Aksara Makassar Kuno: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Swarabakti (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
Baris 20:
== Sejarah ==
[[File:COLLECTIE TROPENMUSEUM Gedeelte van het dagboek van de Vorsten van Gowa in oud Makassaarschrift TMnr 668-216.jpg|250px|thumb|Contoh buku tulisan tangan, ditulis dalam bahasa Makassar menggunakan aksara Makassar, dari buku harian Pangeran [[Gowa]]. Tanda baca [[Pallawa|palláwa]], tipikal dari aksara ini, digambar dan diberi warna merah, serta beberapa nama dan beberapa sisipan dalam bahasa Arab.]]
Aksara Makassar adalah perkembangan dari [[aksara Kawi]] yang digunakan di Nusantara sekitar tahun 800-an. Namun dari itu, tidak diketahui apakah aksara Makassar (bersama-sama dengan [[aksara Bugis]]) merupakan turunan langsung dari Kawi atau dari kerabat Kawi lain karena kurangnya bukti. Terdapat teori yang menyatakan bahwa aksara Lontara terinspirasi dari [[aksara Rejang]] karena adanya kesamaan grafis di antara dua tulisan tersebut.<ref name="Noorduyn">{{cite journal|title=Variation in the Bugis/Makasarese script|year=1993|publisher=KITLV, Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies|pages=533–570|author=J. Noorduyn|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|issue=149}}</ref> Pernyataan [[Kronik Gowa]] bahwa [[Daeng Pamatte']], [[syahbandar]] [[Kesultanan Gowa]] di awal abad ke-16, merupakan orang yang "membuat ''lontara<nowiki>'</nowiki>'' Makassar" (''ampareki lontara' Mangkasaraka'') seringkali dikutip sebagai bukti bahwa ia merupakan pencipta aksara ini, tetapi pendapat ini ditolak oleh sebagian besar sejarawan dan ahli bahasa, yang menganggap bahwa yang dimaksud dengan pembuatan ''lontara<nowiki>'</nowiki>'' di sini adalah penyusunan pustaka dan pencatatan sejarah alih-alih penciptaan aksara.<ref name=":1" /><ref name="Noorduyn" /><ref>{{cite book |author=Ahmad M. Sewang |year=2005 |title=Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII|url=https://books.google.com/books?id=HOcUtQAtl00C |publisher=Yayasan Obor Indonesia |isbn=9789794615300}}</ref><ref name="Noorduyn" /><ref>{{cite book |last=Cummings |first=William P. |year=2002 |title=Making Blood White: Historical Transformations in Early Modern Makassar |url=https://books.google.com/?id=tANZd6c-8wUC |location=2840 Kolowalu St, Honolulu, HI 96822, USA|publisher=University of Hawaii Press |isbn=978-0824825133}}</ref><ref>{{cite book |last=Cummings |first=William P. |year=2007 |title=A Chain of Kings: The Makassarese Chronicles of Gowa and Talloq |url=https://books.google.com/?id=0jDBXoKAq6UC&dq=empire%20of%20gowa |publisher=KITLV Press|isbn=978-9067182874 }}</ref><ref>{{cite book |author=Fachruddin Ambo Enre |year=1999 |title=Ritumpanna Wélenrénngé: Sebuah Episoda Sastra Bugis Klasik Galigo |url=https://books.google.com/books?id=u3jZXmdmv0oC |publisher=Yayasan Obor Indonesia |isbn=9789794613184}}</ref>
 
Aksara ini pernah dipakai untuk menulis berbagai macam dokumen, dari peta, hukum perdagangan, surat perjanjian, hingga buku harian. Dokumen-dokumen ini biasa ditulis dalam sebuah buku, tetapi terdapat juga medium tulis tradisional bernama ''[[lontar]]'', di mana selembar daun lontar yang panjang dan tipis digulungkan pada dua buah poros kayu sebagaimana halnya pita rekaman pada ''tape recorder''. Teks kemudian dibaca dengan menggulung lembar tipis tersebut dari kiri ke kanan.