Ibnu Sina: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 38:
== Biografi ==
Ibnu Sina menulis sebuah autobiografi untuk muridnya yang bernama Abu Ubayd Al-Juzjani, yang kemudian dilengkapi oleh muridnya tersebut dengan bab penutup.<ref>{{Cite book|last=Adamson|first=Peter|last2=Adamson|first2=Peter|date=2018|title=Philosophy in the Islamic world|location=New York|publisher=Oxford University Press|isbn=978-0-19-957749-1|edition=Paperback edition|series=A history of philosophy without any gaps}}</ref> Naskah autobiografi ini kemudian dimasukkan oleh Ibnu Abi Ashaybi’ah dalam karyanya yang berjudul ''’Uyūn al-Anbā’ fī Thabaqāt al-Athibbā’'' (Sejarah Literatur Bidang Kedokteran).<ref name=":1">{{Cite book|last=Ushaybi’ah|first=Ibnu Abi|date=1981|url=https://books.google.com/books?id=DLavjwEACAAJ&newbks=0&hl=en|title='Uyūn al-Anbā' fī Thabaqāt al-Athibbā'|publisher=Dar al-Taqafa|language=ar|archive-url=https://archive.org/details/UyunAl-anbaFiTabaqatAl-atibba|archive-date=2012-06-12|url-status=live}}</ref><ref name=":2">Ibnu Sina: Sebuah Autobiografi. Dicuplik dari ''’Uyūn al-Anbā’ fī Thabaqāt al-Athibbā’'' karya Ibnu Abi Ashaybi’ah. Penerjemah: Zaenal Muttaqin (2021). [https://medium.com/@zaenal.muttaqin/ibnu-sina-sebuah-autobiografi-283b41791242 Medium]. Diakses tanggal 2023-06-09.</ref> Inilah yang menjadi rujukan utama kisah hidup Ibnu Sina, di luar catatan-catatan lain yang diberikan para penulis muslim.
 
Menurut penuturan Ibnu Sina, ayahnya berasal dari [[Balkh]] di wilayah [[Mazari Syarif|Mazar-i Syarif]] (sekarang Afghanistan), yang pindah ke Bukhara pada masa pemerintahan [[:en:Nuh_II|Nuh bin Mansyur]] (berkuasa 976 – 997).<ref name=":0" /><ref name=":2" /> Di sana ayahnya diangkat sebagai gubernur Harmaytsan, sebuah propinsi di Bukhara; dan di sana pula ayahnya bertemu dengan ibunya hingga akhirnya menikah.
 
Nuh bin Mansyur naik tahta pada 976 Masehi, Kesultanan Samaniyah sedang menghadapi gejolak internal dan eksternal. Selain harus menghadapi persaingan kekuasaan antar pangeran, Nuh bin Mansyur juga harus menghadapai pertempuran di utara dan selatan. Di utara, [[Kara-Khanid|Khanat Kara-Khanid]] menyerang dan mengambil tambang perak Samanid di Lembah Zarafshan, dan terus mengambil wilayah Isijab pada 980. Sementara itu di selatan, [[Dinasti Buwaihi|Dinasti Buyid (Buwaihi)]] yang telah menguasai Baghdad dan menjadikan [[Kekhalifahan Abbasiyah|Abbasiyah]] hanya sebagai simbol kekhalifahan, tengah dipimpin [[:en:'Adud_al-Dawla|'Adud al-Dawla]] yang sangat kuat. Nuh bin Mansyur mencoba melakukan ekspedisi melawan Dinasti Buwaihi pada 982, tetapi berhasil dipatahkan 'Adud al-Dawla. Tetapi setahun kemudian 'Adud al-Dawla dan Dinasti Buwaihi mulai mengalami keruntuhan.
 
=== Kehidupan Awal dan Pendidikan ===
 
Menurut penuturanAyah Ibnu Sina, ayahnya berasal dari [[Balkh]] di wilayah [[Mazari Syarif|Mazar-i Syarif]] (sekarang Afghanistan), yang pindah ke Bukhara padadan masamenjadi pemerintahangubernur Nuhsebuah binwilayah Mansyurpenting (Kesultananbernama Samanid, 976 M)Harmaytsan.<ref name=":0" /><ref name=":2" /> Di sana ayahnya diangkat sebagai gubernur Harmaytsan, sebuah propinsi di Bukhara. Di dekat Harmaytsan, terdapat sebuah desa bernama Afsyanah di mana ayah dan ibunya bertemu, kemudian menikah dan menetap di sana. Di desa itulah Ibnu Sina lahir pada tahun 980, dan tidak lama disusul oleh adiknya. Pada kurun itu ketegangan antara Kesultanan Samaniyah dengan Khanat Kara-Khanid di utara dan Dinasti Buwaihi di selatan tengah memanas.
 
Ketika Ibnu Sina cukup besar, keluarga itu pindah ke ibukota Bukhara. Di ibukota Samaniyah itu ayahnyaIbnu Sina mulai mendapat pendidikan yang lebih baik. Ayahnya memanggilmendatangkan guru khusus Al-Quran sertadan guru sastraSastra Arab (''adabAdab'', literaturLiteratur) untuk mengajar kedua putranya. DariMenurut pengajaranIbnu ituSina, ketikasaat dirinya genap berusia 10 tahun, Ibnu Sina mengaku sudahdia bisatelah menghapalhapal Al-Quran serta berbagai teks sastra lainnya.<ref name=":1" /><ref name=":2" />
 
Perkenalan awal Ibnu Sina dengan filsafat terjadi karena sering mendengarkan perdebatan ayahnya yang kerap didatangi orang-orang Mesir pengikut [[Ismailiyah, Mesir|Ismailiyah]],<ref name=":0" /><ref name=":2" /> dan dari mereka itulah ayahnya, Ibnu Sina, dan adiknya mulai mengenal istilah-istilah jiwa dan akal dalam perspektif Ismailiyah. Sebagaimana diceritakan Ibnu Sina:<ref name=":2" /><blockquote>Mungkin karena saya kerap mendengar mereka berdiskusi maka saya pun mulai memahami pembicaraan pengikut Ismailiyah ini, namun jiwa saya tidak kunjung dapat menerima apa yang mereka bicarakan. Karena itu mereka pun mulai mengajak saya berdiskusi tentang berbagai hal [terutama terkait jiwa dan akal] melalui berbagai pendekatan filsafat, geometri, dan aritmetika Hindia. Ayah tampaknya kurang senang melihat hal itu, sehingga untuk sementara waktu ayah mengirimku kepada seorang pedagang herbal yang menguasai aritmetika Hindia sehingga aku pun dapat mempelajari ilmu tersebut darinya.</blockquote>Selain belajar aritmetika Hindia, Ibnu Sina juga kerap mendatangi Ismail al-Zahid, seorang sufi dan ulama madzhab Hanafi yang terkenal di Bukhara, untuk belajar fiqih dan yurisprudensi, hingga mahir untuk melakukan pembelaan hukum sesuai kebiasaan zaman itu.<ref name=":1" /><ref name=":2" /> Tidak lama dari itu, setelah pendidikan agamanya dirasa cukup, seorang filsuf bernama Abu Abdullah An-Natili datang ke Bukhara dan tinggal di rumah keluarga Ibnu Sina atas undangan ayahnya, dengan imbalan mengajar filsafat kepada Ibnu Sina. Darinya Ibnu Sina mulai belajar ''Isagoge'' karya [[Porfirios]], yang merupakan standar pengajaran filsafat sebelum masuk ke logika Aristoteles.<ref name=":0" /> Setelah itu Ibnu Sina mempelajari logika ([[Ilmu kalam|ilmu mantiq]]) dari ''Organon'' karya Aristoteles, namun An-Natili hanya memberikan pengantar dan Ibnu Sina harus mempelajarinya sendiri; demikian pula saat mempelajari ''Stoicheia'' karya [[Euklides|Euclid]] dan ''Almagest'' karya [[Klaudius Ptolemaeus|Ptolemeaus]], An-Natili hanya mengajarnya bab-bab awal dan sisanya dipelajari seorang diri.<ref name=":1" /><ref name=":2" />
Baris 49 ⟶ 53:
Menyadari bahwa Ibnu Sina lebih mahir dalam penguasaan filsafat dari dirinya, An-Natili kemudian meninggalkan Bukhara menuju Gurganja,<ref name=":2" /> guna mencari murid lain yang lebih membutuhkannya.<ref name=":0" /> Maka sejak itu Ibnu Sina mempelajari filsafat seorang diri, mulai dari ''Fisika'' (filsafat alam) dan ''Metafisika'' karya Aristoteles, berikut berbagai karya pengantar tentangnya, juga berbagai karya tentang pengobatan secara luas dan mendalam. Dan ketika Ibnu Sina berusia 16 tahun, sebagaimana tradisi di Bukhara bagi anak yang menjelang akil baligh, dia pun mulai mendalami fiqih secara khusus.
 
Satu setengah tahun kemudian, atau saat berusia 17 tahun lebih, Ibnu Sina mengulang pelajaran filsafat dari awal, dimulai dari ''Organon'' hingga ''Fisika'' dan ''Metafisika''. Dalam autobiografinya dikatakan:<ref name=":2" /><blockquote>Hampir setiap malam saya selalu berada di kamarku dengan lampu yang menyala, dan menghabiskan waktu untuk membaca dan menulis. Manakala merasa ngantuk atau lelah, biasanya saya istirahat sejenak dan menghabiskan segelas sirup [herbal] hingga kekuatan saya kembali pulih, dan kemudian saya akan meneruskan melahap buku-buku. Setiap kali saya tertidur karena kantuk, saya kerap memimpikan masalah-masalah yang sedang dihadapi hingga ke akarnya. Dan sungguh, betapa banyak masalah menjadi jelas duduk perkaranya dalam mimpi (''ru'ya'') saya. Semua itu saya jalani hingga saya benar-benar menguasai berbagai cabang filsafat, dan saya memahaminya sejauh yang bisa dicapai oleh seorang manusia.</blockquote>Satu-satunya topik filsafat yang tidak dikuasai Ibnu Sina adalah ''Metafisika'' [[Aristoteles]]. Hingga pada suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di sebuah pasar, dia menemukan sebuah buku karya [[Al-Farabi]] berjudul ''Fi Agrādhi Kitāb Mā Ba’da al-Thabi’ah'' (Penjelasan atas Kitab Metafisika). Dari karya Al-Farabi itulah akhirnya Ibnu Sina bisa memahami Metafisika.<ref name=":1" /><ref name=":2" /> Dengan bacaannya yang luas dan intensif, pada akhirnya membawa Ibnu Sina menjadi tabib penguasa Nuh bin Mansyur, yang kemudian memberikan izin bagi pemuda ini untuk memasuki perpustakaan besar Samaniyah di Bukhara sebagai imbalan atas pengobatan yang diberikannya. Di perpustakaan itu Ibnu Sina menemukan banyak sekali literatur di setiap bilik ruang perpustakaan yang didedikasikan untuk bidang pengetahuan yang berbeda. Di sana, kata Ibnu Sina, dia membaca karya-karya orang zaman dahulu (''al-awa'il'') yang belum pernah dia temui sebelumnya dan tidak pernah dia lihat lagi di kemudian hari, <ref name=":0" /> hingga akhirnya Ibnu Sina berkata:<ref name=":1" /><blockquote>Saya membaca buku-buku yang ada, menguasai berbagai pengajaran di dalamnya, serta mengetahui martabat setiap penulis dan penguasaan ilmunya. Maka pada saat saya mencapai usia delapan belas tahun, saya telah melakukan studi di semua cabang ilmu yang ada. Namun demikian, meski saat itu saya telah menguasainya, di usia [tua] sekarang saya merasa lebih matang dalam memahami apa-apa yang telah saya pelajari sebelumnya. Sungguh, ilmu yang telah saya ketahui tidak banyak berubah, tidak ada lagi ilmu baru yang saya dapati setelah dewasa.</blockquote>
 
Dengan bacaannya yang luas dan intensif, pada akhirnya membawa Ibnu Sina menjadi tabib Pangeran Nuh bin Mansyur, yang kemudian memberikan izin bagi pemuda ini untuk memasuki perpustakaan besar Samaniyah di Bukhara sebagai imbalan atas pengobatan yang diberikannya. Di perpustakaan itu Avicenna menemukan banyak sekali literatur di setiap bilik ruang perpustakaan yang didedikasikan untuk bidang pengetahuan yang berbeda. Di sana, kata Ibnu Sina, dia membaca karya-karya orang zaman dahulu (''al-awa'il'') yang belum pernah dia temui sebelumnya dan tidak pernah dia lihat lagi di kemudian hari, <ref name=":0" /> hingga akhirnya Ibnu Sina berkata:<ref name=":1" /><blockquote>Saya membaca buku-buku yang ada, menguasai berbagai pengajaran di dalamnya, serta mengetahui martabat setiap penulis dan penguasaan ilmunya. Maka pada saat saya mencapai usia delapan belas tahun, saya telah melakukan studi di semua cabang ilmu yang ada. Namun demikian, meski saat itu saya telah menguasainya, di usia [tua] sekarang saya merasa lebih matang dalam memahami apa-apa yang telah saya pelajari sebelumnya. Sungguh, ilmu yang telah saya ketahui tidak banyak berubah, tidak ada lagi ilmu baru yang saya dapati setelah dewasa.</blockquote>
 
=== Masa dewasa ===
{{Noref section}}
Pada suatu ketika Amir Bukhara, Nuh bin Mansyur, menderita sakit yang membuat para tabib istana menyerah. Karena Ibnu Sina telah dikenal sebagai kutu buku, para tabib istana memberanikan diri mengajukan namanya agar diminta menghadap ke istana. Maka Ibnu Sina pun datang memenuhi undangan, dan bersama para tabib istana berhasil menyembuhkan sang sultan.<ref name=":1" /> Atas keberhasilan itu, para tabib kemudian meminta pangeran Nuh bin Mansyur agar mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan kerajaan, dan sang sultan pun mengizinkannya.
Janji pertama Ibnu Sina adalah bahwa emir Nuh II yang berhutang padanya pemulihan dari penyakit berbahaya (997), Ibnu Sina berhasil mendapat akses ke perpustakaan kerajaan Samaniyah. Ketika perpustakaan dihancurkan oleh api tidak lama setelah itu, musuh-musuh Ibnu Sina menuduhnya membakar perpustakaan dan dituduh menyembunyikan sumber pengetahuannya hanya untuk dirinya. Sementara itu, ia membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awal.
 
Janji pertama Ibnu Sina adalah bahwa emir Nuh II yang berhutang padanya pemulihan dari penyakit berbahaya (997), Ibnu Sina berhasil mendapat akses ke perpustakaan kerajaan Samaniyah. Ketika perpustakaan dihancurkan oleh api tidak lama setelah itu, musuh-musuh Ibnu Sina menuduhnya membakar perpustakaan dan dituduh menyembunyikan sumber pengetahuannya hanya untuk dirinya. Sementara itu, ia membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awal.
 
Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ia kehilangan ayahnya. Dinasti Samanid telah berakhir pada bulan Desember 1004. Ibnu Sina tampaknya telah menolak tawaran Mahmud dari Ghazni dan menuju kearah Barat ke Urgench di [[Turkmenistan]] modern, di mana [[wazir]], dianggap sebagai teman sarjana, memberinya uang saku bulanan yang kecil. Ibnu Sina lalu mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan Khorasan. Qabus, penguasa yang murah hati di Tabaristan, dirinya seorang penyair dan sarjana, yang mana Ibnu Sina mengharapkan menemukan suaka, pada sekitar tanggal tersebut (1012) mati kelaparan oleh pasukannya yang memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat ini dilanda penyakit parah. Akhirnya, di [[Gorgan]], dekat [[Laut Kaspia]], Ibnu Sina bertemu dengan seorang teman, yang membeli sebuah rumah di dekat rumahnya sendiri di mana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi. Beberapa risalah Ibnu Sina ditulis untuk pelindung ini dan permulaan dari buku ''Canon of Medicine'' juga ditulis saat ia menetap di Hyrcania.