Panteisme: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 31:
Johann Wolfgang von Goethe menolak kepercayaan Jacobi pada Tuhan sebagai "sentimen hampa yang dimiliki otak anak-anak" (Goethe 15/1: 446) dan, dalam "Studie nach Spinoza" (1785/86), menyatakan identitas keberadaan dan keseluruhan. Ketika Jacobi berbicara tentang "alam semesta yang pada dasarnya bodoh" (Jacobi [31819] 2000: 312), Goethe memuji alam sebagai "idolanya" (Goethe 14: 535).<ref>{{Cite encyclopedia|last=Bollacher|editor-first1=T.|encyclopedia=Online Encyclopedia Philosophy of Nature|publisher=Universitätsbibliothek Heidelberg|doi=10.11588/oepn.2020.0.76525}}; "Goethe 14" and "Goethe 15/1" in the passage refers to volumes of Johann Wolfgang Goethe 1987–2013: Sämtliche Werke. Briefe, Tagebücher und Gespräche. Vierzig Bände. Frankfurt/M., Deutscher Klassiker Verlag.</ref>
 
Dalam ''[[KeluargaThe KudusHoly Family (buku)|The Holy Family]]'' (1844), [[Karl Marx]] dan [[Friedrich Engels]] mencatat, "[[Spinozisme]] mendominasi abad kedelapan belas baik dalam [[Materialisme Prancis|variasi Prancis]], yang menjadikan materi menjadi substansi, maupun dalam [[deisme]], yang memberikan nama yang lebih spiritual kepada materi. . . . Sekolah Prancis Spinoza dan para pendukung deisme hanyalah dua sekte yang memperdebatkan arti sebenarnya dari sistemnya. . . ."
 
SM Melamed (1933) mencatat, "Namun, dapat diamati bahwa Spinoza bukanlah [[Monisme|monis]] dan panteis terkemuka pertama di Eropa modern. Satu generasi sebelumnya, Giordano Bruno menyampaikan pesan serupa kepada umat manusia. Namun Bruno hanyalah sebuah episode indah dalam sejarah pemikiran manusia, sementara Spinoza adalah salah satu kekuatannya yang paling kuat. Bruno adalah seorang [[Rapsoidos|rhapsodist]] dan penyair, yang dikelilingi oleh emosi artistik; namun, Spinoza, adalah spiritus purus dan dalam metodenya, adalah prototipe filsuf."<ref>{{Cite book|last=Melamed|first=S. M.|date=1933|title=Spinoza and Buddha: Visions of a Dead God|location=Chicago|publisher=University of Chicago Press}}</ref>
Baris 56:
 
=== Abad ke-20 ===
[[Berkas:Einstein_1921_portrait2.jpg|jmpl|200x200px|Albert Einstein dianggap sebagai panteis oleh beberapa komentator.]]Dalam sebuah surat yang ditulis kepada Eduard Büsching (25 Oktober 1929), sebagai balasan setelah Büsching mengirim [[Albert Einstein]] salinan bukunya ''Es gibt keinen Gott'' ("Tidak ada Tuhan"), Einstein menulis, "Kami para pengikut Spinoza melihat Tuhan kami dalam keajaiban, keteraturan dan keabsahan semua yang ada dan dalam jiwanya [''Beseeltheit''] sebagaimana ia menampakkan dirinya dalam manusia dan hewan."<ref name="Jammer">Jammer (2011), ''Einstein and Religion: Physics and Theology'', Princeton University Press, p.51; original at Einstein Archive, [http://alberteinstein.info/vufind1/Record/EAR000015602 reel 33-275]</ref> Menurut Einstein, buku ituBüsching hanya membahas konsep [[Tuhan pribadi]] dan bukan Tuhan dalam perspektif panteisme yang impersonal.<ref name="Jammer" /> Dalam sebuah surat yang ditulis pada tahun 1954 kepada filsuf Eric Gutkind, Einstein menulis "kata Tuhan bagi saya tidak lebih dari ekspresi dan produk dari kelemahan manusia."<ref name="weakness">{{Cite web|date=13 May 2008|title=Belief in God a 'product of human weaknesses': Einstein letter|url=http://www.cbc.ca/news/world/story/2008/05/13/einstein-religion.html|website=CBC News|access-date=5 February 2022}}</ref><ref>{{Cite web|title=Richard Dawkins Foundation, ''Der Einstein-Gutkind Brief - Mit Transkript und Englischer Übersetzung''|url=http://de.richarddawkins.net/articles/der-einstein-gutkind-brief-mit-transkript-und-englischer-ubersetzung}}</ref> Dalam surat lain pada tahun 1954, ia menulis "Saya tidak percaya pada Tuhan yang berpribadipersonal dan saya tidak pernah menyangkal pandangan ini tetapi telah mengungkapkannya dengan jelas."<ref name="weakness" /> Dalam ''Ideas and Opinions'', yang diterbitkan setahun sebelum kematiannya, Einstein menyatakan konsepsi yang spesifik tentang kata Tuhan:
 
<blockquote>Penelitian ilmiah dapat mengurangi takhayul dengan mendorong orang untuk berpikir dan melihat sesuatu dari segi sebab dan akibat. Yang pasti adalah bahwa keyakinan tentang rasionalitas dan kejelasan dunia, mirip dengan perasaan religius, terletak di balik semua karya ilmiah dari tatanan yang lebih tinggi. [. . . ] Keyakinan yang teguh ini, keyakinan yang terikat dengan perasaan yang mendalam, dalam pemikiran superior yang mengungkapkan dirinya di dunia pengalaman, merepresentasikan konsepsi saya tentang Tuhan. Dalam bahasa umum ini dapat dideskripsikan sebagai "panteistik" (Spinoza).<ref>{{Cite book|last=Einstein|first=Albert|date=2010|title=Ideas And Opinions|location=New York|publisher=Three Rivers Press|page=[https://books.google.com/books?id=vLm4oojTPnkC&pg=PA262 262]}}</ref></blockquote>Pada akhir abad ke-20, beberapa sarjana menyatakan bahwa panteisme adalah teologi yang mendasari [[Paganisme Modern|Neopaganisme]],<ref>{{Cite book|last=Adler|first=Margot|date=1986|title=Drawing Down the Moon|publisher=Beacon Press}}</ref> dan orang-orang panteis mulai membentuk organisasi yang dikhususkan untuk panteisme dan memperlakukannya sebagai agama yang terpisah.<ref name="ReferenceA2">Paul Harrison, ''Elements of Pantheism'', 1999.</ref>
=== Abad ke-21 ===
[[Dorion Sagan]], putra ilmuwan dan komunikator sains [[Carl Sagan]], menerbitkan buku berjudul ''Dazzle Gradually: Reflection on the Nature of Nature'', yang ditulis bersama ibunya [[Lynn Margulis]] pada tahun 2007. Dalam bab "Truth of My Father", Sagan menulis bahwa "ayahnya percaya kepada Tuhannya Spinoza dan Einstein, Tuhan bukan di belakang alam, tetapi sebagai alam, yang setara dengannya."<ref>Sagan, Dorion, "Dazzle Gradually: Reflections on the Nature of Nature" 2007, p 14.</ref>[[Berkas:LuminariesofPantheism.jpg|kiri|jmpl|Lukisan dinding ''Luminaries of Pantheism'' karya [[Levi Ponce]] di Venesia, California untuk [[Proyek Surga|The Paradise Project]].]]