Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 6:
Pada dasarnya peradaban Islam dan Barat tidak hadir dengan sendirinya. Kedua peradaban tersebut muncul melalui produksi makna. [[Objektifitas]], dari karakter yang terlanjur menempel, bukan tidak mungkin dapat diungkap, sehingga ada nuansa lain yang bisa didapat. Maksudnya, amat boleh jadi [[representasi]] Barat dan Islam tidaklah seburuk yang sudah diketahui masyarakat dunia. Kolonialisme dan radikalisme hanyalah permainan tanda yang secara tidak kritis dilekatkan pada Barat dan Islam. Padahal sebagai suatu tanda (petanda dan penanda), [[radikalisme]] dan kolonialisme memiliki ruang dan waktunya sendiri, artinya ada problem sosial-politik yang mengitarinya, sehingga tidak bisa dinilai hitam putih begitu saja Pengetahuan tentang Islam ataupun Barat tidak bisa serta merta diyakini sebagai kebenaran. Islam yang dikonotasikan dengan [[terorisme, irasional, tidak menghormati kebebasan berpendapat, dan diskriminatif terhadap perempuan]] umpamanya, tidak bisa dibenarkan secara keseluruhan.
Begitupula Barat yang dipersepsikan sebagai [[kolonialis dan imperialis]]. Semua, merupakan definisi yang dibangun dan dikontrol oleh kelompok tertentu. Sedemikian rupa, sehingga makna Barat dan Islam begitu kuat melekat
Fase [[“pertengahan”]] Barat melahirkan [[“perang salib”]] (11-13 M), menurut Hasan Hanafi fase tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kolonialisme pertama. Dalam invasinya, Barat menggunakan agama untuk melegitimasi tindakannya. Sedangkan bentuk kolonialisme modern terjadi sejak permulaan abad ke-18 hingga awal abad ke-20. Dalam kaitannya dengan hal ini, Samuel P Huntington mengatakan bahwa perbedaan peradaban bukan hanya suatu kenyataan, melainkan juga mendasar, yang telah menimbulkan konflik paling keras, berkepanjangan dan memakan korban yang tidak sedikit. Sepanjang abad ke-18 hingga 19, Barat menginvasi negara-negara Islam di Timur-Tengah. Tujuannya adalah sumber daya alam dan membuka pasar baru, namun di samping itu juga dilatari oleh identitas peradaban yang berbeda.
|