Mohammad Sjafei: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 38:
=== Pendidikan ===
[[Berkas:Kweekschool voor inlandse onderwijzers te Fort de Kock, KITLV 2981.tiff|jmpl|Gambar salah satu sudut Sekolah Raja/''Kweekschool'' di Fort de Kock (Bukittinggi) pada tahun 1915 (sekarang sekolah ini menjadi SMA Negeri 2 Bukittinggi). Engku Mohammad Syafei dan Engku Ibrahim Marah Sutan belajar di sini. Engku Mohammad Syafei tamat pendidikan guru di sekolah ini pada tahun 1914.]]▼
Mengutip [[Surya Suryadi|Suryadi Sunuri]], majalah Pandji Poestaka memuat secara lengkap riwayat pendidikan Engku Mohammad Syafei setelah Anduang Khalijah dan Engku [[Ibrahim Marah Soetan|Ibrahim Marah Sutan]] mengangkatnya sebagai anak. Pada tahun 1904, di usia sepuluh tahun Engku Mohammad Syafei belajar di Sekolah Melayu di [[Kabupaten Pidie|Pidie]], [[Aceh]]. Pada pertengahan tahun 1907, Engku Mohammad Syafei pindah ke Sekolah Melayu di [[Kota Pontianak|Pontianak]]. Setahun kemudian, beliau dikirim oleh orang tua angkatnya ke [[Sekolah raja|Sekolah Raja]] atau ''[[SMA Negeri 2 Bukittinggi|Kweekschool]]'' di Fort de Kock (Bukittinggi) setelah berhasil lulus di ujian masuk sekolah bergengsi ini yang juga adalah almamater Engku Ibrahim Marah Sutan<ref>Lihat tulisan Suryadi Sunuri di ''Minang Saisuak #224 – Mohammad Sjafei (1893 – 1969)''<nowiki>https://niadilova.wordpress.com/2015/05/25/minang-saisuak-224-mohammad-sjafei-1893-1968/</nowiki></ref>.
[[Berkas:Weltevreden - Kartinischool, KITLV 1406171.tiff|jmpl|Gambar Sekolah Kartini atau ''Kartinischool'' di kawasan Weltevreden, Batavia (sekarang kawasan Sawah Besar, Jakarta), tempat di mana Engku Mohammad Syafei bekerja sebagai salah seorang guru dan di saat yang sama belajar bersiap untuk melanjutkan studi ke Belanda.]]▼
Engku Mohammad Syafei tamat belajar di sekolah guru itu pada tahun 1914 dan langsung diangkat menjadi guru di [[Sekolah Kartini|Kartini School]] di [[Batavia|Betawi]] atau Jakarta. Di sekolah ini juga bekerja sebagai guru Engku Ibrahim Marah Sutan dan saudara angkatnya Engku Sukardi. Selain mengajar, Engku Mohammad Syafei juga ikut kursus menggambar bersama guru menggambar terkenal, Tuan De Graaf. Kursus menggambar ini beliau selesaikan dalam delapan belas bulan. Engku Mohammad Syafei juga mengisi waktu dengan mengambil ujian bahasa Belanda ''(Acte Nederlandsche)'' dan lulus dengan predikat baik<ref>Idem</ref>.
Baris 50 ⟶ 49:
Menurut AA Navis yang mengutip majalah Budaya Jaya, sebenarnya yang ingin dikirimkan oleh Engku [[Ibrahim Marah Soetan|Ibrahim Marah Sutan]] adalah Engku Sukardi, salah seorang anak angkat lainnya. Namun karena situasi dunia saat itu setelah [[Perang Dunia I|Perang Dunia Pertama]] dan keadaan Engku Sukardi yang telah berkeluarga membuat biaya pengiriman Engku Sukardi belajar ke negeri [[Belanda]] menjadi mahal sekali. Hal ini diakali oleh Engku [[Ibrahim Marah Soetan|Ibrahim Marah Sutan]] dengan menjadi guru bahasa Melayu di Kursus Melayu Gunung Sahari, [[Batavia|Betawi]]<ref>Lihat tulisan berjudul M. Safe’I ke Eropa di majalah Boedi Tjaniago No. 7 Tahun 1, 1922, hlm. 2-4</ref>. Namun, penghasilan dari memberikan pelajaran bahasa Melayu untuk orang asing ini tidak banyak membantu. Untuk menghemat uang , tak jarang keluarga Anduang Khalijah dan Engku [[Ibrahim Marah Soetan|Ibrahim Marah Sutan]] makan nasi dan garam saja<ref>AA Navis mengutip Majalah Budaya Jaya, No. 132 Tahun 1979, dalam bukunya Filsafat dan Strategi pendidikan M. Syafei Ruang Pendidikan INS Kayutanam. Jakarta: Grasindo, 1996 halaman 11-12. Kutipan ini bisa dilihat dalam Ajisman ''Dinamika Perkembangan INS Kayutanam 1926-1998''. Padang: BPSNT Padang Ekspress. 2012. hlmn 25-26.</ref>.
Pada tanggal 31 Mei 1922, Engku Mohammad Syafei berangkat ke Belanda untuk belajar pendidikan kerajinan tangan dengan menumpang kapal Oranje menuju [[Genova|Genoa]], [[Italia]]. Pelepasan keberangkatan Engku Mohammad Syafei diadakan dengan meriah di [[Sekolah Kartini|Kartini School]], sekolah tempat beliau mengajar pada tanggal 25 April 1922<ref name=":0">Lihat tulisan berjudul M. Safe’I ke Eropa di majalah Boedi Tjaniago No. 7 Tahun 1, 1922, hlm. 2-4.</ref><ref>{{Cite web|date=2015-08-30|title=Minang Saisuak #233 – Moehammad Sjafei di Belanda (1924)|url=https://niadilova.wordpress.com/2015/08/31/minang-saisuak-233-moehammad-sjafei-di-belanda-1924/|website=Dr. Suryadi {{!}} LIAS - SAS Indonesië, Universiteit Leiden, Belanda|language=en|access-date=2022-11-24}}</ref>. Pada acara yang sama, Engku Sukardi saudara angkat Engku Mohammad Syafei berpidato ikut melepas<ref name=":0" />. Kepergian Engku Mohammad Syafei ke [[Belanda]] adalah untuk melihat dinamika kenapa dan bagaimana sebuah negeri kecil yang daratannya lebih rendah dari permukaan air laut di Eropa Barat itu bisa maju dan kuat serta mampu menguasai [[Nusantara]] begitu lamanya.
Di negeri [[Belanda]], Engku Mohammad Syafei ingin menelisik industri kerajinan apa saja yang menunjang kemajuan mereka. Engku Mohammad Syafei juga berkesempatan mengunjungi sekolah yang didirikan oleh [[:en:Georg_Kerschensteiner|Dr. Georg Kerchebsteiner]] di [[München|Munchen]], [[Jerman]]<ref>Lihat Ajisman ''Dinamika Perkembangan INS Kayutanam 1926-1998''. Padang: BPSNT Padang Ekspress. 2012. Hlm. 27</ref>. Sekolah ini juga mengajarkan pelajaran kerajinan tangan serta sistem sosial berdasarkan kecintaan terhadap sesama.
Baris 56 ⟶ 55:
Bagi Engku Mohammad Syafei, pelajaran kerajinan tangan dan pendidikan kerajinan tangan itu berbeda. Menurut beliau, kursus atau pelatihan singkat dapat menyediakan pelajaran kerajinan tangan untuk keterampilan kerja. Sifat dari kegiatan singkat ini hanya akan menghasilkan para pekerja siap pakai tapi tidak memiliki sifat atau kamauan untuk berubah dari dari sendiri. Pendidikan kerajinan tangan lebih dari itu. Pendidikan ini berfungsi membangkitkan minat kerajinan dan kemauan untuk bekerja<ref>Idem</ref>.
Engku Mohammad Syafei selain belajar pendidikan kerajinan tangan juga berkesempatan untuk mengajar di sekolah rendah di Mook Hoek, [[Rotterdam]]. Kesempatan itu digunakan oleh beliau untuk praktek mengajar di tengah-tengah anak didik Belanda<ref name=":1">{{Cite web|date=2015-05-24|title=Minang Saisuak #224 – Mohammad Sjafei (1893 – 1969)|url=https://niadilova.wordpress.com/2015/05/25/minang-saisuak-224-mohammad-sjafei-1893-1968/|website=Dr. Suryadi {{!}} LIAS - SAS Indonesië, Universiteit Leiden, Belanda|language=en|access-date=2022-11-24}}</ref><ref>Idem</ref><ref>Suryadi Sunuri mengutip tulisan Pandji Poestaka bahwa ''“Toean Mohd. Sjafe’i sekarang ada dinegeri Belanda sedang menoentoet berbagai-bagai ‘ilmoe. Maksoednja jang teroetama kenegeri Belanda, boekanlah hendak mentjahari acte, akan tetapi akan mentjahari pengetahoean jang lebih dalam, bagaimana tjaranja djalan mendidik anak-anak, djoega mempeladjari kunst, seperti; pekerdjaan tangan, biola dan gambar. Oentoek beladjar mendidik, ia telah diberi izin mengadjar pada sekolah rendah di Mook Hoek (Rotterdam). Moedah-moedahan segala tjita-tjita toean Mohd. Sjafe’i itoe terkaboel hendaknja jang kemoedian hari dapatlah beliau membimbing bangsa dan tanah airnja kepada djalan ketjerdasan dan kepandaian.”'' Lihat tulisan Suryadi Sunuri di ''Minang Saisuak #233 – Moehammad Sjafei di Belanda (1924)'' <nowiki>https://niadilova.wordpress.com/2015/08/31/minang-saisuak-233-moehammad-sjafei-di-belanda-1924/</nowiki></ref>. Waktu yang kosong digunakan oleh beliau melihat pusat-pusat industri dan sekolah kerajinan tangan. Selain itu, Engku Mohammad Syafei juga aktif dalam organisasi pelajar Indonesia [[Perhimpunan Indonesia|''De'' ''Indische'' ''Vereeniging''/Perhimpunan Hindia]] (yang kemudian berubah menjadi ''De'' ''Indonesische'' ''Vereeniging''/Perhimpunan Indonesia). Di organisasi ini beliau berteman dengan para pelajar Indonesia lainnya yang juga tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia seperti [[Mohammad Hatta|Mohammad hatta]], Subarjo, dan [[Soekiman Wirjosandjojo|Sukiman]]<ref name=":1" />.
Engku Mohammad Syafei kembali ke [[Hindia Belanda|Indonesia]] pada tahun 1925. Pada tanggal 7 April 1926 Engku Muhammad Syafei sampai di [[Kota Padang|Padang]]. Keinginan untuk mendirikan sekolah ini dibicarakan dengan Engku Abdul Rachman, yang merupakan kemenakan dari Engku [[Ibrahim Marah Soetan|Ibrahim Marah Sutan]]. Sedari awal Engku Abdul Rachman dan Engku Ibrahim berusaha menyelenggarakan sebuah sekolah yang mereka cita-citakan di [[Minangkabau]]<ref name=":2">{{Cite book|last=Ajisman|first=dkk;|date=2012|url=https://pustaka.kebudayaan.kemdikbud.go.id/index.php?p=show_detail&id=8917&keywords=bunga+rampai+sumatera+barat|title=Bunga Rampai: Sejarah Sumatera Barat (Sumatera Barat Dari Zaman Jepang Hingga Era Reformasi)|publisher=BPSNT Padang Press|isbn=978-602-8742-54-2|language=Indonesia}}</ref>.
== Perjuangan, pergerakan, dan kontribusi besar bagi Republik Indonesia ==
Baris 101 ⟶ 100:
</gallery>
== Usaha-usaha mengusulkan Engku Mohammad Syafei sebagai Tokoh Pendidikan Nasional dan Pahlawan Nasional ==
== Penghargaan ==▼
Kontribusi besar Engku Mohammad Syafei ke pada Republik Indonesia tidak hanya ada melalui sekolah INS Kayutanam yang beliau rintis dan dirikan di Nagari Kayutanam, Sumatera Barat. Sekembalinya beliau menuntut ilmu di negeri Belanda sepanjang tahun 1922 hingga 1925, beliau memfokuskan diri untuk mendirikan sebuah sekolah untuk anak-didik Indonesia dengan sistem pendidikan yang sesuai dengan jati diri luhur bangsa Indonesia.
Ajisman mencatat bahwa dalam usaha-usaha beliau mendirikan sekolah ini beliau menolak berbagai bentuk tawaran pekerjaan yang tentunya dapat membuat beliau dan orang tua beliau hidup dengan mapan. Tawaran pekerjaan itu adalah sebagai redaktur di Volkslecuur (kemudian berubah menjadi Balai Poestaka) dan tawaran posisi dosen bahasa Indonesia di Universitas Leiden dengan gaji 4000 gulden dan tiket pulang-pergi ke Hindia Belanda<ref name=":2" />. Pada 31 Oktober 1926, Engku Mohammad Syafei mendirikan [[INS Kayutanam|'''''Indonesische-Nederlandsche School''''' (INS) di Kayutanam]], Sumatera Barat. Sekolah menjadi nasional, dan merupakan reaksinya terhadap pendidikan kolonial waktu itu, yang hanya bertujuan untuk mempersiapkan anak-anak pribumi menjadi pegawai rendahan Belanda. Tujuan pendidikan yang diamanatkan Mohammad Sjafei adalah anak didik yang berketerampilan dan punya daya kreatif melalui tiga komponen utama yaitu memberdayakan tenaga agar murid bisa bekerja, memberdayakan otak agar murid bisa berpikir, dan memberdayakan jiwa agar murid bisa merasa.
Keberadaan INS Kayu Tanam serupa dengan sekolah-sekolah nasionalis lainya, seperti Taman Siswa, yang menjadikan sekolah sebagai tempat mengasah pikiran sehingga lahir generasi kritis dan sadar akan nasib bangsa. Pada waktu itu sekolah dan politik tidak bisa dipisahkan, karena ia hadir di tengah pergerakan nasional. Nilai-nilai yang hadir di masa perjuangan tersebut sepantasnya diteruskan kepada generasi bangsa di era digital, sehingga peka terhadap kemaslahatan orang banyak (bangsa).
Jasa-jasa Engku Mohammad Syafei di bidang pendidikan tidak hanya sampai dalam pendirian sekolah menengah. Beliau juga tercatat sebagai tokoh yang mempelopori berdirinya Sekolah Tinggi Hukum Pancasila di Padang (Perguruan Tinggi Pertama di Sumatera, kemudian lebur menjadi [[Fakultas Hukum Universitas Andalas|Fakultas Hukum]], setelah berdirinya Universitas Andalas 1956).
Engku Mohmmad Sjafei dikenal tidak hanya sebagai tokoh pendidik yang berpikiran moderen dalam zaman penjajahan, namun juga dikenal sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang berada di garis depan pemimpin Sumatera. Ia pernah menjadi Ketua Dewan Sumatera (masa pendudukan Jepang). Pada masa awal kemerdekaan dipercaya memerankan diri atas nama bangsa Indonesia di Sumatera membacakan lagi teks proklamasi 17 Agustus 1945, sekaligus menyatakan:
“Maka kami Bangsa Indonesia di Sumatera dengan ini mengakui Kemerdekaan Indonesia seperti dimaksud dalam Proklamasi di atas dan menjunjung keagungan kedua pemimpin Indonesia itu”.
Teks ini dibacakan pada pada tanggal 29 Agustus 1945. Mohammad Syafei dipercaya pula menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia daerah (KNID) dan kemudian menjadi [[Daftar Gubernur Sumatra Barat|Residen pertama Sumatera Barat]].
▲== Penghargaan ==
* ''[[Doktor|Doctor]] [[Honoris Causa]]'' dari [[Universitas Negeri Padang|IKIP Padang]] (1968).
* [[Bintang Budaya Parama Dharma]] dari Presiden [[Joko Widodo]] (2019)<ref>{{Cite web|date=2019-08-15|title=Presiden Jokowi Anugerahkan Tanda Kehormatan bagi 29 Tokoh|url=https://www.presidenri.go.id/siaran-pers/presiden-jokowi-anugerahkan-tanda-kehormatan-bagi-29-tokoh/|website=Presiden RI|language=id-ID|access-date=2021-11-29}}</ref>
== Galeri ==
<gallery>
▲
▲
</gallery>
== Rujukan ==
|