Robert Wolter Mongisidi

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

Robert Wolter Mongisidi atau sering salah ditulis sebagai Robert Wolter Monginsidi[1] (14 Februari 1925 – 5 September 1949) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional Indonesia.

Robert Wolter Mongisidi
Lahir(1925-02-14)14 Februari 1925
Malalayang, Manado, Hindia Belanda
Meninggal(1949-09-05)5 September 1949
Makassar, Sulawesi, Negara Indonesia Timur, Republik Indonesia Serikat
Sebab meninggalDitembak serdadu Belanda
Tempat pemakamanTaman Makam Pahlawan Panaikang Makassar
Dikenal atasPahlawan Nasional Indonesia

Biografi sunting

Robert Wolter Mongisidi dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari Manado), anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa pada tanggal 14 Februari 1925. Panggilan akrab Robert Wolter Mongisidi semasa kecil adalah Bote.[2] Dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti sekolah menengah (Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado. Mongisidi lalu dididik sebagai guru Bahasa Jepang pada sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, sebelum ke Makassar, Celebes.[3]

 
Keluarga Mongisidi di sekitar makamnya, 1950

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Mongisidi berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang Dunia II. Mereka kembali melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda). Mongisidi yang tidak menerima kedatangan Belanda, menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar.[4]

Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia sunting

Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya melakukan perlawanan dan menyerang posisi Belanda. Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949.[5] Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar pada 10 November 1950.[6]

 
Chris Soumokil, Menteri Kehakiman Indonesia Timur saat itu. Dia memberikan hukuman mati kepada Mongisidi dan menolak permintaan amnesti oleh rekan-rekan dan keluarganya. Soumokil kemudian akan menghadapi nasib yang sama seperti Mongisidi, dieksekusi oleh regu tembak pada 12 Maret 1966.[butuh rujukan]

Penghargaan sunting

Robert Wolter Mongisidi dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973. Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi negara Indonesia, Bintang Mahaputera (Adipradana), pada 10 November 1973. Ayahnya, Petrus, yang berusia 80 tahun pada saat itu, menerima penghargaan tersebut.[7] Bandara Wolter Mongisidi (kini Bandar Udara Haluoleo) di Kendari, Sulawesi Tenggara dinamakan sebagai penghargaan kepada Mongisidi, seperti kapal TNI Angkatan Laut, KRI Wolter Mongisidi dan Rumah Sakit TNI Angkatan Darat Robert Wolter Mongisidi di Manado.

Dalam budaya populer sunting

Referensi sunting

  1. ^ https://regional.kompas.com/read/2012/09/06/16315169/~Regional~Indonesia%20Timur
  2. ^ "Wolter Monginsidi, Ia yang Mati Muda Demi Indonesia". tirto.id. Diakses tanggal 2019-09-22. 
  3. ^ Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 Pahlawan and Pejuang Nusantara. hlm. 278. 
  4. ^ Sudarmanto, J.B. (2007). Jejak-jejak Pahlawan. Grasindo. hlm. 220. 
  5. ^ Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 Pahlawan and Pejuang Nusantara. hlm. 280. 
  6. ^ Pahlawan Indonesia. Media Pusindo. hlm. 118. 
  7. ^ "Petrus Terima Bintang". Tempo. 24 November 1973.