[[Al-Albani]] muda pada suatu hari melihat sebuah [[majalah Al-Manar]] disebuah toko buku dan ia pun tertarik dengan tajuk tulisan yang ditulis oleh Syaikh [[Rasyid Ridha]] tentang buku Al-‘Ihya karangan Al-Ghazzali yang berisi pembahasan ilmiyah berkenaan dengan kebaikan dan kekurangan buku tersebut berdasarkan penuturan Al Ghazzali sendiri dan ulama-ulama yang menelitinya. Ia mengikuti seluruh pembahasan ‘Ihyaa’ Uluumuddin hingga dari buku aslinya dan takhrij Al-Hafizh Al-Iraaqi, tanpa terasa dalam usahanya mengikuti pembahasan ini ia harus menelaah buku-buku bahasa Arab, Balaghah dan Gharib Hadits agar dapat memahami nash-nash yang dibaca disamping melakukan takhrij. Saat itulah awalnya ia berkonsentrasi memperdalam ilmu hadits. Walaupun ayahnya selalu memperingatkan seraya berkata: “Ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit.”
Saat mendalami ilmu ini ia tidak sanggup membeli buku-buku yang dibutuhkan, sehingga ia sering mengunjungi perpustakaan Azh-Zhahiriyyah sehinggadan disitu ia mendapatkanbisa mendapati dan membaca buku-buku yang tidak mampu ia beli. Ia juga menjalin hubungan dengan pemilik toko buku terbesar di Damaskus sehingga memudahkannya untuk meminjam buku-buku yang diperlukan. Saat ada orang yang mau membelinya baru buku tersebut dikembalikan. Ia sering menghabiskan waktunya menyendiri di perpustakaan [[Azh-Zhahiriyyah]] selama berjam-jam, menelaah, menta’liq (mengomentari), mentahqiq (memeriksa) kecuali saat tiba waktu [[salat]]. Dan ia seringkali hanya menyantap makan ringan selama di perpustakaan. Oleh karena itu, pihak perpustakaan memberinya ruang khusus, dengan referensi induk untuk kepentingan ilmiah yang ia lakukan. Ia datang pagi hari sebelum petugas perpustakaan datang. Dan biasanya para pegawai perpustakaan sudah pulang ke rumah tengah hari dan tidak kembali lagi, namun [[Al-Albani]] tetap berada disana hingga waktu [[Isya’]] tiba. Hal ini ia jalani selama bertahun-tahun.
Dalam menegakkan dakwah tauhid diatas landasan manhaj [[''Salafus Shalih'']] (pendahulu orang-orang sholeh (Rasulullah & para Shahabatnya)), [[Al-Albani]] mengalami banyak cobaan. Ia sering menghadapi penentangan yang keras dari orang-orang ekstrimis (khawarij), bahkan juga dari ulama-ulama madzhab yang fanatik, guru-guru sufi, kaum [[khurafat]], dan para liberalis yang menjulukinya sebagai wahabi sesat, bahkan banyak diantaranya yang menebarkan fitnah dan tuduhan-tuduhan tak berhujjah kepada [[Al-Albani]]. Namun banyak juga ulama-ulama dan kaum pelajar yang simpati terhadap dakwahnya sehingga dalam majelisnya selalu dipenuhi oleh para penuntut ilmu yang haus akan kajian ilmu yang sesuai dengan [[Al-Qur’an]] dan [[As-Sunnah]], karena ia termasuk pengibar panji tauhid.
Dalam kehidupannya, [[Al-Albani]] muda adalah seorang yang sangat miskin. Salah sumber mata pencahariannya sebelum menjadi guru adalah melalui reparasi jam tangan yang mana kemampuan ini dia dapatkan dari ayahnya. Hal ini dikarenakan sebagian besar perhatiannya tercurah pada ilmu. Ia menceritakan bahwasanya ia sering mengambil sobekan-sobekan kertas dari jalan (biasanya berupa kartu undangan pernikahan) yang kemudian akan digunakannya untuk menulis catatannya, karena kemampuannya dalam harta sangatlah minim. Seringkali, ia membeli potongan-potongan kertas dari tempat pembuangan (dengan cara ini ia bisa membeli kertas dengan harga murah dalam jumlah banyak) dan membawanya ke rumah untuk dipakai.
Suatu hari di perpustakaan Zhahirriyyah, selembar kertas hilang dari manuskrip yang digunakan Syaikh [[Al-Albani]]. Kejadian ini menjadikannya mencurahkan seluruh perhatian untuk membuat katalog seluruh manuskrip hadits di perpustakaan agar folio yang hilang tersebut bisa ditemukan. Karenanya, ia mendapatkan banyak ilmu dari ribuan manuskrip hadits, sesuatu yang telah dibuktikan beberapa tahun kemudian oleh DR. Muhammad Mustafa A’dhami pada pendahuluan “Studi Literatur Hadits Awal”, dimana DR. Muhammad Mustafa A'dhami mengatakan, “Saya mengucapkan terimakasih kepada Syaikh Nashiruddin Al-Albani, yang telah menempatkan keluasan ilmunya pada manuskrip-manuskrip langka dalam tugas akhir saya”.
Syaikh [[Al-Albani]] rutin mengisi sejumlah jadwal kajian yang dihadiri para penuntut ilmu dan dosen-dosen untuk mebahasmembahas kitab-kitab. Berkat taufiq Allah kemudian kerja kerasnya, muncullahmaka munculah karya-karya ilmiah dlamdalam masalah hadits, fiqih, aqidah dan lainnya yang menunjukkan betapa luar biasanya limpahan karunia ilmu yang dicurahkan Allah kepadanya berupa pemahaman yang benar.murni, Ilmukefahaman yangpada banyakberbagai macam cabang ilmu agama, serta penelitian yang spektakuler dalam ilmu hadits dan ilmu jarh wa ta’dil. Disamping metodologi ilmiahnya yang lurusbenar-benar murni, yang mendudukkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai hakim standar dalam menimbang segala sesuatu dalam hal agama, dibimbing dengan pemahamnpemahaman SalafusshalihSalafus Shalih (pemahaman para Shahabat dan para Imam Tabi'in & Tabi'in Tabi'ut) dalam menafsirkan Al-Qur'an & mensyarah Hadits, serta metode mereka dalam tafaqqud fid dien (mendalami agama) dan dalam istimbath hukum. Semua itu membuat iamembuatnya menjadi tokoh yang memiliki reputasi yang baik dan sebagai rujukan alim ulama penegak tauhid & sunnah.
[[Al-Albani]] senantiasa berkorespondensi dengan banyak ulama, terutama yang berasal dari [[India]], [[Pakistan]] dan negara-negara lain, mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan hadits dan agama pada umumnya, termasuk dengan [[Syaikh Muhammad Zamzami]] dari [[Maroko]] dan [[‘Ubaidullah Rahman]], pengarang Mirqah al-Mafatih Syarh Musykilah al-Mashabih.
Syaikh [[Al-Albani]] pernah bertemu dengan salah satu ulama hadits abad 20, [[Syaikh Ahmad Syakir]] dan ia pun ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai Haditshadits. Ia juga bertemu dengan ulama hadits terkemuka asal India, [[Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin]], yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan Al-Kubra karya Imam An-Nasai, sepertikemudian halnyajuga karya Imam Al-Mizzi yang monumental, yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat tentang ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan keyakinan beliau bahwa Syaikh [[Al-Albani]] adalah ulama Haditshadits terbesar saat ini.
Keahliannya dalam bidang Hadits diakui oleh banyak ulama hadits yang lain, baik masa lalu maupun sekarang, termasuk DR. Amin Al-Mishri, kepala Studi Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu murid Syaikh [[Al-Albani]], juga Dr. Syubhi Ash-Shalah, mantan kepala bidang Ilmu Hadits di Universitas Damaskus, DR. Ahmad Al-Asal, kepala Studi Islam di Universitas Riyadh, Ulama Hadits Pakistan sekarang, ‘Allamah Badi’uddien Syah As-Sindi; Syaikh Muhammad Thayyib Awkij, mantan kepala Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi pengakuan dari Ulama Kibar dari Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi, dan banyak lagi yang lain pada masa berikutnya.
Sebagai pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya mengenai hadits, pihak Al-jami’ah Al-Islamiyyah (Universitas Islam Madinah) di Madinah Al-munawwarah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Ia bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus Al-Jami’ah mengangkatnya sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jami’ah. Saat berada disana ia menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, ia lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk membermemberi pelajaran tambahan. Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru-murid saja. Ia juga pernah diminta menterioleh peneranganMenteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits dipada kuliahpendidikan S2 di Al-Jami’ah Makkah Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, ia mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam kingKing Faisal pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.
Setelah menganalisa Hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits [[India]], [[Syaikh Muhammad Musthofa A’dhami]] (kepala Ilmu Hadits di Makkah), memilih Syaikh [[Al-Albani]] untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisanya, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid, lengkap dengan ta’liq (catatan, red) dari keduanya. Ini adalah tazkiyah dari Ulamaulama yang lain atas keilmuan Haditshadits Syaikh [[Al-Albani]].
Pada edisi dari himpunan Hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit [[Maktabah Islamy]] meminta Syaikh [[Al-Albani]] untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan, ”Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin [[Al-Albani]], untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…”.
Hasil karya Syaikh yang telah dicetak, terutama pada bidang hadits dan ilmu perangkatnya (seperti ilmu Mustholah Hadits, Jarh wa Ta’dil, Rijalul Hadits, dll) berjumlah sekitar 112 buku. Tujuh belas diantaranya sebanyak 45 jilid. Beliau meninggalkan manuskrip minimal tujuh puluh karangan.
Berikut adalah beberapa karya ilmiah Al-Allamah Syaikh Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani , yang ia tulis selama kurang lebih enam puluh tahun meliputi tulisan-tulisan, tahqiq-tahqiq, koreksi-koreksi, takhrij-takhrij:1. Adabuz Zifaaf fis Sunnah Muthaharrah – karangan2. Ahkaamul Janaaiz – karangan3. Irwaaul Ghalil fi Takhrij Ahaadits Manaaris Sabiil – karangan 8 jilid4. Tamaamul Minnah fi Ta’liq ‘Alaa Fiqh Sunnah – karangan5. Silsilah Ahaadits Ash-Shahihah wa syai-un min fiqiha wa fawaa-iduha6. Silsilah Ahaadits Adh-Dhaifah wal Maudhuu’ah wa Atsaaruha As-Sayyi’ fil Ummah7. Shifat salat Nabi shallahu’alaihi wasallam minat Takbiir ilat Taslim kaannaka taraaha 8. Shahih At-Targhib wat Tarhiib9. Dha’if At-Targhib wat Tarhiib10. Fitnatut Takfiir11. Jilbaab Al-Mar’atul muslimah12. Qishshshah Al-Masiih Ad-Dajjal wa Nuzuul Isa ‘alaihis sallam wa qatluhu iyyahu fi akhiriz Zaman.
Dan masih banyak yang lainnya (Buku-buku diatas telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Selain itu ia juga memiliki kaset hasil rekaman ceramahnya, bantahan terhadap berbagai syubhat dan jawaban terhadap berbagai masalah yang bermanfaat.
Telah terekam suatu kejadian (dan kejadian ini terdapat pada dua kaset – murid-murid beliau sering merekam pelajaran beliau), bahwa seorang laki-laki telah mengunjungi Syaikh [[Al-Albani]] di rumahnya di [[Yordania]] dan menyatakan bahwa dirinya adalah seorang [[Nabi]], Syaikh [[Al-Albani]] meminta lelaki itu duduk dan mendiskusikan pernyataannya tersebut dalam waktu yang lama, sehingga pada akhirnya, si tamu tersebut bertaubat dari klaimnya itu, si tamu pun kemudian menangis, dan semua yang hadir termasuk Syaikh [[Al-Albani]] pun turut menangis. Pada kenyataannya, Syaikh [[Al-Albani]] adalah salah satu ulama yang paling sering terlihat menangis ketika berbicara mengenai Allah, Rasul-Nya, dan muamalah antar Muslim.
Pada kejadian yang lain, [[Al-Albani]] dikunjungi tiga orang yang kesemuanya menuduhnya kafir. Ketika waktu sholat tiba, mereka menolak untuk bermakmum kepada Syaikh, mereka mengatakan bahwasanya tidak mungkin bagi seorang kafir menjadi Imam Sholat. Syaikh menerima hal ini, dan mengatakan bahwa menurut pandangannya, ketiga orang ini adalah Muslim, sehingga salah satu dari mereka berhak menjadi Imam Sholat. Tak lama kemudian, mereka bertiga berdiskusi lama sekali, bahkan mereka bertiga sempat beberapa lama berdebat mengenai perbedaan diantara mereka sendiri didepan Syaikh [[Al-Albani]], dan ketika waktu sholat berikutnya telah tiba, tiba-tiba ketiga laki-laki ini mendesak untuk ikut sholat di belakang Syaikh [[Al-Albani]] sebagai makmum!
Selama hidupnya, Syaikh [[Al-Albani]] telah banyak meneliti dan men-ta’liq lebih dari 30.000 silsilah perawi hadits (isnaad) pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab Sunnah tersebut, pent).
|