpahat pada dinding-dindingnya.

Etimologi

sunting

Nama Khmer modern untuk percandian ini, yakni Angkor Wat (aksara Khmer: អង្គរវត្ត) atau Nokor Wat (aksara Khmer: នគរវត្ត),[13] berarti "kota candi" atau "kota percandian". Angkor (aksara Khmer: អង្គរ) adalah lafalan daerah setempat untuk kata nokor (aksara Khmer: នគរ), yang berarti "kota" atau "ibu kota". Kata nokor berasal dari kata nagara (aksara Dewanagari: नगर) dalam bahasa Sanskerta atau bahasa Pali yang berarti "kota".[14] Wat (aksara Khmer: វត្ត) artinya "lingkungan candi", dari kata wāṭa (aksara Dewanagari: वाट) dalam bahasa Sanskerta atau bahasa Pali yang berarti "lingkungan".[2]

Nama aslinya adalah Wrah Wisnuloka atau Parama Wisnuloka (aksara Dewanagari: परमविष्णुलोक; aksara Khmer: បរមវិស្ណុលោក, Barom Wisnulōk), yakni nama anumerta Raja Suryawarman II.[8][15]

Sejarah

sunting
 
Raja Suryawarman II, pembangun Angkor Wat

Angkor Wat terletak 5,5 kilometer (3,4 mil) di sebelah utara kota modern Siem Reap, tidak jauh di sebelah selatan dan sedikit ke timur dari bekas ibu kota Kerajaan Kambujadesa yang berpusat di candi Baphuon. Angkor Wat adalah situs terselatan di dalam lingkup kawasan utama situs-situs arkeologi Angkor.[butuh rujukan]

Menurut mitos, Angkor Wat dibangun atas perintah Dewa Indra untuk dijadikan istana putranya, Preca Ket Mealea.[16] Menurut keterangan musafir Tiongkok dari abad ke-13, Zhou Daguan, ada pihak-pihak yang percaya bahwa Angkor Wat dibangun hanya dalam semalam oleh dewa undagi.[17]

Tahap awal perancangan dan pengerjaan Angkor Wat terlaksana pada paruh pertama abad ke-12, pada masa pemerintahan Raja Suryawarman II (memerintah tahun 1113 sampai kira-kira tahun 1150). Bertolak belakang dengan kebijakan raja-raja pendahulunya yang menganut aliran Saiwa, Suryawarman II membaktikan Angkor Wat kepada Dewa Wisnu. Percandian ini dibangun untuk digunakan sebagai kuil kenegaraan sekaligus ibu kota kerajaan. Nama asli Angkor Wat tidak diketahui, karena tidak ditemukan yupa prasasti maupun prasasti-prasasti lain dari masa pembangunannya yang menyebut-nyebut keberadaan percandian ini, tetapi mungkin saja namanya adalah "Warah Wisnulok", seperti nama dewa yang dipuja di dalamnya. Kegiatan pembangunan tampaknya terhenti tidak lama sesudah sang raja mangkat, terbukti dari sejumlah ukiran relief rendah yang belum rampung dikerjakan.[18] Istilah Wrah Wiṣṇuloka atau Parama Wiṣṇuloka secara harfiah berarti "raja yang sudah berpindah ke kahyangan luhur Dewa Wisnu". Istilah tersebut adalah gelar anumerta yang diberikan kepada Suryawarman II dengan maksud mengabadikan kegemilangan dan kenangan akan dirinya.[15]

Pada tahun 1177, kira-kira 27 tahun sesudah Suryawarman II mangkat, kota Angkor diserbu bangsa Campa, musuh bebuyutan bangsa Khmer.[19] Kedaulatan negara Kambujadesa dipulihkan raja baru, Jayawarman VII. Sang raja mendirikan ibu kota dan candi kenegaraan baru beberapa kilometer di sebelah utara Angkor Wat, yakni kota Angkor Thom dan candi Bayon, yang ia baktikan untuk kepentingan agama Buddha, karena merasa sudah dikecewakan dewa-dewi Hindu. Angkor Wat juga sedikit demi sedikit diubah menjadi sebuah situs agama Buddha, dan banyak ukiran bertema Hindu diganti dengan karya seni agama Buddha.[20]

Muka bangunan Angkor Wat, digambar Henri Mouhot sekitar tahun 1860
Sketsa Angkor Wat, digambar Louis Delaporte sekitar tahun 1880

Menjelang akhir abad ke-12, sedikit demi sedikit Angkor Wat diubah dari sebuah pusat peribadatan agama Hindu menjadi pusat peribadatan agama Buddha. Fungsi baru ini bertahan sampai sekarang.[7] Tidak seperti candi-candi Angkor lainnya, Angkor Wat tidak pernah sepenuhnya ditinggalkan orang, kendati sebagaian besar bangunannya sudah telantar selepas abad ke-16.[21] Empat belas prasasti dari abad ke-17 yang ditemukan di area Angkor membuktikan bahwa para peziarah Buddha dari Jepang pernah mendirikan permukiman-permukiman kecil yang berdampingan dengan kampung-kampung pribumi Khmer.[22] Para musafir Jepang pada masa itu menyangka Angkor Wat adalah Jetawana, taman Sang Buddha yang sesungguhnya terletak di Kerajaan Magada, India.[23] Yang paling terkenal adalah prasasti yang menyebutkan bahwa Ukondayu Kazufusa merayakan Tahun Baru Khmer di Angkor Wat pada tahun 1632.[24]

Salah seorang di antara musafir-musafir Barat pertama yang sampai ke situs Angkor Wat adalah António da Madalena. Padri Portugis yang berkunjung pada tahun 1586 ini mengungkapkan bahwa Angkor Wat "sungguh bangunan yang luar biasa sampai-sampai mustahil digambarkan lewat tulisan, terutama karena tidak ada satu pun bangunan lain di dunia ini yang menyerupainya. Bangunan ini dilengkapi menara-menara, hiasan-hiasan, dan segala macam keindahan yang dapat dibayangkan manusia."[25]

Pada tahun 1860, Angkor Wat secara efektif ditemukan Henri Mouhot, naturalis sekaligus penjelajah berkebangsaan Prancis yang memopulerkan situs ini di Dunia Barat lewat penerbitan catatan perjalanannya. Ia mengungkapkan di dalam catatannya sebagai berikut:

Salah satu di antara kuil-kuil tersebut setanding dengan Haikal Sulaiman dan seakan-akan dibangun oleh seorang Michelangelo purba, sehingga layaklah kiranya disejajarkan gedung-gedung kita yang paling indah. Kuil ini lebih megah daripada segala peninggalan Yunani maupun Romawi, dan sayangnya kontras sekali dengan peri kehidupan barbar yang kini menjerat bangsa ini.[26]

Tidak ada bekas-bekas tempat tinggal biasa, rumah-rumah, maupun jejak-jejak permukiman, termasuk perabot masak, senjata, atau barang-barang sandang yang lazim ditemukan di situs-situs kuno. Yang ada hanya monumen-monumen.[27]

 
Replika Angkor Wat yang seukuran asli di ajang Pameran Raya Kolonial Paris tahun 1931 ini mempertontonkan keluhuran budaya negara Kamboja yang saat itu menjadi negara protektorat Prancis

Warisan artistik Angkor Wat dan monumen-monumen Khmer lainnya di daerah Angkor mendorong Prancis menjadikan Kamboja sebagai salah satu negara protektoratnya pada tanggal 11 Agustus 1863, dan menginvasi Siam agar dapat sepenuhnya menguasai reruntuhan monumen-monumen tersebut. Langkah Prancis ini memampukan negara Kamboja untuk mendaulat kembali daerah-daerah di ujung barat laut wilayahnya yang dijajah bangsa Siam sejak tahun 1351 Masehi menurut Manich Jumsai (2001) atau sejak tahun 1431 Masehi menurut sumber-sumber lain.[28]

Keindahan Angkor Wat dipertontonkan di museum cor-coran lepa Louis Delaporte yang diberi nama musée Indo-chinois di gedung pameran Palais du Trocadéro dari sekitar tahun 1880 sampai pertengahan era 1920-an.[29]

Pada abad ke-20, Angkor Wat menjalani pemugaran besar-besaran.[30] Sedikit demi sedikit, tim-tim pekerja dan arkeolog membabat hutan yang sudah menjalari batu-batu gedung Angkor Wat, sehingga sinar matahari kembali menerangi sudut-sudut gelap kuil itu. Angkor Wat memikat perhatian dan imajinasi sejumlah besar orang Eropa ketika paviliun Kamboja Protektorat Prancis, sebagai bagian dari Indocina Prancis, memamerkan replika Angkor Wat seukuran aslinya di ajang Pameran Kolonial Paris pada tahun 1931.[31]

Kamboja beroleh kemerdekaan dari Prancis pada tanggal 9 November 1953, dan sejak saat itu meguasai Angkor Wat. Boleh dikata sejak zaman kolonial sampai dinominasikan sebagai Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1992, Angkor Wat sudah menjadi unsur penting dalam pembentukan konsep modern warisan-budaya-terbangun yang lama-kelamaan mengglobal.[32]

 
Lubang-lubang bekas peluru yang ditembakkan pasukan Khmer Merah dan pasukan Vietnam di Angkor Wat

Kegiatan pemugaran sempat macet akibat meletusnya Perang Saudara Kamboja dan berkuasanya rezim Khmer Merah pada era 1970-an dan 1980-an, tetapi kerusakan yang timbul pada kurun waktu tersebut relatif sedikit. Pasukan-pasukan Khmer Merah yang berkemah di situs Angkor Wat mengambil segala macam kayu yang tertinggal di bangunan tersebut untuk dijadikan kayu bakar, dan tembak-menembak di antara pasukan Khmer Merah dan pasukan Vietnam mengakibatkan cacatnya sebuah relief akibat terhujam peluru nyasar. Kerusakan yang lebih besar justru timbul seusai perang, akibat ulah para pencuri benda seni yang berpangkalan di Muangthai. Pada akhir dasawarsa 1980-an dan awal dasawarsa 1990-an, para pencuri tersebut menggasak hampir semua kepala arca yang dapat diangkut keluar dari situs Angkor Wat, termasuk kepala-kepala arca hasil rekonstruksi.[33]

Candi ini adalah salah satu lambang penting negara Kamboja, dan merupakan sumber utama kebanggaan nasional yang menjadi unsur penting di dalam hubungan diplomatik Kamboja dengan Prancis, Amerika Serikat, dan Muangthai. Gambar Angkor Wat sudah menjadi bagian dari berbagai versi bendera Kamboja, mulai dari versi pertama yang diperkenalkan sekitar tahun 1863.[34] Meskipun demikian, dari sudut pandang historis dan bahkan lintas-budaya yang lebih luas, candi Angkor Wat tidak menjadi sebuah lambang kebanggaan nasional dengan sendirinya, tetapi terjadi lewat suatu proses politik-budaya yang lebih besar sebagai bagian dari warisan sejarah kolonial Prancis, karena pemerintah kolonial Prancislah yang mengantarkan Angkor Wat ke pentas dunia lewat pameran-pameran dunia maupun pameran negeri-negeri jajahan Prancis yang digelar di Paris dan Marseille antara tahun 1889 sampai 1937.[35]


Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Editors, History com. "Angkor Wat". History.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 April 2021. 
  2. ^ a b Cambodian-English Dictionary by Robert K. Headley, Kylin Chhor, Lam Kheng Lim, Lim Hak Kheang, and Chen Chun (1977, Catholic University Press)
  3. ^ Society, National Geographic (1 Maret 2013). "Angkor Wat". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-07. Diakses tanggal 23 April 2020. 
  4. ^ "Largest religious structure". Guinness World Records. Diakses tanggal 29 April 2016. 
  5. ^ Higham, C. (2014). Early Mainland Southeast Asia. Bangkok: River Books Co., Ltd. hlm. 372, 378–379. ISBN 978-616-7339-44-3. 
  6. ^ Atlas of the World's Religions. Oxford university press. 2007. hlm. 93. 
  7. ^ a b c Ashley M. Richter (8 September 2009). "Recycling Monuments: The Hinduism/Buddhism Switch at Angkor". CyArk. Diakses tanggal 7 Juni 2015. 
  8. ^ a b c "Angkor Wat". www.apsaraauthority.gov.kh. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-24. Diakses tanggal 7 Februari 2021. 
  9. ^ "Angkor Wat | Description, Location, History, Restoration, & Facts". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 19 Januari 2021. 
  10. ^ "Government : Cambodia". CIA World Factbook. 
  11. ^ "Cambodia's Angkor Wat Breaking Records for Visitors Again | News from Tourism Cambodia". Tourism of Cambodia. 
  12. ^ Jarus, Owen (5 April 2018). "Angkor Wat: History of Ancient Temple". Live Science. Purch. Diakses tanggal 28 Juli 2018. 
  13. ^ Kamus bahasa Khmer, bersumber dari kamus bahasa Khmer institut agama Buddha Kamboja, hlm. 1424, terbit tahun 2007
  14. ^ Kamus Bahasa Khmer Chuon Nath (1966, Institut Agama Buddha, Phnom Penh)
  15. ^ a b Falser, Michael (16 Desember 2019). Angkor Wat – A Transcultural History of Heritage: Jilid 1: Angkor in France. From Plaster Casts to Exhibition Pavilions. Jilid 2: Angkor in Cambodia. From Jungle Find to Global Icon (dalam bahasa Inggris). Walter de Gruyter GmbH & Co KG. hlm. 12. ISBN 978-3-11-033584-2. 
  16. ^ J. Hackin; Clayment Huart; Raymonde Linossier; H. de Wilman Grabowska; Charles-Henri Marchal; Henri Maspero; Serge Eliseev (1932). Asiatic Mythology:A Detailed Description and Explanation of the Mythologies of All the Great Nations of Asia. hlm. 194. ISBN 978-81-206-0920-4. 
  17. ^ daguan Zhou (2007). A Record of Cambodia: The Land and Its People. Translated by Peter Harris. Silkworm Books. 
  18. ^ "Angkor Wat, 1113–1150". The Huntington Archive of Buddhist and Related Art. College of the Arts, The Ohio State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-01-06. Diakses tanggal 27 April 2008. 
  19. ^ Coedès, George (1968). Walter F. Vella, ed. The Indianized States of Southeast Asia. penerjemah. Susan Brown Cowing. University of Hawaii Press. hlm. 164. ISBN 978-0-8248-0368-1. 
  20. ^ "Angkor Wat | Description, Location, History, Restoration, & Facts". Encyclopedia Britannica. Diakses tanggal 7 February 2021. 
  21. ^ Glaize, The Monuments of the Angkor Group hlm. 59.
  22. ^ Masako Fukawa; Stan Fukawa (6 November 2014). "Japanese Diaspora – Cambodia". Discover Nikkei. Diakses tanggal 18 Oktober 2015. 
  23. ^ Abdoul-Carime Nasir. "Au-dela du plan Japonais du XVII siècle d'Angkor Vat, (A XVII century Japanese map of Angkor Wat)" (PDF). Bulletin de l'AEFEK (dalam bahasa Prancis). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-12-23. Diakses tanggal 18 Oktober 2015. 
  24. ^ "History of Cambodia, Post-Angkor Era (1431 – present day)". Cambodia Travel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-11. Diakses tanggal 18 Oktober 2015. 
  25. ^ Higham, The Civilization of Angkor hlmn. 1–2.
  26. ^ Dikutip di dalam Presentasi singkat dari Yang Mulia Vodano Sophan Seng Diarsipkan 23 Agustus 2006 di Wayback Machine.
  27. ^ Time Life Lost Civilizations series: Southeast Asia: A Past Regained (1995). hlmn. 67–99
  28. ^ Penny Edwards (2007).Cambodge: The Cultivation of a Nation, 1860–1945 ISBN 978-0-8248-2923-0
  29. ^ Falser, Michael (2013). From Gaillon to Sanchi, from Vézelay to Angkor Wat. The Musée Indo-Chinois in Paris: A Transcultural Perspective on Architectural Museums..
  30. ^ Glaize hlm. 59.
  31. ^ Kuster, Brigitta. "On the international colonial exhibition in Paris 1931 | transversal texts". transversal.at. Diakses tanggal 23 April 2020. 
  32. ^ Falser, Michael: Clearing the Path towards Civilization – 150 Years of "Saving Angkor". Dalam: Michael Falser (penyunting) Cultural Heritage as Civilizing Mission. From Decay to Recovery. Springer: Heidelberg, New York, hlmn. 279–346.
  33. ^ Russell Ciochon; Jamie James (14 October 1989). "The Battle of Angkor Wat". New Scientist. hlm. 52–57. Diakses tanggal 22 November 2015. 
  34. ^ Bendera-Bendera di Dunia, Sejarah Bendera Kamboja
  35. ^ Falser, Michael (2011). Krishna and the Plaster Cast. Translating the Cambodian Temple of Angkor Wat in the French Colonial Period Diarsipkan 2012-02-10 di Wayback Machine..

Kepustakaan

sunting
  • Albanese, Marilia (2006). The Treasures of Angkor (Sampul kertas). Vercelli: Penerbit White Star. ISBN 978-88-544-0117-4. 
  • Briggs, Lawrence Robert (1951, cetak ulang tahun 1999). The Ancient Khmer Empire. White Lotus. ISBN 974-8434-93-1.
  • Falser, Michael (2020). Angkor Wat – A Transcultural History of Heritage. Jilid 1: Angkor in France. From Plaster Casts to Exhibition Pavilions. Jilid 2: Angkor in Cambodia. From Jungle Find to Global Icon. Berlin-Boston DeGruyter ISBN 978-3-11-033584-2
  • Forbes, Andrew; Henley, David (2011). Angkor, Eighth Wonder of the World. Chiang Mai: Cognoscenti Books. ASIN B0085RYW0O
  • Freeman, Michael and Jacques, Claude (1999). Ancient Angkor. River Books. ISBN 0-8348-0426-3.
  • Higham, Charles (2001). The Civilization of Angkor. Phoenix. ISBN 1-84212-584-2.
  • Higham, Charles (2003). Early Cultures of Mainland Southeast Asia. Art Media Resources. ISBN 1-58886-028-0.
  • Hing Thoraxy. Achievement of "APSARA": Problems and Resolutions in the Management of the Angkor Area.
  • Jessup, Helen Ibbitson; Brukoff, Barry (2011). Temples of Cambodia – The Heart of Angkor (Sampul keras). Bangkok: River Books. ISBN 978-616-7339-10-8. 
  • Petrotchenko, Michel (2011). Focusing on the Angkor Temples: The Guidebook, 383 halaman, Penerbit Percetakan Amarin, edisi ke-2, ISBN 978-616-305-096-0
  • Ray, Nick (2002). Lonely Planet guide to Cambodia (edisi ke-4). ISBN 1-74059-111-9.

Pranala luar

sunting