Gadung: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
HsfBot (bicara | kontrib)
k Bot: Perubahan kosmetika
AMA Ptk (bicara | kontrib)
Baris 45:
Umbi ''Dioscorea'' (genus uwi-uwian) mengandung lendir kental terdiri atas [[glikoprotein]] dan [[polisakarida]] yang larut pada air. Glikoprotein dan polisakarida merupakan bahan bioaktif yang berfungsi sebagai serat pangan larut air dan bersifat hidrokoloid yang bermanfaat untuk menurunkan kadar glukosa [[darah]] dan kadar total [[kolesterol]], terutama kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein).<ref name=Pangan/>
 
=== MakananSebagai pokokpangan ===
[[Berkas:Criping gadung Pj IMG 20150531 223938.JPG|jmpl|Kripik (criping) dari umbi gadung.]]
[[Umbi]] gadung dipergunakan sebagai [[makanan pokok]].<ref name=Penebar>{{aut|Soeseno, Slamet}} (1985). ''Sayur-Mayur untuk Karang Gizi''. hal.101-103. Jakarta:Penebar Swadaya.</ref> Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada tahun [[1628]], di saat [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]) [[Pengepungan Batavia (1628)|dikepung]], masyarakat memakan [[singkong]] dan gadung.<ref name=Sejarah>{{aut|Creutzberg, Pieter; Laanen, J.T.M. van}} ''[http://books.google.co.id/books?id=8jhyO4bJj-MC&pg=PA39 Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia]'' hal.39{{spaced ndash}}40. [[Jakarta]]:Yayasan Obor Indonesia.</ref> Pada masa [[Rumphius]], beberaabeberapa jenis ''[[Dioscorea]]'' juga ikut dimakan. Ini diperkuat dengan kebiasaan masyarakat yang memakan singkong hutan liar di [[Priangan]] dan sebagian [[Jawa Timur]] pada 1830. Kebiasaan ini diperkuat bahwa di [[Jawa Tengah]]-pun, memakan [[nasi]] adalah kebiasaan yang belum umum di sana. Ini diperkuat dengan kebiasaan makan nasi yang mulai menjalar pada 1800 Masehi. Pada masa itu, serdadu [[VOC]] yang sering bertugas ke kampung-kampung sering membawa nasi untuk makanan mereka. Ini memberi kejelasan bagi kita bahwa [[nasi]] belum umum hingga bagian pertama abad ke-19 dan [[umbi]]-umbian semacam gadung umum dimakan pada masa penjajahan [[Kolonial Belanda]].<ref name=Sejarah/>
 
Gadung terkenal beracun dan mengandung [[alkaloid]] dioskorina (''dioscorine'') yang menyebabkan [[pusing]]-pusing.<ref name=Penebar/> Di [[Nusa Tenggara]] dan [[Maluku]], biasa digunakan sebagai makanan pokok sebagai pengganti [[jagung]] dan [[sagu]] terutama di wilayah-wilayah kering.<ref name=BP>Sastrapradja, Setijati; Soetjipto, Niniek Woelijarni; Danimihardja, Sarkat; Soejono, Rukmini (1981). ''Proyek Penelitian Potensi Sumber Daya Ekonomi:Ubi-Ubian'' '''7''':24{{spaced ndash}}25 [[Jakarta]]: [[LIPI]] bekerja sama dengan [[Balai Pustaka]].</ref> Pada tahun 80-an, gadung dapat ditemui di [[pasar]]-pasar [[Indonesia]] -terutama di [[Pulau Jawa]]- sebagai [[keripik gadung]].<ref name=Penebar/> Di zaman sekarang ini, hanya [[keripik gadung|keripiknya-lah]] yang dimakan.<ref name=Pangan/> Keripik gadung banyak dijual di [[Kuningan]], [[Jawa Barat]] dan rasanya gurih.<ref name=sastra/> Selain itu, di daerah [[Baling]], [[Kedah]] di [[Malaysia]], ubi gadung ini juga dijadikan sebagai makanan yang dikukus, setelah melalui berbagai proses.<ref name=balingutusan>{{cite news |url=ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0920&pub=Utusan_Malaysia&sec=Agrobiz&pg=ag_01.htm |title=Hidangan popular dari Baling |author={{aut|Noor, Azman Md.}} |archiveurl=https://web.archive.org/web/20180820223638/http://ww1.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2010&dt=0920&pub=Utusan_Malaysia&sec=Agrobiz&pg=ag_01.htm |date=20 September 2010 |publisher=Utusan Malaysia |accessdate=21 Agustus 2018}}</ref>
 
Berikut adalah cara menghilangkan racun dari gadung:<ref name=Penebar/>
* Di [[Ambon]] irisan umbi gadung diremas-remas dalam air [[laut]] kemudian direndam kembali ke laut selama 2-3 hari sampai menjadi lembek. Setelah itu, baru dijemur.
* Di Aceh irisan atau parutan umbi gadung (janeng) ini dimasukkan dalam karung atau keranjang dan diletakkan dalam air bersih yang mengalir terus menerus (misalnya dalam sungai yang mengalir) selama sekurang kurangnya 24 jam, atau lebih lama. Setelahnya dijemur sampai kering.
 
* Di [[Bali]], setelah gadung dikupas dan diiris-iris menjadi kepingan, maka ia dicampur dengan [[abu gosok]]. Kemudian direndam dalam air laut (atau dalam air garam bertakaran 3%), dan dicuci lagi dengan air tawar. Penjemuran terus dilakukan selama 3 hari. Untuk mengetahui apakah racun yang ada sudah hilang, maka biasanya dicobakan kepada [[ayam]]. Satu pertanda kalau [[racun]]nya sudah hilang, bahwa si ayam tidak akan merasa mabuk.
* Cara ketiga, di [[Kebumen]], [[Jawa Tengah]] setelah gadung dilumasi dengan abu gosok, maka gadung tersebut harus dipendam dalam [[tanah]] selama 3-4 hari. Kemudian digali dan dicuci dengan air tawar sambil diremas-remas seperti mencuci [[beras]]. Apabila racun telah hilang, air cucian yang terakhir tidak berwarna putih [[susu]] lagi seperti air bilasan sebelumnya.
 
Selain itu pula, ada alternatif pembersihan yang dikerjakan masyarakat Baling, Malaysia. Setelah dikupas, dia musti direndam dan dibasuk dengan cermat. Tujuannya adalah agar getah berbisa yang ada pada umbinya hilang. Pembersihannya lebih kurang ialah selama 3-4 hari, dan umbinya itu harus diiris tipis. Ini terus dilakukan sampai umbi kuningnya berubah warna jadi putih. Bahkan setelah menjadi putihpun, umbinya masih harus dilapisi garam untuk membuang segala sisa-sisa racun yang masih terkandung di dalamnya.<ref name=balingutusan/>
* Cara ketiga, di [[Kebumen]], [[Jawa Tengah]] setelah gadung dilumasi dengan abu gosok, maka gadung tersebut harus dipendam dalam [[tanah]] selama 3-4 hari. Kemudian digali dan dicuci dengan air tawar sambil diremas-remas seperti mencuci [[beras]]. Apabila racun telah hilang, air cucian yang terakhir tidak berwarna putih [[susu]] lagi seperti air bilasan sebelumnya.
 
Apabila pengolahannya tidak betul, maka akan menimbulkan rasa sakit seperti memakan [[talas]] (mentah). Keracunan gadung dapat diobati dengan air [[kelapa]] muda.<ref name=Penebar/>