Ratjih Natawidjaja: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 71:
== Masa Revolusi Nasional Indonesia ==
Pada tanggal 17 Agustus 1945, [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya]] setelah dijajah oleh Jepang. Suaminya kemudian dibebaskan oleh pemerintah yang baru berdiri setelah tiga tahun dipenjara oleh Jepang. Proklamasi kemerdekaan dibarengi dengan kedatangan tentara Belanda yang berupaya untuk menjajah Indonesia kembali, sehingga keluarga Ratjih ikut dalam perjuangan bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=226-227}}
Selama Revolusi Nasional Indonesia, Ratjih tinggal di Bandung dan terlibat aktif dalam dapur umum, Palang Merah Indonesia (PMI), dan laskar wanita yang dipimpin oleh Suyatin Arudji Kartawinata. Ratjih membantu memberikan dukungan logistik bagi para pejuang yang berperang melawan tentara Belanda dan mengurus akomodasi keluarga yang sedang mengikuti ''long march'' dari Jawa Barat. Bandung kemudian dibumihanguskan oleh pejuang Indonesia, sehingga Ratjih harus pindah ke Tasikmalaya. Dari Tasikmalaya, Ratjih mengikuti suaminya, Husein Kartasasmita, yang saat itu bekerja di Kementerian Pertahanan dan ditugaskan untuk mempersiapkan pemindahan kantor Kementerian Pertahanan ke Yogyakarta. Yogyakarta kemudian diduduki oleh tentara Belanda dalam [[Agresi Militer Belanda II]] sehingga Ratjih dan suaminya kembali ke kampung halamannya di Sumedang.{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=227}}
Revolusi Nasional Indonesia berlangsung hingga pengakuan kedaulatan melalui [[Konferensi Meja Bundar]] pada akhir tahun 1949. Setelah pengakuan kedaulatan, Husein memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan memulai bisnis wiraswasta. Husein kemudian membawa Ratjih beserta dengan anak-anaknya untuk tinggal di kawasan [[Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat|Tanah Tinggi]].{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=227}}
== Karier politik ==
Baris 91:
Ketika peristiwa [[Gerakan 30 September]] terjadi, Presiden [[Soekarno]] yang kala itu berkuasa disangkutpautkan dan diduga terlibat dalam peristiwa tersebut. Hal ini berdampak negatif pada PNI karena asosiasi partai tersebut dengan sosok Soekarno sebagai pendiri. Akibatnya, aktivitas PNI menjadi terhambat dan organisasi Wanita Demokrat Indonesia (yang kemudian berubah menjadi Wanita Marhaen) mengalami kelumpuhan. Organisasi ini kemudian didirikan kembali pada tahun 1973 dengan nama baru, Pergerakan Wanita Nasional (Perwanas). Ratjih memiliki andil yang sangat besar dalam upaya pendirian kembali organisasi ini.{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=229-230}}
Ratjih kembali menjabat sebagai anggota DPRD-GR ditengah pemecatan massal terhadap anggota DPRD-GR yang terlibat G30S/PKI. Ratjih duduk sebagai ketua Komisi A dalam DPRD-GR yang bertugas mengurusi bidang sosial dan kemasyakaratan. Selain itu, ia juga memegang jabatan-jabatan lainnya dalam DPRD-GR, seperti anggota panitia anggaran dan anggota Badan Perencanaan Pembangunan (sekarang dikenal dengan nama Badan Pembangunan Daerah). Ratjih mengemukakan berbagai pendapat terkait dengan permasalahan sosial di Jakarta, seperti perbaikan Kantor Urusan Agama (KUA) di Jakarta, perbaikan mutu pendidikan bagi sekolah-sekolah berbasis agama Islam, dan pembentukan lembaga pendidikan Islam modern yang didasarkan pada model sekolah Kristen dan Katolik.{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=230}} Dalam rapat-rapat yang membahas mengenai permasalahan-permasalahan sosial dengan pihak eksekutif, Ratjih dijuluki sebagai "singa podium" karena ia dikenal oleh sesama anggota dewan sebagai anggota DPRD yang kritis dan serius.{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=230}} Atas jasa-jasanya sebagai anggota DPRD-GR, Ratjih menerima penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1968.{{sfn|Soewito|Irsyam|Nurliana|Suhartono|2005|p=234}}
== Riwayat organisasi ==
=== Organisasi koperasi ===
=== Organisasi sosial dan pendidikan ===
Ratjih juga mengembangkan sejumlah organisasi lain, seperti menghidupkan kembali Yayasan Kemajuan Wanita "Seri Dharma" yang didirikan pada tahun 1928 dan Yayasan Perguruan Kartini yang didirikan pada tahun 1928.
|