Surau Latiah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 31:
Ketika berdiri, Surau Latiah awalnya hanya berdinding bambu yang dianyam atau disebut ''sasak'' dan beratapkan ijuk. Setelah Syekh Sihalahan meninggal pada 9 Muharram 1336 (sekitar Juli 1917), dinding dinding bangunan diberi plester dengan semen. Bagian lantai dan loteng telah diganti dengan material baru pada 1997 oleh BP3 Batusangkar. Pada bagian tiang dalam masjid (asli) sudah dilapisi oleh ahli waris dengan papan guna perkuatan dan pencegahan terhadap rayap.{{sfn|Yusfa Hendra Bahar|2 Februari 2016}}{{sfn|situsbudaya.id|2 Februari 2016}}
 
Selain sebagai tempat ibadah, dan menuntut ilmu, dan pelatihan rohani, Surau Latiah “dahulunya” jugadahulunya digunakan sebagai tempat Ibadahibadah Suluk[[suluk]]. Suluk adalahmerupakan usahaajaran tertinggi[[tasawuf]] bagidalam umatIslam muslim,yang terutamaartinya dijalan Minangkabauatau cara untuk mendekatkan diri pada Allah. SWTTidak dansemua memperdalamsurau ilmubisa tasauf.menjadi Tempattempat seperti ini sangat terbatassuluk, karena tidak banyak buyaulama-buyaulama yang bisa membimbing orang-orang yang ingin melakukan ibadah suluk. Para peserta suluk di Surau Latiah dulunya tidak hanya diisi oleh orang-orangberasal dari Solok, tapi juga berasal dari [[Kota Pariaman|Pariaman]], [[Kota Padang Panjang|Padangpanjang]], [[Kota Payakumbuh|Payakumbuh]], Sawahlunto,hingga dll[[Kota Sawahlunto|Sawahlunto]].
 
Seperti kebanyakan masjid tua lainnya di Minangkabau, masjid ini memiliki bedug atau disebut ''tabuah'' dalam [[bahasa Minang]]. Bersebalahan dengan surau, terdapat rumah gadang peninggalan Syekh Sihalahan.{{sfn|Pemerintah Kota Solok|2018|pp=8-9}}