Arthur Schopenhauer: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 113:
Berbeda dengan kebanyakan filsuf, Schopenhauer menganggap cinta sebagai sesuatu yang sangat penting dan bukan terjadi karena kebetulan. Ia memahami cinta sebagai dorongan yang sangat kuat dan tidak terlihat dalam diri manusia dengan tujuan untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia:
{{Blockquote|"Tujuan akhir dari semua urusan percintaan... adalah lebih penting dibandingkan semua tujuan lain dalam kehidupan manusia; dan karena itu, hal ini dianggap oleh setiap orang sebagai sesuatu yang sangat serius. Apa yang dihasilkan oleh urusan percintaan tidak lain adalah untuk membentuk generasi berikutnya
=== Politik dan sosial ===
Baris 131:
Schopenhauer menganggap peradaban orang-orang "ras kulit putih" di Utara lebih unggul karena sensitivitas dan kreativitas mereka. Ia juga menganggap orang-orang Mesir Kuno dan Hindu Kuno setara dengan orang-orang kulit putih Eropa:
<blockquote>"Peradaban dan budaya tertinggi, selain [[Sejarah agama Hindu|Hindu]] dan [[Mesir Kuno|Mesir]] kuno, hanya ditemukan di kalangan ras kulit putih. Bahkan pada banyak masyarakat berkulit gelap, kasta atau ras yang berkuasa memiliki warna kulit yang lebih cerah dibandingkan yang lain. Mereka itu jelas telah berimigrasi, misalnya, [[Brahmana|kaum Brahmana]], [[Kerajaan Inka|suku Inca]], dan para penguasa [[Polinesia|Kepulauan Laut Selatan]]. Ini semua disebabkan oleh fakta bahwa kebutuhan adalah sumber dari penemuan. Suku-suku yang lebih awal bermigrasi ke utara (dan di sana secara bertahap menjadi kulit putih) harus menggunakan semua kekuatan intelektual mereka dan menciptakan serta menyempurnakan budaya mereka dalam perjuangan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan, serta dalam menghadapi berbagai bentuk kesulitan yang disebabkan oleh iklim. Hal ini harus mereka lakukan untuk mengimbangi kekejaman alam dan dari situlah muncul peradaban tinggi mereka."<ref>''Parerga and Paralipomena'', Vol. 2, "On Philosophy and Natural Science," §92, trans. Payne (p. 158-159).</ref></blockquote>
Schopenhauer sangat [[Abolisionisme|menentang perbudakan]]. Tentang perlakuan terhadap budak di [[Perbudakan di Amerika Serikat|negara-negara bagian pemilik budak di Amerika Serikat]], ia mengecam keras pemilik-pemilik budak di sana, "setan-setan yang berwujud manusia, para bajingan yang fanatik, suka pergi ke gereja, dan menjalankan hari Sabat dengan ketat, terutama para pendeta Anglikan di antara mereka." Karena cara mereka "memperlakukan saudara-saudara mereka yang berkulit hitam yang tidak bersalah, dengan kekerasan dan ketidakadilan, telah membuat orang-orang itu jatuh ke dalam cakar setan mereka". Negara-negara pemilik budak di Amerika Utara, tulis Schopenhauer, adalah "aib bagi seluruh umat manusia".<ref>''Parerga and Paralipomena'', Vol. 2, "On Ethics," §114, trans. Payne (p. 212).</ref>
Baris 137:
Schopenhauer juga mempertahankan sikapnya yang [[Anti-Yudaisme|anti-Yahudi]]. Dia berpendapat bahwa agama Kristen merupakan pemberontakan terhadap apa yang dia sebut sebagai dasar materialistis Yudaisme. Ia menganggap etika Kristen mirip dengan etika India yang mencerminkan penaklukan diri spiritual [[Arya]] - [[Weda]]. Schopenhauer melihat hal ini sebagai lawan dari dorongan ketidaktahuan yang berujung pada utopianisme duniawi dan kedangkalan semangat duniawi "Yahudi":
<blockquote>"Oleh karena itu, [Yudaisme] adalah agama yang paling kasar dan menyedihkan di antara semua agama; ia adalah bentuk [[teisme]] yang absurd dan memuakkan. [Dalam Yudaisme] terdapat [[Kirios|''κύριος'' ['Tuhan']]] yang telah menciptakan dunia, yang ingin disembah dan dipuja; dan yang terpenting, dia cemburu, iri pada rekan-rekannya, pada semua dewa lainnya; jika pengorbanan diberikan kepada mereka, dia akan marah dan membuat orang-orang Yahudi mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan... Sungguh menyedihkan bahwa agama ini telah menjadi dasar agama yang berlaku di Eropa; karena ini adalah agama tanpa dasar metafisika apa pun. Ketika semua agama lain berusaha untuk menjelaskan tentang simbol-simbol metafisika kehidupan, agama Yahudi tetap ada dan tidak menghasilkan apa-apa selain seruan perang melawan bangsa lain."<ref>"Fragments for the History of Philosophy", ''Parerga and Paralipomena'', Volume I, trans. Payne (p. 126).</ref></blockquote>
==== Wanita ====
Baris 149:
[[Berkas:Frankfurt_Am_Main-Portraits-Arthur_Schopenhauer-1845.jpg|jmpl|Schopenhauer pada usia 58 tahun, Mei 1846]]Schopenhauer berpendapat bahwa kepribadian dan [[Intelek|kecerdasan]] adalah sesuatu yang bersifat turun temurun (genetik). Dia mengutip [[Horatius]], "Dari yang berani dan baiklah, dilahirkan orang yang berani" (''Odes'', iv, 4, 29). Secara teknis, Schopenhauer percaya bahwa seseorang mewarisi kecerdasan dari ibunya, dan karakter serta kepribadian dari ayahnya.<ref>''On the Suffering of the World'' (1970), p. 35. Penguin Books – Great Ideas.</ref> Keyakinannya terhadap sifat-sifat manusia yang bersifat genetik juga mempengaruhi pandangannya tentang [[eugenika]] atau pembiakan yang "baik". Dalam hal ini, Schopenhauer menulis:
<blockquote>"Dengan pengetahuan kita bahwa karakter dan kecerdasan seseorang merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, kita dituntun pada pandangan bahwa kemajuan umat manusia yang nyata dan menyeluruh tidak dapat dicapai dari luar, melainkan dari dalam, tidak melalui teori dan pengajaran, melainkan melalui jalur perbaikan generasi. Plato mempunyai pemikiran serupa, dalam buku kelima ''Republiknya'', dia menjelaskan rencananya untuk meningkatkan dan memperbanyak kasta prajuritnya. Jika kita bisa [[Kebiri|mengebiri]] semua bajingan dan memasukkan semua orang-orang bodoh ke dalam biara, dan memberikan seluruh [[harem]] kepada laki-laki yang berbudi mulia, dan menyediakan laki-laki, dan tentu saja laki-laki yang sempurna, bagi gadis-gadis yang cerdas dan berakal budi, maka akan segera muncul generasi yang akan menghasilkan zaman yang lebih baik dibandingkan zaman [[Perikles]]."<ref>{{Cite book|last=Schopenhauer|first=Arthur|year=1969|title=The World as Will and Representation|location=New York|publisher=Dover Publications|isbn=978-0-486-21762-8|editor-last=E. F. J. Payne|volume=II|page=527}}</ref></blockquote>Dalam konteks yang lain, Schopenhauer menegaskan kembali tesis eugenikanya: "Jika Anda menginginkan rencana utopis, saya mengatakan: satu-satunya solusi terhadap masalah ini adalah [[despotisme]] orang-orang aristokrat sejati yang bijaksana dan mulia, bangsawan murni, yang dicapai dengan [[Kawin|mengawinkan]] sebagian besar dari mereka, pria yang murah hati dengan wanita terpintar dan paling berbakat. Proposal ini merupakan rencana utopia saya."<ref>''Essays and Aphorisms'', trans. R.J. Hollingdale, Middlesex: London, 1970, p. 154</ref> Para analis (misalnya, Keith Ansell-Pearson) menyatakan bahwa sentimen anti-[[egalitarianisme]] Schopenhauer dan dukungannya terhadap eugenika turut mempengaruhi filsafat neo-aristokrat Friedrich Nietzsche, yang menganggap Schopenhauer sebagai seorang pendidik.<ref>''Nietzsche and Modern German Thought'' by K. Ansell-Pearson – 1991 – Psychology Press.</ref>
==== Kesejahteraan hewan ====
Sebagai konsekuensi dari pandangan filsafat [[Monisme|monistiknya]], Schopenhauer sangat memperhatikan kesejahteraan hewan.<ref>Christina Gerhardt, "Thinking With: Animals in Schopenhauer, Horkheimer and Adorno." ''Critical Theory and Animals''. Ed. John Sanbonmatsu. Lanham: Rowland, 2011. 137–157.</ref><ref>Stephen Puryear, [https://philpapers.org/rec/PURSOT "Schopenhauer on the Rights of Animals." ''European Journal of Philosophy'' 25/2 (2017):250-269].</ref> Menurutnya, semua hewan, termasuk manusia, pada dasarnya adalah manifestasi dari Kehendak. Baginya, kata "kehendak" berarti kekuatan, gaya, dorongan, energi, kemauan dan keinginan. Karena setiap entitas yang hidup memiliki kehendak, manusia dan hewan pada dasarnya adalah sama dan dapat saling memahami satu sama lain.<ref>"Unlike the intellect, it [the Will] does not depend on the perfection of the organism, but is essentially the same in all animals as what is known to us so intimately. Accordingly, the animal has all the emotions of humans, such as joy, grief, fear, anger, love, hatred, strong desire, envy, and so on. The great difference between human and animal rests solely on the intellect's degrees of perfection. ''On the Will in Nature'', "Physiology and Pathology".</ref> Oleh karena itu, ia mengklaim bahwa orang yang baik pasti akan mempunyai simpati terhadap hewan yang merupakan sesama penderita.
{{Blockquote|"Belas kasih terhadap hewan sangat erat kaitannya dengan kebaikan karakter [seseorang], dan dapat dikatakan bahwa siapa pun yang kejam kepada makhluk hidup tidak bisa menjadi manusia yang baik."|''[[On the Basis of Morality]]'', § 19}}
{{Blockquote|"Asumsi bahwa hewan tidak mempunyai hak dan ilusi bahwa perlakuan kita terhadap mereka tidak memiliki signifikansi moral adalah contoh dari keburukan dan kebiadaban peradaban Barat. Belas kasih universal adalah satu-satunya dasar moralitas."|''On the Basis of Morality'', chapter 8<ref>Quoted in {{cite book | last = Ryder | first = Richard | title = Animal Revolution: Changing Attitudes Towards Speciesism | publisher = Berg Publishers | location = Oxford | year = 2000 |isbn=978-1-85973-330-1 |page=57}}</ref>}}Pada tahun 1841, ia memuji pendirian [[RSPCA|''Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals'']] di London dan ''Animals' Friends Society'' di Philadelphia. Schopenhauer juga memprotes penggunaan kata ganti "''it''" (dalam bahasa Inggris) untuk merujuk pada hewan karena hal itu menyebabkan hewan diperlakukan seolah-olah mereka tidak mempunyai kehidupan.<ref>"... in English all animals are of the neuter gender and so are represented by the pronoun 'it,' just as if they were inanimate things. The effect of this artifice is quite revolting, especially in the case of primates, such as dogs, monkeys, and the like...." ''On the Basis of Morality'', § 19.</ref> Untuk memperkuat argumennya, Schopenhauer merujuk pada laporan anekdotal tentang tatapan mata seekor monyet yang ditembak dan juga kesedihan seekor anak gajah yang ibunya mati dibunuh oleh seorang pemburu.
{{Blockquote|"Saya ingat pernah membaca tulisan pengalaman orang Inggris, ketika berburu di India, ia menembak seekor monyet; Ia tidak bisa melupakan tatapan wajah yang diberikan oleh hewan yang sekarat itu, dan sejak itu, ia tidak pernah lagi menembak monyet."|''On the Basis of Morality'', § 19}}
Baris 178:
Konsep [[Nirwana|Nirwaṇa]] dalam Buddhisme tidak sama dengan kondisi yang digambarkan oleh Schopenhauer tentang penolakan terhadap keinginan. Nirwana bukanlah pemadaman diri ''seseorang'' seperti yang dipahami oleh sebagian sarjana Barat, namun hanya “pemadaman” (arti harfiah dari nirwana) api keserakahan, kebencian, dan khayalan yang menyerang karakter seseorang.<ref>John J. Holder, ''Early Buddhist Discourses.'' Hackett Publishing Company, 2006, p. xx.</ref> Schopenhauer membuat pernyataan berikut dalam diskusinya tentang agama:<ref>"Schopenhauer is often said to be the first modern Western philosopher to attempt integration of his work with Eastern ways of thinking. That he was the first is true, but the claim that he was ''influenced'' by Indian thought needs qualification. There is a remarkable correspondence in broad terms between some central Schopenhauerian doctrines and Buddhism: notably in the views that empirical existence is suffering, that suffering originates in desires, and that salvation can be attained by the extinction of desires. These three 'truths of the Buddha' are mirrored closely in the essential structure of the doctrine of the will." (On this, see Dorothea W. Dauer, ''Schopenhauer as Transmitter of Buddhist Ideas''. Note also the discussion by Bryan Magee, ''The Philosophy of Schopenhauer'', pp. 14–15, 316–321). Janaway, Christopher, ''Self and World in Schopenhauer's Philosophy'', p. 28 f.</ref>
<blockquote>"Saya harus mengakui bahwa [[filsafat Buddhis]] adalah lebih unggul dibandingkan yang lain. Apa pun yang terjadi, saya senang melihat pemikiran saya mempunyai kesesuaian dengan agama yang dianut oleh sebagian besar orang di dunia. Dan kesesuaian ini lebih menyenangkan bagi saya, karena dalam berfilsafat saya tidak dipengaruhi olehnya. Hingga tahun 1818, ketika karya saya terbit, di Eropa hanya ada sedikit catatan tentang agama Buddha."<ref>''[[The World as Will and Representation]]'', Vol. 2, Ch. 17</ref></blockquote>
Menurut filsuf Julian Young, Schopenhauer adalah orang Buddhis Eropa pertama (terjemahan pertama teks-teks Hindu dan Buddha pertama kali muncul saat ia sedang menulis karya utamanya, ''The World as Will and Representation'').<ref name=":0" />
|