Syaikh [[Al-Albani]] pernah bertemu dengan salah satu ulama hadits abad 20, [[Syaikh Ahmad Syakir]] dan ia pun ikut berpartisipasi dalam diskusi dan penelitian mengenai hadits. Ia juga bertemu dengan ulama hadits terkemuka asal India, [[Syaikh Abdus Shamad Syarafuddin]], yang telah menjelaskan hadits dari jilid pertama kitab Sunan Al-Kubra karya Imam An-Nasai, kemudian juga karya Imam Al-Mizzi yang monumental yaitu Tuhfat al-Asyraf, yang selanjutnya mereka berdua saling berkirim surat tentang ilmu. Dalam salah satu surat, Syaikh Abdus Shamad menunjukkan keyakinan beliau bahwa Syaikh [[Al-Albani]] adalah ulama hadits terbesar saat ini.
Keahliannya dalam bidang Hadits diakui oleh banyak ulama hadits yang lain, baik masa lalu maupun sekarang, termasuk DR. Amin Al-Mishri, kepala Studi Islam di Universitas Madinah yang juga termasuk salah satu murid Syaikh [[Al-Albani]], juga Dr. Syubhi Ash-Shalah, mantan kepala bidang Ilmu Hadits di Universitas Damaskus, DR. Ahmad Al-Asal, kepala Studi Islam di Universitas Riyadh, Ulama Hadits Pakistan sekarang, ‘Allamah Badi’uddien Syah As-Sindi; Syaikh Muhammad Thayyib Awkij, mantan kepala Ilmu Tasfir dan Hadits dari Universitas Ankara di Turki; belum lagi pengakuan dari Ulama Kibar dari Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Syaikh Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil bin Hadi, dan banyak lagi yang lain pada masa berikutnya.
Sebagai pengakuan ulama Arab terhadap keilmuannya mengenai hadits, pihak Al-jami’ah Al-Islamiyyah (Universitas Islam Madinah) di Madinah Al-munawwarah memilihnya sebagai pengajar materi hadits, ilmu dan fiqih hadits di perguruan tinggi tersebut. Ia bertugas selama 3 tahun dari 1381 H sampai 1383 H. Pada tahun 1395 H sampai 1397 H pengurus Al-Jami’ah mengangkatnya sebagai salah satu anggota majelis tinggi Al-Jami’ah. Saat berada disana ia menjadi tokoh panutan dalam kesungguhan dan keikhlasan. Ketika jam istirahat tiba dimana dosen-dosen lain menimati hidangan teh dan kurma, ia lebih asyik duduk-duduk di pasir bersama murid-muridnya untuk memberi pelajaran tambahan. Hubungannya dengan murid adalah hubungan persahabatan, bukan semata hubungan guru-murid saja. Ia juga pernah diminta oleh Menteri Penerangan Kerajaan Arab Saudi untuk menangani jurusan hadits pada pendidikan S2 di Al-Jami’ah Makkah Al-Mukarramah pada tahun 1388 H, namun karena beberapa hal keinginan tersebut tidak tercapai. Atas jasanya berkhidmat untuk As-Sunnah An-Nabawiyah, ia mendapatkan sebuah penghargaan dari kerajaan Arab Saudi berupa Piagam King Faisal pada tanggal 14 Dzulqa’idah 1419 H.
Setelah menganalisa Hadits-hadits pada kitab Shahih Ibnu Khuzaimah, seorang ulama hadits [[India]], [[Syaikh Muhammad Musthofa A’dhami]] (kepala Ilmu Hadits di Makkah), memilih Syaikh [[Al-Albani]] untuk memeriksa dan mengoreksi kembali analisanya, dan pekerjaan tersebut telah diterbitkan empat jilid lengkap dengan ta’liq (catatan) dari keduanya. Ini adalah tazkiyah dari ulama yang lain atas keilmuan hadits Syaikh [[Al-Albani]].
Pada edisi dari himpunan Hadits terkenal, Misykah al-Mashabih, penerbit [[Maktabah Islamy]] meminta Syaikh [[Al-Albani]] untuk memeriksa pekerjaan mereka sebelum diterbitkan. Pihak penerbit telah menulis pada bagian pendahuluan, ”Kami meminta kepada ulama hadits, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, untuk membantu kami dalam memeriksa Misykat dan bertanggung jawab untuk memberi tambahan hadits-hadits yang diperlukan dan meneliti serta memeriksa kembali sumber-sumber dan keasliannya pada tempat-tempat yang diperlukan, dan membetulkan kesalahan-kesalahan…”.
Selama hidupnya, Syaikh [[Al-Albani]] telah banyak meneliti dan men-ta’liq lebih dari 30.000 silsilah perawi hadits (isnaad) pada hadits-hadits yang sudah tak terhitung jumlahnya, dan menghabiskan waktu enam puluh tahun untuk belajar buku-buku hadits, sehingga buku-buku tersebut menjadi sahabat sekaligus berhubungan dengan ulama-ulamanya (pengarang kitab-kitab Sunnah tersebut, pent).
|