Kesultanan Paser: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 10:
Sepeninggal Andir Palai, Nurang dan Anjang di kerajaan Padang Kero, raja Sumping mengadakan sesembahan kepada para dewa dan roh-roh halus, dengan mengadakan Belian selama 40 hari 40 malam, di saat malam yang ke 40, istana kerajaan bersama dengan rajanya beserta masyarakat hilang lenyap tanpa bekas. Itulah sebabnya masyarakat Paser tidak mau mengadakan belian sampai 40 hari 40 malam, takut terjadi seperti raja Sumping.
Lenyapnya kerajaan Padang Kero bersama dengan rajanya, diangkat Andir Palai menjadi raja dengan pusat kerajaan di Lembok. Andir Palai menyerahkan kerajaan kepada keponakannya yang bernama Talin. Talin beristrikan seorang perempuan yang bernama Tiong dari Selang Samuntae sekarang ini, justru itu diselang (Samuntae) ada kerajaan yang bemama Tiong Talin. Dari hasil perkawinan mereka melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Puteri Salika. Saudara Talin yang bernama Lintung kawin dengan puteri yang bernama Selang, dari hasil perkawinan mereka melahirkan 6 orang anak lelaki, anak-anak mereka diberi nama sebagai berikut:
Setelah Pego dewasa dikawinkan dengan puteri Salika sepupunya sendiri anak dari Talin.
Setelah Pego beristerikan Puteri Salika Raja Talin membagi-bagikan daerah kekuasaan kepada anak-anaknya juga kepada Dengut dan Uma Dena, adapun daerah kekuasaan yang dibagikan:
Setelah daerah-daerah dibagikan kepada Pego bersaudara, muncullah anak-anak suku Paser (etnis Paser) seperti berikut:
Walaupun daerah-daerah sudah dibagi-bagikan oleh Talin kepada anak-anaknya akan tetapi mereka bukan menjadi raja di daerah masing-masing, mereka hanya menjadi penggawa. Karena Pego saudara yang tertua diantara saudaranya yang lain. Pegolah yang menjadi kepala penggawa. Itulah sebabnya dia diberi nama Temindong Doyong.
Baris 44:
Disaat akan mencari raja, disiapkan sebuah perahu (JONG) yang didatangkan dari Telake, Mendik milik dua orang yang bernama Turi dan Kunkun, konon jong tersebut dapat dari hasil semedi mereka dan dapat dipakai hanya satu kali berlayar.
Dalam pelayaran mencari raja tersebut. Menurut versi Aji Aqub, ada di beberapa orang sebagai berikut:
Setelah mengadakan perundingan dengan saudara-saudaranya termasuk Dengut dan Uma Dana, diambil keputusan untuk mencari raja. Misi pencari raja memulai perjalanan dari sungai Sadu, dengan menggunakan jong/perahu, Jong berlayar dengan tenang dan melaju diatas permukaan laut, angin bertiup dari belakang membuat layar berkembang diterpa angin.
Baris 60:
Disaat mayat Usin akan dibawa ke perahu masyarakat pulau meminta agar mayat Usin diserahkan saja kepada mereka untuk merawatnya, Pak Pego menyetujui saja permintaan masyarakat pulau, akan tetapi jika Usin diserahkan kepada masyarakat pulau, Usin pun hidup kembali, Pak Pego melihat Usin hidup meminta kembali. Serah terima mayat Usin berlaku tujuh kali, akhirnya masyarakat pulau berkata kepada Pak Pego, “tinggalkan saja Usin kepada kami, dan kami memberikan kepada kalian, satu buah gong tujuh buah bungkusan dan satu peti pendala tane, sebagai tanda persahabatan kita”.
Selesai memberikan benda-benda tersebut, yang diterima Pak Pego, masyarakat pulau berpesan:
Dalam pelayaran menuju pulang cukup lama menyita waktu selama dua tahun, sehingga mereka merasa jauh di dalam perahu (jong) diantara saudara Pak Pego memukul gong juga ada yang membuka ketujuh bungkusan dan peti pendata tana. Walaupun mereka mengetahui pesan masyarakat pulau disaat akan berangkat.
Baris 91:
Beberapa lama tinggal di Kerajaan Paser akhirnya Sayyid Ahmad Khairuddin kawin dengan Aji Putri Mitir anak Putri Petong dengan Abu Mansyur Indra Jaya. Saudara dari Aji Mas Pati Indra, bibi Aji Mas Anom Indra. Sumber lain mengatakan bahwa yang menjadi Imam pada masa itu adalah Imam Mustafa (Vr, sumber dari Aji Zainal Abidin dan kawan-kawan). Lebih kurang 15 tahun menyiarkan agama Islam di Kerajaan Paser, Sayyid Ahmad Khairuddin menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat haji, pada saat anak beliau naik ayunan Sayyid Ahmad Khairuddin menciptakan sebuah nyanyian yang dinamakan 'Nyanyian Fatimah" dengan bait syair seperti berikut:
<poem> "Bismillahirrahmanirrahim"
Huu Allah, Allah Awwal, Allah Huu, Akhir
Allahhuu, Allah Allahu wal batin, Allah Waddlij
Baris 103:
Wannahiruun-wannahiruun
Yaa hayyu yaa Qayyuum
Yaa hannanu yaa Burhan </poem>
Ketika Sayyid Ahmad Khairuddin yang menjadi guru dari raja Paser Aji Mas Anom Indra diangkat menjadi imam di kerajaan Paser, Sareat Islam pun diperlakukan dalam kerajaan Paser, sehingga Islam masuk dalam struktur kekuasaan kerajaan Paser, sehingga islam menyebar dikalangan rakyat Paser.
Setelah Sayyid Ahmad Khairuddin menunaikan ibadah haji, rupanya takdir Allah menghendaki Sayyid Ahmad Khairuddin di Makatul Musyarrafah (Vr, A.S. Assegaff. Op cit hlm 40*). Siar Islam dilanjutkan keturunan beliau, Imam Sayyid Abdurrahman bin Sayyid Ahmad Khairuddin (Vr, Haji Aji Padang Arjan. Haji Sardani Usman, et. al Op cit hlm 4*)
|