Ibnu Sina: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 55:
Satu setengah tahun kemudian, atau saat berusia 17 tahun lebih, Ibnu Sina mengulang pelajaran filsafat dari awal, dimulai dari ''Organon'' hingga ''Fisika'' dan ''Metafisika''. Dalam autobiografinya dikatakan:<ref name=":2" /><blockquote>Hampir setiap malam saya selalu berada di kamarku dengan lampu yang menyala, dan menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis. Manakala merasa ngantuk atau lelah, biasanya saya istirahat sejenak dan menghabiskan segelas sirup [herbal] hingga kekuatan saya kembali pulih, dan kemudian saya akan meneruskan melahap buku-buku. Setiap kali saya tertidur karena kantuk, saya kerap memimpikan masalah-masalah yang sedang dihadapi hingga ke akarnya. Dan sungguh, betapa banyak masalah menjadi jelas duduk perkaranya dalam mimpi (''ru'ya'') saya. Semua itu saya jalani hingga saya benar-benar menguasai berbagai cabang filsafat, dan saya memahaminya sejauh yang bisa dicapai oleh seorang manusia.</blockquote>Satu-satunya topik filsafat yang tidak dikuasai Ibnu Sina adalah ''Metafisika'' [[Aristoteles]]. Hingga pada suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di sebuah pasar, dia menemukan sebuah buku karya [[Al-Farabi]] berjudul ''Fi Agrādhi Kitāb Mā Ba’da al-Thabi’ah'' (Penjelasan atas Kitab Metafisika). Dari karya Al-Farabi itulah akhirnya Ibnu Sina bisa memahami Metafisika.<ref name=":1" /><ref name=":2" /> Dengan bacaannya yang luas dan intensif, pada akhirnya membawa Ibnu Sina menjadi tabib penguasa Nuh bin Mansyur, yang kemudian memberikan izin bagi pemuda ini untuk memasuki perpustakaan besar Samaniyah di Bukhara sebagai imbalan atas pengobatan yang diberikannya. Di perpustakaan itu Ibnu Sina menemukan banyak sekali literatur di setiap bilik ruang perpustakaan yang didedikasikan untuk bidang pengetahuan yang berbeda. Di sana, kata Ibnu Sina, dia membaca karya-karya orang zaman dahulu (''al-awa'il'') yang belum pernah dia temui sebelumnya dan tidak pernah dia lihat lagi di kemudian hari, <ref name=":0" /> hingga akhirnya Ibnu Sina berkata:<ref name=":1" /><blockquote>Saya membaca buku-buku yang ada, menguasai berbagai pengajaran di dalamnya, serta mengetahui martabat setiap penulis dan penguasaan ilmunya. Maka pada saat saya mencapai usia delapan belas tahun, saya telah melakukan studi di semua cabang ilmu yang ada. Namun demikian, meski saat itu saya telah menguasainya, di usia [tua] sekarang saya merasa lebih matang dalam memahami apa-apa yang telah saya pelajari sebelumnya. Sungguh, ilmu yang telah saya ketahui tidak banyak berubah, tidak ada lagi ilmu baru yang saya dapati setelah dewasa.</blockquote>
=== Masa
{{Noref section}}
Pada suatu ketika Amir Bukhara, Nuh bin Mansyur, menderita sakit yang membuat para tabib istana menyerah. Karena Ibnu Sina telah dikenal sebagai kutu buku, para tabib istana memberanikan diri mengajukan namanya agar diminta menghadap ke istana. Maka Ibnu Sina pun datang memenuhi undangan, dan bersama para tabib istana berhasil menyembuhkan sang sultan.<ref name=":1" /> Atas keberhasilan itu, para tabib kemudian meminta pangeran Nuh bin Mansyur agar mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan kerajaan, dan sang sultan pun mengizinkannya.
|