Kontrak sosial: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 5:
Argumen kontrak sosial biasanya mengandaikan bahwa individu-individu dalam telah menyetujui, baik secara eksplisit ataupun implisit, untuk menyerahkan sebagian dari kebebasan mereka dan untuk tunduk kepada otoritas (Penguasa, atau keputusan mayoritas). Sebagai gantinya, mereka mendapatkan perlindungan hak atau pemeliharaan tatanan sosial.<ref>{{Cite book|last=Friend|first=Celeste|title=Social Contract Theory|url-status=live}}</ref> Hubungan antara [[Hak kodrati dan hak ikhtiyari|hak kodrati dan hak hukum]] sering menjadi isu dalam teori kontrak sosial. Istilah kontrak sosial berasal dari karya Jean-Jacques Rousseau, [[Du contrat social|The Social Contract]] (bahasa Prancis: ''Du contract social ou Principes du droit politique''), sebuah buku yang dipublikasikan pada tahun 1762. Meskipun teori kontrak sosial dapat ditemukan pada zaman kuno, seperti dalam [[Filsafat Yunani kuno|filsafat Yunani]], [[Stoikisme]] dan [[Hukum Romawi]] dan [[Kanonik (imam)|Kanonik]], kontrak sosial berkembang menjadi doktrin utama legitimasi politik mulai pada pertengahan abad ke-17 hingga awal abad ke-19.
Para pemikir teori kontrak sosial dan hak kodrati abad ke-17 dan ke-18 yang terkenal antara lain [[Hugo Grotius|Hugo de Groot]] (1625), [[Thomas Hobbes]] (1651), [[Samuel von Pufendorf]] (1673), [[John Locke]] (1689), [[Jean-Jacques Rousseau]] (1762) dan [[Immanuel Kant]] (1797). Masing-masing pemikir ini menggunakan pendekatan terhadap konsep otoritas politik yang berbeda. Grotius mengemukakan bahwa setiap individu manusia memiliki hak kodrati. Thomas Hobbes terkenal mengatakan bahwa dalam "[[keadaan alamiah]]", kehidupan manusia adalah "terisolasi, malang, jahat, brutal dan singkat". Dengan tidak adanya tatanan politik dan hukum dalam keadaan alamiah, setiap orang akan memiliki kebebasan alami yang tidak terbatas, termasuk "hak untuk melakukan segala sesuatu" termasuk kebebasan untuk menjarah, memperkosa, dan membunuh; oleh karena itu, akan ada "perang antara semua melawan semua" tanpa akhir (''[[Bellum Omnium Contra Omnes|bellum omnium contra omnes]]''). Untuk menghindari hal tersebut,
Di sisi lain, pemikir-pemikir lainnya seperti Locke dan Rousseau berpendapat bahwa kita mendapatkan hak-hak sipil sebagai ganti dari penerimaan kewajiban untuk menghormati dan membela hak-hak orang lain dengan melepaskan beberapa kebebasan.
Pada abad ke-19, teori kontrak sosial memudar dengan semakin berkembangnya [[utilitarianisme]], [[hegelianisme]], dan [[marxisme]]. Teori kontrak sosial dikembangkan kembali pada abad ke-20, terutama dalam bentuk eksperimen pemikiran oleh [[John Rawls]].
== Referensi ==
|