Mohammad Noer: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 22:
}}
 
'''Raden Panji Mohammad Noer''' ({{lahirmati|[[Kabupaten Sampang|Sampang]], [[Jawa Timur]]|13|1|1918|[[Surabaya]], [[Jawa Timur]]|16|4|2010}}), adalah [[Gubernur Jawa Timur]] pada masa bakti 1967 - 1976. Ia meniti karirkarier dari bawah sebagai pegawai magang di Kantor Kabupaten Sumenep, Asisten Wedana, Patih (Wakil Bupati), Bupati Kabupaten Bangkalan, Residen (Pembantu Gubernur), Pejabat Sementara Gubernur Jawa Timur, hingga menjadi seorang Gubernur Jawa Timur. ''“Agawe Wong Cilik Melu Gumuyu”'' (membuat rakyat kecil ikut tertawa) adalah ungkapan terkenal yang disampaikannya di depan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Maret 1973, sebagai Ketua Fraksi Utusan Daerah. Sejak itu ia sering disebut dengan gubernurnya rakyat kecil.<ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 131 </ref> Ia akrab disapa masyarakat Jawa Timur dengan sebutan '''Cak Noer'''.
 
Mohammad Noer juga pernah bertugas sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Perancis dimana ia berhasil mempromosikan potensi wisata Indonesia di mata dunia. Mohammad Noer dikenal pula sebagai penggagas Jembatan Suramadu yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pulau Madura, daerah asalnya, yang telah ia impikan sejak menjadi Patih (Wakil Bupati) Kabupaten Bangkalan di tahun 1950-an.
Baris 40:
Mohammad Noer kemudian melanjutkan studinya di MOSVIA ''(Middelbare Opleidingschool voor Inlandse Ambtenaren)''.<ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 38 </ref> MOSVIA merupakan sekolah pangreh praja menengah yang didirikan oleh pemerintan kolonial Belanda, yang diperuntukkan bagi calon pemimpin bumiputera. Mohammad Noer menerima konsep kepemimpinan priyayi atau kepanjangan tangan penguasa Belanda. Beliau sebetulnya berkeinginan untuk masuk ke sekolah pertanian yang bernama MLS ''(Middelbare Landbouwschool)'', karena dilandasi oleh kondisi desa asalnya yang kering tandus serta memaksa masyarakatnya untuk pergi keluar mengadu nasib dengan perahu-perahu kecil. Namun orangtua Mohammad Noer berkehendak lain dan menyuruhnya untuk bersekolah di MOSVIA serta berkarier sebagai pamong. Mohammad Noer kemudian menyelesaikan studinya di MOSVIA pada tahun 1939.<ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 39-41 </ref>
 
== Riwayat Awal KarirKarier ==
=== Dari Pegawai Magang hingga Gubernur Jawa Timur ===
Baris 49:
Setelah PETA dibubarkan pada 15 Agustus 1945 diikuti dengan proklamasi kemerdekaan, Mohamad Noer kembali menjadi seorang pamong praja dan menjabat sebagai Asisten Wedana atau setara Camat Kabupaten Bangkalan pada 1 September 1945. <ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 55 </ref>Tugas ini ia rasa cukup berat, karena Mohammad Noer harus menyampaikan pengertian kepada masyarakat akan kemerdekaan Indonesia, serta memperbaiki kembali segala perangkat kepamongprajaan yang rusak akibat diporakporandakan penjajahan Jepang.
 
KarirnyaKariernya terus meningkat, setelah mengemban tugas sebagai Asisten Wedana, ia kemudian diangkat menjadi Pembantu Bupati Bangkalan. Di jabatan barunya ini, Mohammad Noer aktif merintis pembangunan sekolah-sekolah dasar dengan mengajak masyarakat bergotong-royong. Ia sering terjun ke pelosok-pelosok wilayah Kabupaten Bangkalan dengan sepeda untuk meninjau langsung kegiatan di lapangan. <ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 61 </ref> Jabatan ini dijalaninya selama 10 tahun. Ada dugaan bahwa stagnansi jabatan ini karena prinsipnya yang tidak ingin bergabung dengan partai politik yang berkuasa saat itu. <ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 63 </ref> Sebagaimana diketahui dalam periode demokrasi liberal menjelang diberlakukannya kembali UUD 1945 itu, politik adalah panglima. Namun Mohammad Noer tidak pernah risau akan hal itu, ia menganggap bahwa hal ini mengandung hikmah yang mendalam dan memberikannya banyak pengalaman dan pengetahuan akan kepemerintahan.
 
Pada tahun 1959, dalam sidang lengkap Dewan Perwakilan Daerah Tingkat II Kabupaten Bangkalan mengangkat Mohammad Noer yang tidak berpartai itu terpilih menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Bangkalan. <ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 64 </ref> Sebagai Bupati, Mohammad Noer menjalankan Program 3P yaitu Pendidikan menuju Tauhid agar melek huruf; Percaya kepada Allah supaya hatinya bersih; dan Perhubungan agar tidak ada lagi daerah terpencil. Mohammad noer kemudian melakukan program perbaikan dan pelebaran jalan di dalam Kabupaten Bangkalan serta melakukan program peningkatan pendidikan dengan membangun SMA Negeri Bangkalan dimana ia langsung bertindak sebagai ketua panitianya. <ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 65 </ref> Mohammad Noer dikenal sebagai orang yang tepat waktu. Pernah ada suatu kesempatan, Mohammad Noer mendapat undangan rapat paripurna DPRD Tingkat II Kabupaten Bangkalan. Ia yang datang sesuai waktu undangan kemudian mendapati bahwa rapat terlambat dimulai tanpa penjelasan. Menanggapi hal tersebut, Mohammad Noer kemudian keluar ruangan dan pergi meninggalkan gedung. Hal itu membuat aparatnya untuk berhati-hati dan berusaha selalu tepat waktu. <ref> Rifai, M.A., Hendrowinoto N.K.S. (1991). Mohammad Noer. Halaman 65 </ref>
Baris 117:
 
 
== Ringkasan Riwayat KarirKarier ==
* Juli 1939 -Agustus 1949, Pamong Praja
* Agustus 1949-Maret 1950, Kapten TNI