Basuki Rahmat: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tambahan Refrensi, |
Callme lntr (bicara | kontrib) k →Karier militer: / *menyunting redaksi */ / *pranala */ |
||
Baris 45:
== Awal Kehidupan ==
Basuki Rahmat lahir pada tanggal 4 November 1921 di Kecamatan [[Senori, Tuban|Senori]], [[Kabupaten Tuban]], [[Jawa Timur]]. Ayahnya, [[Raden Soedarsono Soemodihardjo]], adalah asisten residen (Wedono) setempat. Ibunya, Soeratni, meninggal pada bulan Januari 1925 ketika Basuki memasuki usia empat tahun, Ketika berusia tujuh tahun, Basuki masuk sekolah dasar. Pada tahun 1932 ayahnya meninggal, sehingga berakibat terhentinya pendidikan Basuki. Dia dikirim untuk tinggal bersama adik ayahnya dan lulus dari SMP pada tahun 1939 serta dari SMA [[Muhammadiyah]] [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]] pada tahun 1942, ketika Jepang mulai menduduki Indonesia.<ref name=":0">{{cite book|last=Djamaluddin|first=Dasman|year=1998|title=Basoeki Rachmat dan Supersemar|location=Jakarta|publisher=Grasindo|isbn=979-669-189-2}}</ref>
== Karier militer ==
Baris 51:
Pada tahun 1943, selama [[pendudukan Jepang di Indonesia]], Basuki bergabung dengan [[Pembela Tanah Air|Tentara Pembela Tanah Air (PETA)]], yang didirikan oleh tentara Jepang untuk melatih tentara tambahan dalam menghadapi invasi tentara Amerika Serikat ke Pulau Jawa. Di PETA, Basuki diangkat menjadi Komandan Kompi.
Dengan
Pada tanggal 5 Oktober 1945, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, dan di bulan yang sama Basuki mendaftar menjadi anggota TKR di kota Ngawi di provinsi asalnya [[Jawa Timur]]. Di sana ia ditempatkan di KODAM VII / Brawijaya (kemudian dikenal sebagai Wilayah Militer V/Brawijaya), komando militer bertanggung jawab atas keamanan provinsi Jawa Timur.
Dalam penugasan militernya, Basuki pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon di Ngawi (1945–1946), Komandan Batalyon di Ronggolawe (1946–1950), Komandan Resimen di Bojonegoro (1950–1953), Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium V/Brawijaya (1953–1956), dan Panglima Daerah Militer V/Brawijaya (1956).<ref name=":1">{{Cite book|last=Bachtiar|first=Harsja W.|date=1998|title=Siapa Dia?: Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|location=Jakarta|publisher=Djambatan|isbn=979428100X|url-status=live}}</ref>▼
Pada bulan September 1956, Basuki dipindahkan ke [[Melbourne]], [[Australia]] untuk bertugas sebagai atase militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Kemudian Basuki kembali lagi ke Indonesia pada bulan November tahun 1959 dan menjabat sebagai Asisten IV / Logistik di bawah Kepala Staf Angkatan Darat [[Abdul Haris Nasution]].▼
▲Panglima Daerah Militer V/Brawijaya (1956).<ref name=":1">{{Cite book|last=Bachtiar|first=Harsja W.|date=1998|title=Siapa Dia?: Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|location=Jakarta|publisher=Djambatan|isbn=979428100X|url-status=live}}</ref>
▲Pada bulan September 1956, Basuki dipindahkan ke [[Melbourne]], [[Australia]] untuk bertugas sebagai atase militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Basuki kembali ke Indonesia pada bulan November tahun 1959 dan menjabat sebagai Asisten IV / Logistik di bawah Kepala Staf Angkatan Darat [[Abdul Haris Nasution]].
Basuki kembali ke KODAM VII/Brawijaya pada tahun 1960 dan menjabat sebagai Kepala Staf sebelum akhirnya menjadi Panglima pada tahun 1962.<ref name=":1" />
== Pembunuhan Jenderal ==
Pada tahun 1965, terjadi banyak ketegangan politik di Indonesia, khususnya antara Angkatan Darat dan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI). PKI, yang perlahan tetapi pasti mendapatkan pijakan dalam politik Indonesia, mereka siap menjadi partai politik yang paling kuat karena hubungan mereka dengan Presiden [[Soekarno]]. Pada bulan September tahun 1965, Basuki menjadi semakin waspada terhadap kegiatan PKI di Jawa Timur dan pergi ke Jakarta untuk melaporkan pengamatannya kepada Panglima Angkatan Darat, [[Ahmad Yani]]. Mereka bertemu di malam 30 September di mana Basuki melaporkan kepada Yani tentang peningkatan kegiatan PKI di di provinsinya. Yani memuji laporan Basuki tersebut dan mengajaknya untuk menemani Yani ke pertemuan dengan Presiden keesokan harinya untuk melaporkan tentang kegiatan PKI.<ref name=":2">{{cite book|last=Hughes|first=John|year=2002|title=The End of Sukarno: A Coup That Misfired A Purge That Ran Wild|location=Singapore|publisher=Archipelago Press|isbn=981-4068-65-9|page=44}}</ref>
Keesokan paginya pada tanggal 1 Oktober, Basuki dihubungi oleh Markas Besar Angkatan Darat dan diberitahu tentang [[Gerakan 30 September|penculikan para jenderal]], termasuk Yani. Mendengar hal ini, Basuki bersama dengan seorang pembantunya masuk mobil dan berkendara di sekitar kota untuk memeriksa apa yang sedang terjadi. Saat ia sedang mengemudi, Basuki melihat pasukannya dari Jawa Timur,
Basuki pergi ke markas [[Kostrad]] dan mendapati bahwa Panglima Kostrad, Mayor Jenderal [[Soeharto]] telah memutuskan untuk mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat dan mengendalikan situasi. Dari Soeharto, Basuki mengetahui bahwa sebuah gerakan yang menyebut diri mereka sebagai Gerakan September 30 telah menggunakan pasukan dari
Siang harinya, Gerakan G30S membuat pengumuman tentang adanya Dewan Revolusi yang bermaksud melakukan makar. Di antara nama-nama yang disebut-sebut dalam dewan tersebut nama Basuki juga termasuk. Namun Basuki bukan satu-satunya Jendral yang namanya dimasukkan dalam dewan tersebut, karena banyak nama jendral anti-komunis seperti [[Umar Wirahadikusumah]] dan [[Amirmachmud]] yang juga terdaftar dalam dewan ini. Basuki dengan cepat menyangkal keterlibatannya dalam Dewan Revolusi.
Baris 86 ⟶ 76:
Pada tanggal 16 Oktober 1965, sebuah pawai besar diselenggarakan di Surabaya di mana Komando Aksi Bersama yang terdiri dari berbagai partai politik dibentuk.
Meskipun Basuki telah mendorong partai-partai politik untuk bergabung dengan Komando Aksi Bersama, Basuki tidak serta merta memerintahkan pasukannya untuk mengganyang PKI sebagaimana komandan-komando yang lain. Selama minggu-minggu pertama penumpasan PKI di seluruh negeri, tidak ada insiden apa pun di ibu kota Jawa Timur, [[Surabaya]]. Kurangnya komitmen untuk menumpas PKI ini dan dimasukkannya nama Basuki sebagai anggota Dewan Revolusi menyebabkan banyak orang yang curiga bahwa Basuki adalah simpatisan PKI. Beberapa stafnya harus memaksa Basuki terlebih dahulu sebelum akhirnya ia membekukan kegiatan-kegiatan pro-PKI di Surabaya dan Jawa Timur.<ref>{{Cite web|title=Report from East Java|url=http://cip.cornell.edu/DPubS/Repository/1.0/Disseminate/seap.indo/1107008153/body/pdf|website=Cornell University Library|language=en|archive-url=https://web.archive.org/web/20060923110418/http://cip.cornell.edu/DPubS/Repository/1.0/Disseminate/seap.indo/1107008153/body/pdf|archive-date=23 September 2016}}</ref>
Pada bulan November tahun [[1965]], Basuki dipindahkan ke Jakarta dan menjadi anggota staf Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, dan menduduki jabatan sebagai Deputi Bidang Keuangan dan Hubungan Sipil. Basuki juga aktif sebagai anggota Panitia Sosial Politik (Panitia SosPol), sebuah think-tank politik Angkatan Darat yang dibentuk Soeharto setelah ia menjadi Komandan.<ref>{{Cite book|last=Vatikiotis|first=Michael R.J.|date=2004|url=https://press-files.anu.edu.au/downloads/press/p33231/pdf/book.pdf|title=The Military and Democracy in Asia and the Pacific|publisher=Australian National University E Press|isbn=9781920942007|language=en|chapter=The military and democracy in Indonesia|url-status=live}}</ref>
Baris 99 ⟶ 89:
Jusuf menyarankan agar mereka bertiga pergi ke Bogor untuk memberikan dukungan moral bagi Sukarno. Dua jenderal tersebut setuju dan bersama-sama pergi ke Bogor setelah meminta izin dari Soeharto. Menurut Amir Machmud, Soeharto meminta ketiga jenderal tersebut untuk memberitahu Soekarno mengenai kesiapannya untuk memulihkan keamanan apabila Soekarno memerintahkannya.
Di Bogor, ketiga jendral tersebut bertemu dengan Soekarno yang tidak senang dengan situasi keamanan dan dengan penegasan Amir Machmud bahwa segalanya aman. Soekarno kemudian mulai mendiskusikan pilihan-pilihan yang ada dengan Basuki, Jusuf, dan Amir Machmud sebelum akhirnya bertanya pada mereka bagaimana ia bisa mengendalikan situasi. Basuki dan Jusuf diam, tetapi Amir Machmud menyarankan agar Soekarno memberikan beberapa kewenangan dan bersama-sama memerintah Indonesia sehingga semuanya dapat diamankan. Pertemuan kemudian dibubarkan dan Soekarno mulai mempersiapkan Surat Keputusan Presiden.
Terdapat kontroversi mengenai peran Basuki dalam peristiwa Supersemar. Ada salah satu versi yang menyatakan bahwa ada empat jenderal yang pergi ke Bogor, di mana jendral yang keempat adalah [[Maraden Panggabean]]. Versi ini menyebutkan bahwa Basuki dan Panggabean menodongkan pistol ke Soekarno dan memaksanya untuk menandatangani Supersemar yang telah dipersiapkan dan dibawa oleh Jusuf dalam map berwarna merah muda.<ref>{{Cite news|date=28 Agustus 2018|title=Panggabean Bantah Menodong Bung Karno|url=http://www.listserv.dfn.de/cgi-bin/wa?A2=ind9808d&L=indonews&D=0&F=P&P=83569&D=1|work=Harian Suara Pembaruan|publisher=Indonesia Daily News Online|access-date=2021-06-01|archive-date=2012-09-09|archive-url=https://archive.is/20120909051128/http://www.listserv.dfn.de/cgi-bin/wa?A2=ind9808d&L=indonews&D=0&F=P&P=83569&D=1|dead-url=unfit}}</ref>
Baris 114 ⟶ 104:
== Penghargaan ==
Setelah ia meninggal Pemda [[Jakarta]] mengubah nama Jalan Proklamasi (Depok Timur) yang terhubung ke Jalan Arif Rahman Hakim (Margonda) menjadi Jalan Basuki Rahmat. TV Jakarta dan Depok pernah membuat film pendek mengenai riwayat hidupnya.
;Tanda kehormatan
* [[Daftar pahlawan nasional Indonesia|Pahlawan Nasional]] (SK Presiden RI No. 1/TK/1969) - 9 Januari 1969
* {{flag|Indonesia}}<ref>{{Cite web|title=Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/41462-Bintang_Mahaputera_tahun_1959-2003.pdf|website=Sekretariat Negara Republik Indonesia|access-date=2021-01-20}}</ref>
** [[Berkas:Bintang Republik Indonesia Adipradana Ribbon1.gif|49x49px]] [[Bintang Republik Indonesia Adipradana]] – 1995
|