Robert Wolter Mongisidi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Biografi: Nama Mongisidi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Biografi: +foto
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 6:
Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari [[Manado]]), anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa pada tanggal 14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert Wolter Mongisidi semasa kecil adalah Bote.<ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/wolter-monginsidi-ia-yang-mati-muda-demi-indonesia-ciZT|title=Wolter Monginsidi, Ia yang Mati Muda Demi Indonesia|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-09-22}}</ref> Dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar ({{lang-nl|Hollands Inlandsche School}} atau ([[HIS]]), yang diikuti sekolah menengah ({{lang-nl|Meer Uitgebreid Lager Onderwijs}} atau [[MULO]]) di Frater Don Bosco di Manado. Mongisidi lalu dididik sebagai guru Bahasa Jepang pada sebuah sekolah di [[Tomohon]]. Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di [[Liwutung, Ratahan, Minahasa Tenggara|Liwutung]], [[Minahasa]], dan [[Luwuk]], [[Sulawesi Tengah]], sebelum ke [[Makassar]], [[Sulawesi Selatan]].<ref name="KOMANDOKO1">{{cite book|first = Gamal|last = Komandoko|year = 2006|title = Kisah 124 Pahlawan and Pejuang Nusantara|pages = 278}}</ref>
 
[[File:Grave of Robert Wolter Monginsidi 27 November 1950 p1.jpg|thumb|Keluarga Mongisidi di sekitar makamnya, 1950]]
Kemerdekaan Indonesia [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|diproklamasikan]] saat Mongisidi berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya [[Perang Dunia II]]. Mereka kembali melalui NICA (''Netherlands Indies Civil Administration''/Administrasi Sipil Hindia Belanda). Mongisidi yang tidak menerima kedatangan Belanda, menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar.<ref name="SUDARMANTO">{{cite book|first = J.B.|last = Sudarmanto|year = 2007|title = Jejak-jejak Pahlawan|pages = 220|publisher = Grasindo}}</ref> Pada tanggal [[17 Juli]] [[1946]], Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya melecehkan dan menyerang posisi Belanda. Dia ditangkap oleh Belanda pada [[28 Februari]] [[1947]], tetapi berhasil kabur pada [[27 Oktober]] [[1947]]. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada [[5 September]] [[1949]].<ref name="KOMANDOKO2">{{cite book|first = Gamal|last = Komandoko|year = 2006|title = Kisah 124 Pahlawan and Pejuang Nusantara|pages = 280}}</ref> Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar pada [[10 November]] [[1950]].<ref name="MEDIAPUSINDO">{{cite book|title = Pahlawan Indonesia|pages = 118|publisher = Media Pusindo}}</ref>
 
[[File:Chris Soumokil, Volume I of Pendidikan Politik Rakjat, p79.jpg|thumb|150px|[[Chris Soumokil]], Menteri Kehakiman [[Indonesia Timur]] saat itu. Dia memberikan hukuman mati kepada Mongisidi dan menolak permintaan amnesti oleh rekan-rekan dan keluarganya. Soumokil kemudian akan menghadapi nasib yang sama seperti Mongisidi, dieksekusi oleh regu tembak pada 12 Maret 1966.{{cn|date=Desember 2019}}]]
 
== Penghargaan ==