Hidangan abad pertengahan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Siska Yuniati (bicara | kontrib)
Siska Yuniati (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 9:
 
==Norma diet==
Masakan dari kebudayaan Mediterania (daerah di sekitar [[Laut Tengah]]) sejak jamanzaman dahulu telah menjadikan sereal, terutama berbagai jenis [[gandum]], sebagai bahan pokok. Bubur, dan kemudian roti, menjadi makanan pokok dasar yang menghasilkan asupan kalori utama bagi sebagian besar penduduk. Dari abad ke-8 hingga 11, proporsi berbagai sereal dalam pola makan ([[diet]]) meningkat dari sekitar {{frac|1|3}} menjadi {{frac|3|4}}.<ref name="HM_16">Hunt & Murray (1999), p. 16.</ref> Ketergantungan pada gandum tetap signifikan sepanjang abad pertengahan, dan menyebar ke bagian utara seiring dengan maraknya [[Kekristenan]]. Namun pada daerah yang ber[[iklim]] lebih dingin umumnya gandum tidak terjangkau bagi kebanyakan penduduk, dan hanya dihubungkan dengan kelas-kelas yang lebih tinggi. Peran sentral roti dalam [[ritus]] keagamaan seperti [[Ekaristi]] menjadikan pamornya sangat tinggi di antara semua bahan pangan. Hanya minyak ([[zaitun]]) dan [[anggur (minuman)]] yang nilainya dapat dibandingkan, tetapi keduanya tetaplah cukup eksklusif di luar daerah beriklim panas tempat tumbuhnya pohon zaitun dan anggur. Peranan simbolis roti sebagai kelangsungan hidup dan [[esensi]] digambarkan dalam suatu khotbah yang dibawakan oleh [[Santo]] [[Agustinus]]:<ref name="HM_16"/>
{{quote|"Roti ini menceritakan kembali sejarahmu ... Kamu dibawa ke tempat [[perontokan]] Tuhan dan kamu dirontokkan ... Saat [[katekumenat]], kamu bagaikan biji-bijian yang disimpan dalam lumbung ... Pada bejana baptis kamu diremas ke dalam satu adonan. Dalam tempat pemanggangan Roh Kudus kamu dipanggang menjadi roti sejati Allah."}}
 
Baris 32:
===Komposisi makanan===
{{utama|Kedokteran abad pertengahan}}
Ilmu [[kedokteran]] pada jaman Abad Pertengahan berpengaruh besar terhadap apa yang dianggap [[sehat]] dan ber[[gizi]] di kalangan masyarakat kelas atas. Gaya hidup seseorang — termasuk pola makan, [[olahraga]], perilaku sosial yang sesuai, dan [[obat]]-obatan [[medis]] yang telah disetujui — merupakan cara untuk meraih [[kesehatan]] yang prima, dan semua jenis makanan memiliki sifat-sifat tertentu yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Semua [[bahan makanan]] juga diklasifikasikan dalam skala, yang berkisar dari yang sifatnya panas sampai dingin dan dari yang lembab sampai kering, menurut teori [[humoralisme]] yang diajukan [[Galen]] serta mendominasi ilmu kedokteran Barat sejak jamanzaman dahulu sampai dengan abad ke-17.
 
Para cendekiawan abad pertengahan menganggap [[pencernaan]] manusia seperti sebuah proses yang serupa dengan [[memasak]]. Pengolahan makanan pada [[lambung]] dilihat sebagai suatu kelanjutan dari persiapan yang dilakukan oleh sang [[juru masak]]. Agar makanan benar-benar "matang" dan nutrisi terserap dengan baik, adalah hal penting bahwa perut (lambung) diisi dengan cara yang tepat. Makanan yang mudah dicerna dikonsumsi pertama kali, diikuti secara bertahap dengan hidangan-hidangan yang lebih berat. Apabila pola ini tidak dituruti, diyakini bahwa makanan-makanan berat akan tenggelam di dasar lambung sehingga menghalangi saluran pencernaan; dengan demikian makanan akan lambat sekali dicerna, menyebabkan [[pembusukan]], dan menarik cairan-cairan buruk ke dalam lambung. Juga merupakan hal yang sangat penting bahwa makanan dari sifat-sifat yang berbeda tidak digabungkan.<ref name="Scully 1995, pp. 135–136">Scully (1995), pp. 135–136.</ref>
Baris 41:
 
===Susunan kalori===
Struktur dan kandungan kalori atas [[diet|pola makan]] pada jaman abad pertengahan bervariasi dari waktu ke waktu, di setiap daerah, dan di setiap kelas. Namun, bagi kebanyakan orang, pola makannya cenderung ber[[karbohidrat]] tinggi, dengan sebagian besar anggaran dibelanjakan untuk [[sereal]] dan [[minuman beralkohol]] (seperti [[bir]]) —yang mana juga memasok sebagian besar kalori. Walau daging sangat bernilai bagi semua kalangan, masyarakat kelas bawah sering tidak sanggup membelinya, atau tidak diperbolehkan oleh gereja untuk dikonsumsi setiap hari. Di [[Inggris]] pada abad ke-13, daging hanya memberi sangat sedikit kontribusi kalori dalam pola makan para pekerja panen pada umumnya; namun porsinya meningkat setelah [[Wabah Hitam]], dan pada abad ke-15 menyumbangkan sekitar 20% dari keseluruhan.<ref>Dyer (2000), p. 85</ref> Bahkan di kalangan bangsawan awam di Inggris pada abad pertengahan [[biji-bijian]] menyumbang 65-70% kebutuhan kalori pada awal abad ke-14,<ref name="Woolgar 2006, p. 11">Woolgar (2006), p. 11</ref> meski ada suatu ketentuan yang lunak atas konsumsi daging dan ikan; konsumsi daging di kalangan mereka meningkat paska musibah Wabah Hitam. Dalam suatu rumah tangga aristokrat Inggris pada awal abad ke-15 yang mana catatan rincinya tersedia (dari seorang [[:en:Richard de Beauchamp, 13th Earl of Warwick|Earl of Warwick]]), anggota ber-"darah biru" dari keluarga tersebut mendapat 1,7 [[kilogram]] (kg) dari berbagai macam daging dalam satu hidangan daging biasa di [[musim gugur]] dan 1,1 kg di [[musim dingin]], di samping 0,41 kg roti dan 1,1 [[liter]] (L) bir atau mungkin anggur (dan ada 2 hidangan daging setiap hari, 5 hari setiap minggu, kecuali selama [[Prapaskah]]). Dalam rumah tangga [[:en:Henry Stafford, 2nd Duke of Buckingham|Henry Stafford]] pada tahun 1469, anggota keluarga bangsawan menerima 0,95 kg daging setiap kali makan, dan yang lainnya menerima 0,47 kg, serta setiap orang menerima 0,18 kg roti dan 1,1 L minuman beralkohol.<ref>Hicks (2001), pp. 15–17</ref> Selain dari yang telah disebutkan, beberapa anggota rumah tangga ini (biasanya seorang minoritas) [[makan pagi]] tanpa termasuk daging, tetapi sangat mungkin termasuk tambahan 1,1 L bir; roti dan [[ale]] dalam kuantitas yang tidak tentu bisa saja dikonsumsi di antara waktu makan.<ref>Hicks (2001), pp.10–11</ref> Pola makan dari sang kepala rumah tangga agak berbeda dari susunan ini, mencakup lebih sedikit [[daging merah]], lebih banyak ikan segar, buah, anggur, dan daging hasil buruan berkualitas tinggi.<ref>Hicks (2001), p. 18</ref>
 
Di [[biara]]-biara, struktur dasar dari pola makan tersebut diatur oleh [[Peraturan Santo Benediktus]] pada abad ke-7 dan diperketat oleh Paus [[Benediktus XII]] pada tahun 1336, tetapi (sebagaimana telah disebutkan di atas) para [[rahib]] ahli dalam "menyiasati" aturan-aturan ini. [[Anggur (minuman)|Anggur]] dibatasi sekitar 280 mL setiap hari, namun tidak ada batasan terkait untuk [[bir]], dan di [[Westminster Abbey]] setiap rahib diberikan kelonggaran hingga 4,5 L bir setiap hari.<ref name="Woolgar 2006, p. 11"/> Daging "binatang berkaki empat" sama sekali dilarang sepanjang tahun bagi semua orang kecuali bagi mereka yang sangat lemah dan orang sakit. Hal ini disiasati pertama-tama dengan menyatakan bahwa [[jeroan]], dan berbagai makanan olahan seperti [[bacon]], bukanlah daging. Kedua, biara-biara Benediktin memiliki sebuah ruangan yang disebut ''[[:en:Misericord#Misericord_.28room.29|misericord]]'', di mana Peraturan Santo Benediktus tidak berlaku di sana, tempat di mana sejumlah besar rahib menyantap makanan mereka. Setiap rahib akan dikirim secara berkala baik ke ''misericord'' tersebut atau ke [[refektorium]] (ruang makan biasa). Ketika Paus Benediktus XII menetapkan bahwa minimal separuh dari seluruh rahib harus diwajibkan untuk makan di refektorium pada hari tertentu, para rahib menanggapinya dengan mengecualikan orang sakit dan mereka yang diundang makan di meja sang [[abbas]].<ref>Harvey (1993), pp. 38–41</ref> Secara keseluruhan, seorang rahib di Westminster Abbey pada akhir abad ke-15 diijinkan untuk menikmati 1,02 kg roti per hari; 5 butir telur per hari, kecuali pada hari Jumat dan saat Prapaskah; 0,91 kg daging per hari, 4 hari/minggu (selain Rabu, Jumat, Sabtu), kecuali dalam masa [[Adven]] dan Prapaskah; serta 0,91 kg ikan per hari, 3 hari/minggu dan setiap hari selama masa Adven dan Prapaskah.<ref>Harvey (1993), pp. 64–65</ref> Stuktur kalori ini mencerminkan status kelas yang tinggi pada biara-biara masa abad pertengahan akhir di Inggris, dan sebagian tercermin pada Westminster Abbey, yang merupakan salah satu biara paling berkelimpahan di negara tersebut; pola makan para rahib di biara-biara lainnya mungkin lebih sederhana.
Baris 59:
 
===Tata krama===
Seperti juga hampir semua bagian kehidupan masyarakat pada jamanzaman itu, sebuah hidangan makanan abad pertengahan pada umumnya merupakan suatu urusan bersama ([[komunal]]). Segenap bagian rumah tangga, termasuk para pelayan, idealnya akan makan bersama-sama. Diam-diam memisahkan diri untuk membentuk kumpulan tersendiri dianggap sebagai suatu sikap egotisme (seringkali disamakan dengan [[egoisme]]) yang [[angkuh]] dan tidak efisien dalam suatu dunia di mana masyarakat memiliki saling ketergantungan yang tinggi. Pada abad ke-13 [[Robert Grosseteste]], seorang [[uskup]] Inggris, menasehati [[:en:Margaret de Quincy, Countess of Lincoln|Margaret de Quincy, Countess of Lincoln]]: "hindarilah makan siang dan makan malam di luar aula, secara rahasia dan di ruang pribadi, sebab ini menimbulkan kemubasiran dan tidak ada kehormatan bagi sang tuan dan nyonya." Ia juga merekomendasikan untuk mengawasi para pelayan agar tidak membawa pergi sisa-sisa makanan untuk berpesta saat larut malam, bukannya men[[derma]]kannya.<ref name="henisch17"/> Menjelang akhir Abad Pertengahan, orang-orang kaya semakin berusaha untuk lepas dari pengaruh [[kolektivisme]] yang keras ini. Bila memungkinkan, tuan rumah yang kaya akan menarik diri dengan istrinya ke kamar-kamar pribadi di mana makanan dapat dinikmati dengan privasi dan eksklusivitas yang lebih besar. Diundang ke sebuah kamar tuan rumah (bangsawan) merupakan suatu kehormatan besar dan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk menghargai teman-teman dan sekutu serta untuk menimbulkan kekaguman bawahan. Ini memungkinkan para bangsawan untuk mengambil jarak lebih jauh lagi dari rumah tangganya dan untuk menikmati perlakuan yang lebih mewah, sementara hidangan makanan yang lebih rendah diberikan pada seisi rumah lainnya yang menikmati makanan di aula utama. Pada [[banquet|jamuan makan]] dan acara penting, bagaimanapun, sang tuan dan nyonya rumah umumnya makan di aula utama bersama dengan yang lainnya.<ref>Adamson (2004), p. 162.</ref> Meski ada deskripsi mengenai [[etiket]] (tata krama) makan pada kesempatan-kesempatan khusus, hanya sedikit yang diketahui mengenai rincian kebiasaan makan sehari-hari dari kaum elit ataupun mengenai cara makan (''[[:en:table manners|table manners]]'') rakyat biasa dan kaum miskin. Namun dapat diasumsikan bahwa tidak ada kemewahan berlebihan dalam kesempatan makan sehari-hari, seperti bermacam menu makanan yang disajikan secara berurutan (''multicourse meal''), rempah-rempah yang mewah atau [[mencuci tangan]] dengan air beraroma.<ref>Adamson (2004), p. 170.</ref>
 
[[Berkas:Les Très Riches Heures du duc de Berry Janvier.jpg|thumb|upright|left|[[John, Adipati Berry]] sedang menikmati makan mewah. Sang adipati duduk di meja tinggi di depan perapian, dan para pelayannya sibuk melayani. Di atas meja sebelah kanan adalah sebuah tempat garam dari emas berbentuk sebuah kapal; [[Très Riches Heures du Duc de Berry]], {{circa}} 1410.]]
Baris 85:
 
===Pengawetan===
Metode [[pengawetan makanan]] pada dasarnya sama dengan yang telah digunakan sejak jamanzaman dahulu, dan tidak banyak berubah sampai ditemukannya [[pengalengan]] pada awal abad ke-19. Metode yang paling umum dan sederhana adalah memaparkan bahan makanan terhadap panas atau [[angin]] untuk menghilangkan [[kelembaban]], sehingga memperpanjang daya tahan — sekalipun bukan cita rasanya — hampir semua jenis makanan dari sereal hingga daging; pengeringan makanan tersebut bekerja dengan mengurangi secara drastis aktivitas berbagai [[mikroorganisme]], yang bergantung pada [[air]], yang menyebabkan [[pembusukan]]. Pada daerah beriklim hangat kebanyakan dilakukan dengan cara menjemur makanan di bawah [[sinar matahari]], dan pada daerah beriklim dingin dengan cara dipaparkan pada angin yang kuat (terutama sering dilakukan pada proses penyiapan [[ikan kering]]), atau dalam oven hangat, gudang bawah tanah, loteng, dan terkadang bahkan dalam ruang tempat tinggal. Proses kimiawi seperti [[pengasapan]], [[Pengasinan (pengawetan makanan)|pengasinan]] (hanya menggunakan air dan [[Garam dapur|garam]] saja), pembuatan [[selai]] buah, atau [[Fermentasi (makanan)|fermentasi]] juga membuat makanan lebih bertahan lama. Sebagian besar metode ini memiliki keuntungan proses persiapan yang lebih singkat dan untuk memperkenalkan rasa-rasa baru. Pengasapan atau pengasinan hewan [[ternak]] yang disembelih saat [[musim gugur]] merupakan suatu strategi bagi rumah tangga pada umumnya untuk menghindari memberi makan lebih banyak ternak daripada yang diperlukan selama [[musim dingin]]. [[Mentega]] cenderung dibuat tinggi kadar garamnya (5-10%) supaya tidak rusak. Sayuran, telur, atau ikan juga seringkali diasamkan dalam kemasan toples, mengandung air garam dan cairan asam seperti: jus [[lemon]], jus masam (''[[:en:verjuice|verjuice]]'') atau [[vinegar]]. Metode lainnya adalah dengan menciptakan semacam pelindung di sekitar makanan dengan memasaknya dalam gula, madu, atau lemak untuk kemudian disimpan. Meski demikian modifikasi mikrobial juga dianjurkan oleh sejumlah metode; biji-bijian, buah-buahan dan [[anggur]] diubah menjadi minuman beralkohol sehingga semua [[patogen]] mati, dan [[susu]] di[[fermentasi]] serta dikentalkan menjadi berbagai macam [[keju]] atau [[susu mentega]].<ref>Beth Marie Forrest, "Food storage and preservation" in ''Medieval Science, Technology and Medicine'', pp. 176–77.</ref>
 
===Masakan profesional===
Baris 91:
Mayoritas penduduk Eropa sebelum [[industrialisasi]] hidup dalam komunitas [[pedesaan]], atau rumah tangga dan [[pertanian]] yang terpencil. Normanya adalah kemandirian dengan hanya sebagian kecil produksi yang di[[ekspor]] atau dijual di pasar. Kota-kota besar merupakan pengecualian dan memerlukan daerah pedalaman di sekitarnya untuk menunjang mereka dengan makanan dan [[bahan bakar]]. Populasi [[perkotaan]] yang padat dapat menunjang berbagai macam perusahaan makanan untuk melayani berbagai kelompok sosial. Banyak warga dari kota miskin yang harus hidup dalam kondisi sulit tanpa akses ke sebuah dapur atau bahkan sebuah tungku api, dan banyak yang tidak memiliki peralatan memasak. Membeli makanan dari penjajanya, dalam kasus seperti ini, adalah pilihan satu-satunya. [[Rumah makan]] dapat menjual makanan panas yang sudah jadi, suatu bentuk awal [[makanan siap saji]], ataupun menawarkan jasa [[memasak]] sementara pelanggan menyediakan beberapa atau semua bahannya. [[Wisatawan]], seperti [[peziarah]] yang dalam perjalanan ke sebuah tempat suci, memanfaatkan [[juru masak]] profesional untuk menghindari keharusan membawa bekal bagi mereka. Bagi kalangan berada, ada banyak jenis spesialis yang dapat menyediakan beragam makanan dan bumbu bagi mereka: pedagang keju, pembuat pai, penjual [[saus]], pembuat [[wafer]], dan sebagainya. Warga mampu yang memiliki sarana untuk memasak di rumah, dalam acara-acara khusus, dapat menyewa tenaga profesional ketika staf atau dapur mereka sendiri tidak dapat menangani beban berat mengadakan suatu [[banquet|perjamuan]] besar.<ref>Martha Carling, "Fast Food and Urban Living Standards in Medieval England" in ''Food and Eating in Medieval Europe'', pp. 27–51.</ref>
 
Rumah makan di perkotaan yang melayani para pekerja atau orang miskin dianggap sebagai tempat kotor dan buruk di mata orang kaya, dan [[koki]] yang bekerja di sana cenderung mendapat reputasi jelek. Hodge dari Ware, koki [[London]] dalam ''[[The Canterbury Tales ]]'' karya [[Geoffrey Chaucer]], digambarkan sebagai seorang pemasok makanan tidak enak yang curang. Dalam khotbahnya [[Jacques de Vitry]], seorang [[kardinal]] [[Perancis]] pada awal abad ke-13, menggambarkan para penjual daging matang sebagai suatu bahaya [[kesehatan]] terang-terangan.<ref>Margaret Murphy, "Feeding Medieval Cities: Some Historical Approaches" in ''Food and Eating in Medieval Europe'', pp. 40–41.</ref> Sementara kebutuhan akan jasa sang juru masak terkadang diakui dan dihargai, mereka seringkali diremehkan karena mereka melayani kebutuhan dasar jasmani manusia ketimbang pertumbuhan rohani. [[Stereotip]] seorang juru masak dalam [[karya seni]] dan [[sastra]] adalah laki-laki, mudah [[marah]], rentan terhadap kemabukan, dan seringkali digambarkan menjaga periuk-belanganya agar tidak dicuri oleh manusia maupun binatang. Pada awal abad ke-15 [[John Lydgate]], seorang rahib Inggris, mengungkapkan keyakinan banyak orang pada jamannyazamannya dengan menyatakan dalam [[puisi]]nya: "Tiupan api dan asap banyak membuat seorang juru masak marah."<ref>Henisch (1976), pp. 64–67.</ref>
 
==Sereal==
Baris 100:
Biji-bijian serealia yang paling umum adalah [[gandum hitam]], [[jelai]], ''[[buckwheat]]'', [[milet]], dan [[oat]]. [[Beras]] tetaplah sebuah barang impor yang cukup mahal untuk sebagian besar periode Abad Pertengahan, dan tumbuh di [[Italia]] bagian utara hanya menjelang akhir periode tersebut. [[Gandum]] umum dijumpai di seluruh Eropa dan dianggap sebagai yang paling ber[[gizi]] di antara semua biji-bijian, tetapi lebih bergengsi dan karenanya lebih mahal. [[Tepung]] putih yang disaring dengan halus, yang paling diakrabi masyarakat Eropa modern, hanya diperuntukkan bagi roti untuk masyarakat kelas atas. Turun ke kelas sosial yang lebih rendah, roti menjadi lebih kesat, lebih gelap, dan kandungan [[bekatul]]nya lebih banyak. Pada masa kelangkaan biji-bijian atau bencana kelaparan langsung, biji-bijian dapat ditambahkan dengan pengganti yang lebih murah dan kurang diinginkan seperti [[kastanye]], kacang-kacangan dan polong-polongan kering, biji pohon [[ek]], [[tumbuhan paku]], dan berbagai macam sayuran yang lebih atau kurang bergizi.<ref>Adamson (2004), pp. 1–5.</ref>
 
Salah satu unsur yang paling umum dari sebuah hidangan makanan abad pertengahan, baik sebagai bagian dari suatu jamuan makan atau sebagai makanan kecil, adalah ''sop'', potongan roti yang dicelupkan dalam suatu cairan seperti [[anggur (minuman)]], [[sup]], [[kaldu]], atau [[saus]] sebelum dimakan. Pemandangan umum lainnya di atas meja makan jamanzaman abad pertengahan adalah ''frumenty'', sebuah bubur gandum kental yang seringkali direbus dengan kaldu daging dan dibumbui dengan rempah-rempah. Bubur juga dibuat dari semua jenis biji-bijian dan dapat disajikan sebagai [[hidangan penutup]], atau hidangan untuk orang sakit jika dididihkan dengan susu (atau [[sari kacang almond|susu almond]]) dan diberi gula. Pai isi daging, telur, sayuran, atau buah merupakan hal umum di seluruh Eropa, seperti juga ''[[:en:Turnover (food)|turnover]]'', [[gorengan]], [[donat]], dan banyak [[kue pastri]] lainnya yang serupa. Pada Abad Pertengahan Akhir, [[biskuit]] ([[kue kering]] di [[Amerika Serikat]]) dan khususnya [[wafer]] – yang dimakan sebagai hidangan penutup – telah menjadi makanan dengan prestise tinggi serta tersedia dalam banyak variasi. Biji-bijian, baik yang dijadikan remah roti atau tepung, juga merupakan pengental sup dan rebusan yang paling umum, entah disajikan tersendiri atau dikombinasikan dengan susu almond.
 
[[Berkas:Medieval baker.jpg|thumb|Seorang [[tukang roti]] dengan asistennya. Sebagaimana terlihat pada gambar, roti bundar termasuk yang paling umum.]]
Baris 142:
Di zaman modern, [[air]] dipandang sebagai suatu pilihan umum untuk di[[minum]] bersamaan dengan sebuah hidangan makanan. Namun pada Abad Pertengahan, kekhawatiran terhadap kemurniannya, rekomendasi medis dan nilai prestis yang rendah membuatnya kurang disukai, dan [[minuman beralkohol]] senantiasa disukai. Minuman alkohol dipandang lebih bergizi dan lebih bermanfaat untuk [[pencernaan]] dibandingkan air, dengan bonus tak ternilai sebagai minuman yang kurang rentan terhadap [[putrefaksi]] ([[pembusukan]] protein) karena kandungan [[alkohol]]nya. [[Anggur (minuman)|Anggur]] (''wine'') dikonsumsi setiap hari di sebagian besar wilayah [[Perancis]] dan di seluruh Mediterania Barat di mana pun [[anggur]] di[[budidaya]]kan. Lebih jauh ke utara, anggur tetap menjadi minuman pilihan kaum [[borjuis]] dan bangsawan yang mampu membelinya, dan jauh lebih tidak umum di kalangan petani dan pekerja. Minuman rakyat biasa di bagian utara benua ini terutama adalah [[bir]] atau [[ale]].<ref>Adamson (2004), pp. 48–51</ref>
 
[[Jus]], serta wine, dari berbagai macam buah dan [[beri]] telah dikenal setidaknya sejak jamanzaman [[Romawi Kuno]] dan masih tetap dikonsumsi pada jamanzaman Abad Pertengahan: wine [[delima]], [[blackberry]] dan [[murbei]], [[perry]], dan [[cider]] yang mana sangat populer di daerah utara di mana apel dan pir berlimpah. Minuman abad pertengahan yang bertahan hingga sekarang misalnya ''prunellé'' dari [[plum]] liar (sekarang [[slivovitz]]), [[gin]] murbei dan [[anggur (minuman)|wine]] blackberry. Banyak varian [[mead]] yang ditemukan di resep-resep abad pertengahan, dengan atau tanpa kandungan alkohol. Namun minuman berbasis [[madu]] tersebut menjadi kurang umum sebagai sebuah minuman meja menjelang akhir periode abad pertengahan dan akhirnya digunakan untuk pengobatan.<ref>Scully (1995), pp. 154–157.</ref> Mead telah sering ditampilkan sebagai minuman umum [[bangsa Slavia]]. Hal ini benar dalam taraf tertentu karena mead memberi nilai simbolis yang besar pada acara-acara penting. Ketika ada kesepakatan atas berbagai perjanjian dan urusan penting lain dari negara, mead sering disajikan sebagai sebuah hadiah seremonial. Itu juga terjadi pada perayaan pesta [[pernikahan]] dan [[pembaptisan]], walau dalam jumlah terbatas karena harganya yang tinggi. Pada abad pertengahan di [[Polandia]], mead memiliki sebuah status yang setara dengan kemewahan barang impor seperti rempah-rempah dan wine.<ref>Dembinska (1999), p. 80.</ref> [[Kumis (minuman)|Kumis]], hasil fermentasi susu [[kuda]] atau [[unta]], dikenal di Eropa, namun — sama seperti mead — umumnya sebagai minuman yang diresepkan oleh dokter.<ref>Scully (1995), p. 157.</ref>
 
[[Susu]] polos (''plain milk'') tidak dikonsumsi oleh orang dewasa selain mereka yang sakit atau kaum miskin, diperuntukkan bagi anak kecil atau lanjut usia, dan kemudian biasanya berupa [[susu mentega]] atau [[whey]]. Susu segar secara keseluruhan kurang umum dibandingkan hasil lainnya dari [[peternakan susu]] karena minimnya teknologi yang dapat menjaganya supaya tidak rusak.<ref>Adamson (2004), pp. 48–51.</ref> [[Teh]] dan [[kopi]], yang mana keduanya berasal dari tanaman yang ditemukan di [[Dunia Lama]], populer di [[Asia Timur]] dan dunia [[Muslim]] sepanjang Abad Pertengahan. Namun tak satu pun dari minuman sosial yang non-alkohol itu dikonsumsi di Eropa sebelum akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17.
Baris 163:
Efek memabukkan dari bir dipercaya lebih lama dibanding wine, tapi diakui juga bahwa bir tidak membuat "rasa haus palsu" yang dikaitkan dengan wine. Meskipun kurang menonjol di bagian utara, bir dikonsumsi di utara Perancis dan daratan Italia. Mungkin sebagai konsekuensi dari [[Penaklukan Normandia di Inggris|penaklukan Normandia]] dan perjalanan para bangsawan antara Perancis dan Inggris, sebuah varian dari Perancis yang dideskripsikan dalam [[buku masak]] abad ke-14 ''[[Le Menagier de Paris]]'' disebut ''godale'' (kemungkinan besar berasal dari {{lang-en|"good ale"}}) dan dibuat dari [[jelai]] dan [[spelt]], tetapi tanpa [[hop]]. Di Inggris ada juga varian ''[[poset|poset ale]]'', terbuat dari susu panas dan ale dingin serta ''brakot'' atau ''[[Mead#Varian|braggot]]'', yakni hidangan ale yang dicampur dengan rempah serupa dengan [[hippocras]].<ref>Scully (1995), pp. 151–154.</ref>
 
Bahwa hop dapat digunakan untuk memberi aroma pada bir telah dikenal setidaknya sejak jamanzaman [[dinasti Karoling]], namun diadopsi secara bertahap dikarenakan sulitnya merumuskan proporsi yang tepat. Sebelum meluasnya penggunaan hop, [[gruit]] (suatu campuran berbagai [[herbal]]) telah digunakan. Gruit memiliki sifat mempertahankan yang sama seperti hop, walau kurang dapat diandalkan karena tergantung pada herbal yang dikandungnya, dan hasil akhirnya sangat bervariasi. Metode lain untuk memberi aroma adalah menaikkan kandungan alkohol, namun metode ini jauh lebih mahal dan bir tersebut akan menjadi minuman yang membuat mabuk berat dan cepat. Kemungkinan hop telah digunakan secara luas di Inggris pada abad ke-10; ditanam di [[Austria]] pada tahun 1208 dan di [[Finlandia]] pada 1209, atau mungkin juga jauh sebelumnya.<ref>Unger (2007), p. 54</ref>
 
Sebelum hop populer sebagai sebuah bahan pembuatan bir, sulit untuk menjaga minuman ini agar tahan lama, dan karenanya kebanyakan bir dikonsumsi saat masih segar.<ref>Meski ada referensi tentang penggunaan hop dalam bir pada awal tahun 822; Eßlinger (2009), p. 11.</ref> Konsumsinya tanpa disaring terlebih dulu, sehingga berwarna keruh, dan kemungkinan memiliki kandungan alkohol lebih rendah dibanding dengan yang ada di jamanzaman modern pada umumnya. Banyaknya konsumsi bir oleh penduduk Eropa pada Abad Pertengahan, seperti yang tercatat dalam literatur masa kini, jauh melebihi konsumsi di dunia modern. Sebagai contoh, para [[pelaut]] di Inggris dan [[Denmark]] pada abad ke-16 menerima jatah 4,5 L bir per hari. Sementara petani di Polandia mengkonsumsi sampai dengan 3 L bir per hari.<ref>Hanson (1995), p. 9</ref>
 
Pada [[Abad Pertengahan Awal]], bir terutama dibuat dalam biara-biara dan dalam skala yang lebih kecil di rumah tangga masing-masing. Sementara pada [[Abad Pertengahan Tinggi]], [[brewery|tempat pembuatan bir]] di kota-kota baru jamanzaman abad pertengahan di utara Jerman mulai mengambil alih [[produksi]]. Meski kebanyakan tempat pembuatan bir merupakan bisnis keluarga kecil-kecilan (''[[homebrewing]]'') yang mempekerjakan paling banyak 8 - 10 karyawan, produksi reguler dimungkinkan dengan [[investasi]] dalam peralatan yang lebih baik dan memperbanyak eksperimen dengan teknik pembuatan bir dan resep baru. Usaha ini kemudian menyebar ke [[Belanda]] pada abad ke-14, kemudian ke [[Flandria]] dan [[Kadipaten Brabant|Brabant]], dan sampai ke Inggris pada abad ke-15. Bir yang mengandung hop menjadi sangat populer dalam beberapa [[dekade]] terakhir pada [[Abad Pertengahan Akhir]]. Di Inggris dan ‎Negara-Negara Dataran Rendah, konsumsi tahunan [[per kapita]] sekitar 275 - 300 liter, dan bir dikonsumsi dengan hampir setiap hidangan makanan: bir dengan kadar alkohol rendah untuk sarapan, dan yang lebih tinggi pada siang atau sore hari. Ketika disempurnakan sebagai sebuah bahan baku, hop dapat membuat bir bertahan hingga 6 bulan atau lebih, dan memungkinkannya untuk diekspor secara luas.<ref>Richard W. Unger, "Brewing" in ''Medieval Science, Technology and Medicine'', pp. 102–3.</ref> Di Inggris pada Abad Pertengahan Akhir, kata "[[bir]]" diartikan sebagai suatu minuman yang mengandung hop, sedangkan "[[ale]]" artinya menjadi minuman yang tidak mengandung hop. Selanjutnya, ale atau bir diklasifikasikan menjadi "kuat" dan "ringan"; yang "ringan" kurang memabukkan, dianggap sebagai minuman untuk orang-orang yang tenang (mampu menahan diri) dan cocok untuk dikonsumsi anak-anak. Pada tahun 1693, [[John Locke]] menyatakan bahwa satu-satunya minuman yang ia anggap cocok untuk anak-anak segala usia adalah bir ringan, sambil mengkritik praktek yang sepertinya umum di kalangan [[bangsa Inggris|orang Inggris]] pada saat itu yang memberikan anak-anak mereka wine dan alkohol berkadar tinggi.<ref>John Locke (1693), "Some Thoughts Concerning Education", §16–19</ref>
 
Menurut standar modern, proses pembuat bir tersebut relatif tidak efisien, tetapi mampu menghasilkan alkohol yang cukup kuat apabila dikehendaki. Salah satu upaya terkini untuk menciptakan kembali "ale yang kuat" dari Inggris abad pertengahan dengan menggunakan resep dan teknik saat itu (meski dengan penggunaan [[galur]] [[khamir]] modern) telah menghasilkan minuman beralkohol dengan [[berat jenis]] asli 1,091 (sesuai dengan potensi kandungan alkohol di atas 9%) dan " rasa yang menyenangkan, seperti apel".<ref>{{Cite web|url=http://www.cs.cmu.edu/~pwp/tofi/medieval_english_ale.html|title=Recreating Medieval English Ales (a recreation of late 13th – 14th c. unhopped English ales)}}</ref>
Baris 184:
 
[[Berkas:Fabrication du verjus BnF Latin 9333 fol. 83.jpg|thumb|upright|Memilih-milih anggur hijau untuk dibuat jus masam (''verjuice''); ''[[Tacuinum Sanitatis]]'', ilustrasi tahun 1474.]]
Resep-resep jamanzaman abad pertengahan yang masih bertahan sering menyebut perasa dari sejumlah cairan masam yang tajam. [[Wine]], [[vinegar]] yang terbuat dari ''[[:en:verjuice|verjuice]]'' ([[jus]] buah-buahan atau anggur yang belum masak), dan jus berbagai macam buah, terutama yang mengandung [[asam tartarat]], nyaris umum digunakan dan menjadi suatu ciri khas masakan pada akhir abad pertengahan. Dalam paduan dengan pemanis dan rempah-rempah, hasilnya adalah suatu rasa buah-buahan yang tajam dan khas. Yang sama umumnya, dan digunakan sebagai pelengkap bau yang keras dari bahan-bahan ini, adalah almond (manis). Biasanya almond digunakan dalam berbagai cara: secara utuh, baik dikupas ataupun tidak, dipotong-potong, digiling halus, dan yang paling utama adalah diolah menjadi [[susu almond]]. Macam terakhir berupa produk susu [[nabati]] ini mungkin adalah bahan tunggal yang paling umum dalam masakan pada akhir abad pertengahan, memadukan aroma rempah-rempah dan cairan asam dengan suatu rasa yang lembut dan tekstur putih kekuningan.<ref>Scully (1995), p. 111–12.</ref>
 
[[Garam]] (''salt'') dapat ditemukan di mana-mana dan sangat diperlukan untuk memasak pada abad pertengahan. [[Pengasinan (pengawetan makanan)|Pengasinan]] dan [[Pengeringan (makanan)|pengeringan]] merupakan bentuk [[pengawetan makanan]] yang paling umum; ikan dan daging, khususnya, sering diasinkan dengan kuat. Banyak resep abad pertengahan secara khusus memperingatkan agar tidak melakukan penggaraman secara berlebihan dan ada rekomendasi untuk merendam produk tertentu dalam air untuk membuang kelebihan garam.<ref>Adamson (2004), pp. 26–27.</ref> Garam hadir sepanjang kesempatan-kesempatan makan yang lebih kompleks atau mewah. Semakin kaya tuan rumahnya, dan semakin prestisius para tamunya, wadah garam yang digunakan akan semakin "rumit", kualitas dan harga garamnya juga semakin tinggi. Para tamu kaya duduk di tempat kehormatan ("''[[:en:wikt:above the salt|above the salt]]''"), sementara lainnya duduk di tempat biasa ("''[[:en:wikt:below the salt|below the salt]]''"), di mana [[tempat garam]] pada tempat kehormatan itu terbuat dari ''[[:en:pewter|pewter]]'' (logam campuran dengan kandungan utama [[timah]]), [[logam berharga]] atau bahan berkualitas baik lainnya, dan seringkali dihias dengan rumit. Pangkat atau tingkatan tamu pada jamuan makan tersebut juga menentukan seberapa putih dan seberapa halus garamnya. Garam untuk memasak, mengawetkan, atau untuk penggunaan masyarakat umum, lebih kasar; [[garam laut]] atau "garam teluk", khususnya, lebih tidak murni dan dideskripsikan dalam warna mulai dari hitam sampai hijau. Sedangkan garam yang mahal nampaknya sama seperti garam komersial yang umum digunakan saat ini.<ref>Henisch (1976), p. 161–64.</ref>
 
==Gula-gula dan hidangan penutup==
Istilah "''[[dessert]]''" (hidangan penutup, pencuci mulut) berasal dari [[bahasa Perancis Kuno]] ''desservir'', "untuk membersihkan sebuah meja", dan berawal dari jamanzaman Abad Pertengahan. Hidangan tersebut biasanya terdiri dari [[dragée]] (semacam [[gula-gula]]) dan ''[[mulled wine]]'' (wine dengan campuran rempah-rempah) didampingi dengan keju tua; pada Abad Pertengahan Akhir bisa juga mencakup buah segar yang dilapisi gula, madu, atau sirup, dan pasta buah yang telah dimasak. [[Sejarah gula|Gula]], sejak kemunculan pertamanya di Eropa, banyak dipandang sebagai sebuah obat daripada sebagai bahan pemanis; reputasi yang panjang selama abad pertengahan sebagai suatu kemewahan yang eksotis mendorong kemunculannya dalam konteks elit dengan menyertai daging dan menu lainnya yang mana untuk selera modern lebih memilih rasa gurih yang alami. Ada berbagai macam [[gorengan]], [[crêpe]] dengan gula, [[dariole]] dan [[custard]] manis, susu almond dan telur dalam sebuah [[kue pastri]] yang juga dapat berisikan buah-buahan dan terkadang bahkan [[sumsum tulang]] atau ikan.<ref name="Scully 1995, pp. 135–136"/> Daerah berbahasa Jerman memiliki kesukaan tertentu pada ''krapfen'', yaitu kue pastri yang digoreng, terbuat dari adonan berbagai bahan yang manis dan gurih. [[Marzipan]] dalam berbagai bentuknya terkenal di Italia dan selatan Perancis pada sekitar tahun 1340-an, dan diasumsikan berasal dari Arab. Buku masak [[bangsa Anglo-Norman]] dipenuhi berbagai resep untuk [[tart]], saus, [[potage]], dan [[custard]] yang manis dan gurih berisikan stroberi, [[ceri]] (buah dari beragam tanaman [[genus]] ''[[Prunus]]''), apel, dan plum. Para koki Inggris juga gemar menggunakan berbagai [[kelopak bunga]] seperti [[bunga]] [[mawar]], [[Viola odorata|violet]], dan [[sambucus]]. Salah satu bentuk awal dari [[quiche]] dapat ditemukan dalam ''[[The Forme of Cury]]'', sebuah koleksi resep dari abad ke-14, yakni berupa ''Torte de Bry'' berisi keju dan kuning telur.<ref>Adamson (2004), p. 97.</ref>
 
Di utara Perancis, berbagai macam [[wafel]] dan [[wafer]] dimakan dengan keju dan [[hippocras]] atau [[malvasia]] yang manis sebagai "keberangkatan dari meja" (''issue de table''). Jahe, [[ketumbar]], [[adas manis]], maupun rempah lainnya yang telah bersalut gula selalu tersedia dan disebut sebagai "rempah-rempah ruangan" (''épices de chambre''), serta digunakan untuk membantu pencernaan di akhir hidangan makanan untuk "menutup" perut.<ref>Adamson (2004), p. 110.</ref> Sebagaimana rekan-rekan Muslim mereka di [[Spanyol]], para penakluk dari Arab di [[Sisilia]] memperkenalkan berbagai macam hidangan penutup dan [[gula-gula]] yang baru yang pada akhirnya menyebar ke seluruh Eropa. Sama seperti [[Montpellier]], Sisilia pernah terkenal karena ''[[comfit]]'' (kacang-kacangan, biji-bijian, atau buah kering yang dilapisi gula), permen [[nougat]] (''torrone'', atau ''[[turrón]]'' dalam [[bahasa Spanyol]]), dan almond bersalut gula (''confetti''). Dari selatan, [[bangsa Arab]] juga membawa seni pembuatan [[es krim]] yang menghasilkan [[sorbet]] (beda dengan [[serbat]] di Indonesia), beberapa kue pastri dan [[bolu]] (''cake'') yang manis; ''[[cassata]] alla Siciliana'' (dari [[bahasa Arab]] ''qas'ah'', istilah untuk mangkuk [[terakota]] yang digunakan untuk membuat kue tersebut), terbuat dari marzipan, [[kue sponge]], [[ricotta]] yang dimaniskan, dan ''[[cannoli]] alla Siciliana'', aslinya ''cappelli di turchi'' ("topi-topi Turki"), yaitu gulungan kue pastri berisi keju manis yang digoreng dan kemudian didinginkan.<ref>Habeeb Saloum, "Medieval and Renaissance Italy: B. Sicily" in ''Regional Cuisines of Medieval Europe'', pp. 120–121.</ref>
 
==Historiografi dan sumber==
Penelitian terhadap produksi dan konsumsi makanan terkait aspek [[budaya]], [[sosial]], dan [[ekonomi]] (atau disebut juga ''foodways'') sampai sekitar tahun 1980 merupakan [[bidang studi]] yang banyak diabaikan. Kesalahpahaman dan kekeliruan secara langsung umum dilakukan di kalangan [[sejarawan]], dan masih ada sebagai suatu bagian pandangan populer bahwa jaman Abad Pertengahan merupakan suatu periode barbar, primitif, dan terbelakang. Masakan abad pertengahan digambarkan sebagai pemberontakan karena seringnya kombinasi aroma yang tidak biasa, anggapan atas kurangnya sayuran, dan penggunaan rempah-rempah secara bebas.<ref>Constance B. Hieatt, "Making Sense of Medieval Culinary Records: Much Done, But Much More to Do" in ''Food and Eating in Medieval Europe'', pp. 101–2</ref> Banyaknya penggunaan rempah-rempah telah menjadi alasan populer untuk mendukung klaim bahwa rempah-rempah digunakan untuk menyamarkan aroma dari daging yang telah rusak, suatu kesimpulan tanpa dukungan fakta [[sejarah]] dan sumber masa kini.<ref>Menurut Paul Freedman, gagasan ini disajikan sebagai suatu fakta bahkan oleh beberapa ahli modern, terlepas dari kurangnya dukungan kredibel; Freedman (2008), pp. 3–4</ref> Daging segar dapat diperoleh sepanjang tahun bagi mereka yang mampu membelinya. Teknik-teknik pengawetan telah ada pada saat itu dan sudah sangat memadai, walau sangat sederhana dibandingkan dengan standar sekarang. Biaya yang sangat besar dan prestise yang tinggi dari rempah-rempah, dan karenanya berpengaruh pada reputasi sang tuan rumah, akan terbuang sia-sia jika dihamburkan pada makanan yang murah dan ditangani dengan buruk.<ref>Scully (1995), pp. 84–86</ref>
 
Metode umum yang digunakan untuk menggiling dan menumbuk bahan makanan menjadi pasta dan berbagai potage serta saus digunakan sebagai suatu argumen untuk menjelaskan mengapa kebanyakan orang dewasa di kalangan bangsawan abad pertengahan kehilangan [[gigi]] mereka pada usia dini, sehingga karenanya terpaksa tidak makan apapun selain bubur, sup, dan daging yang dihaluskan. Gambar para bangsawan yang sedang mengunyah bubur tanpa gigi mereka sepanjang hidangan makanan dengan beragam menu tersiar pada masa itu bersamaan dengan penampakan yang kontradiktif dari "gerombolan orang berperangai kasar (menyamar sebagai bangsawan-bangsawan terhormat) yang, jika tidak saling melempar [[sendi]]-sendi daging berlemak berukuran besar di ruang jamuan makan, sedang sibuk merobek-robeknya dengan kelengkapan gigi-gigi [[gigi seri|seri]], [[gigi taring|taring]], [[gigi geraham|geraham]] depan dan belakang yang sehat sempurna".<ref>Scully (1995), p. 174</ref>