Aksara Makassar Kuno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Natsukusha (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Bot5958 (bicara | kontrib)
k WPCleaner v2.05b - Perbaikan untuk PW:CW (Karakter kontrol Unicode)
Baris 45:
 
== Kerancuan ==
Aksara Makassar tidak memiliki diakritik untuk mematikan aksara atau cara lain untuk menuliskan suku kata mati meskipun bahasa [[bahasa Makassar|Makassar]] memiliki banyak kata dengan suku kata mati.<!-- Semisal, bunyi nasal akhir /-ŋ/ dan glotal /ʔ/ yang lumrah dalam bahasa Makassar sama sekali tidak ditulis dalam ejaan aksara Makassar, sehingga kata seperti ''ama'' (kutu ayam), ''ama''' (suka), dan ''amang'' (aman)<ref>{{Cite book|title=KAMUS MAKASSAR - INDONESIA|last=Arief|first=Drs. Abueraerah|date=1995|publisher=Yayasan Perguruan Islam Kapita DDI|isbn=|location=Makassar|pages=9|url-status=live}}</ref> semuanya akan ditulis sebagai ''ama'' {{Script|Maka|𑻱𑻥}} dalam aksara Makassar.--> Tulisan ''baba'' {{Script|Maka|𑻤𑻤}} dalam aksara Makassar dapat merujuk pada enam kemungkinan kata: ''​babababa, baba', ba'ba, ba'ba', bamba,'' dan ''bambang''.{{sfn|Jukes|2014|p=6}} Mengingat bahwa penulisan aksara Makassar juga tidak mengenal spasi antar kata atau pemenggalan teks yang konsisten, naskah beraksara Makassar kerap memiliki banyak kerancuan kata yang seringkali hanya dapat dibedakan melalui konteks. Pembaca teks Makassar memerlukan pemahaman awal yang memadai mengenai bahasa dan isi naskah yang bersangkutan untuk dapat membaca teksnya dengan lancar.{{sfn|Tol|1996|pp=216–217}}{{sfn|Jukes|2014|p=8}} Kerancuan ini dapat dianalogikan dengan penggunaan huruf Arab gundul; pembaca yang bahasa ibunya memakai huruf Arab secara intuitif paham akan vokal mana yang pantas digunakan dalam konteks kalimat yang bersangkutan, sehingga [[harakat|penanda vokal]] tidak diperlukan dalam teks standar sehari-hari.
 
Namun begitu, kadang konteks sekalipun tidak memadai untuk mengungkap cara baca kalimat yang rujukannya tidak diketahui oleh pembaca. Sebagai ilustrasi, Cummings dan Jukes memberikan contoh berikut untuk mengilustrasikan bagaimana penulisan aksara Makassar dapat menghasilkan arti yang berbeda tergantung dari cara pembaca memenggal dan mengisi bagian yang rancu: