Ibnu Sina: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
→‎Filsafat: -> Pemikiran Ibnu Sina
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 16:
| era = [[Zaman Keemasan Islam]]
| region =
* [[Bukhara]] era [[Dinasti Samaniyah|Samaniyah]]
* [[Dinasti Samaniyah]]<ref>Di Bukhara (19 tahun) kemudian [[Gurgānj]], [[Khwarezmia]] (13 tahun).</ref>
* [[Kunya-Urgench|Gurganji]] era Ma'muniyah
* [[Dinasti Ziyarid]] [[Thabaristan]]<ref>In [[Gorgan|Gorgān]], 1012–14.</ref>
* Gorgan era Ziyariyah
* [[Dinasti Buwaihi|Buyid Persia]]<ref name="iranicaonline">In [[Ray, Iran|Ray]] (1 tahun), Hamadān (9 tahun) dan [[Isfahan|Isfahān]] (13 tahun). {{cite web |url=http://www.iranicaonline.org/articles/avicenna-ii |title=D. Gutas, 1987, '&#39;AVICENNA ii. Biography'&#39;, Encyclopædia Iranica |publisher=Iranicaonline.org |accessdate=2012-01-07}}</ref>
* [[Ray, Iran|Ray]] dan [[Hamadan]] era [[Dinasti Buwaihi|Buwaihi]]
{{endplainlist}}
| main_interests =
* [[Filsafat]]
Baris 74:
Pada suatu ketika Amir Bukhara, [[:en:Nuh_II|Nuh bin Mansyur]], menderita sakit yang membuat para tabib istana menyerah. Karena Ibnu Sina telah telah dikenal di Bukhara sebagai kutu buku, para tabib istana memberanikan diri mengajukan namanya untuk didatangkan ke istana. Maka Ibnu Sina pun datang memenuhi undangan tersebut, dan bersama para tabib istana berhasil menyembuhkan sang Syah.<ref name=":1" /> Atas keberhasilan itu, para tabib kemudian meminta pangeran Nuh bin Mansyur agar mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan kerajaan.
 
Menurut autobiografinya, Ibnu Sina pertama kali menulis saat masih tinggal di Bukhara, yang dia beri judul ''Majmu''' (Ringkasan Ilmu) sebagai jawaban atas permintaan tetangganya yang bernama Abu Hussein al-Rouzi.<ref name=":3" /><ref name=":1" /> Setelah itu, temannya dari Karazm bernama Abu Bakar Bargy, ahli teologi dan filsafat dan tengah studi ilmu rasional, memintanya menulis komentar atas filsafat Aristoteles; maka Ibnu Sina menulis ''Al-Hasil wal-Mahsul'' (Makna dan Substansi) yang membahas persoalan yurisprudensi dalam 20 jilid, dan ''Al-Birr wal-Itsm'' (Kebajikan dan Keburukan) yang membahas masalah etika.<ref name=":3" /><ref name=":1" />
 
Pada Juli 997, tidak lama setelah Ibnu Sina dipanggil ke istana untuk mengobatinya, Sultan Nuh bin Mansyur meninggal, disusul kekalahan [[Dinasti Samaniyah]] dari [[Kara-Khanid|Khanat Kara-Khanid]] pada 999.<ref name=":4" /> Selanjutnya pada 1002 ayahnya juga meninggal di Bukhara saat usia Ibnu Sina sekitar 22 tahun.<ref name=":1" /> Kejadian ini membuat kehidupan Ibnu Sina sepenuhnya berubah: kini dia harus menanggung hidupnya sendiri dan harus bekerja menggantikan posisi ayahnya di pemerintahan.<ref name=":1" /> Namun, tampaknya hal ini tidak berlangsung lama karena berbagai peristiwa politik yang terjadi pasca runtuhnya Dinasti Samaniyah telah memaksa Ibnu Sina untuk pergi dari Bukhara.
Baris 80:
Keruntuhan Dinasti Samaniyah menghadirkan perebutan wilayah dan melahirkan penguasa baru, yakni [[Ghaznawiyah|Dinasti Ghaznawiyah]], yang awalnya adalah gubernur Samaniyah di Ghazni. Ketika Nuh bin Mansyur berkuasa, dia mengangkat [[:en:Sabuktigin|Sabuktigin]] sebagai gubernur Ghazni pada 977.<ref>{{Cite book|last=Majumdar|first=Ramesh Chandra|date=1966|url=https://books.google.co.id/books/about/The_History_and_Culture_of_the_Indian_Pe.html?id=UQtuAAAAMAAJ|title=The History and Culture of the Indian People|publisher=Bharatiya Vidya Bhavan|language=en}}</ref> Lalu ketika terjadi pemberontakan di Khurasan pada 994, Sabuktigin dan putranya [[:en:Mahmud_of_Ghazni|Mahmud]] berhasil memadamkan pemberontakan itu sehingga Nuh bin Mansyur mengangkat Mahmud sebagai gubernur Khurasan. Namun, pada 997 Mahmud berbalik mendukung Kara-Khanid yang saat itu tengah berperang dengan Samaniyah. Maka saat Dinasti Samaniyah runtuh pada 999, Mahmud mengklaim wilayah Khurasan, Balkh, Herat, dan Merv dari Samaniyah.<ref name=":4" />
 
Kehilangan patron dan pelindung, serta terjadinya pergolakan politik dan pergantian kekuasaan yang terjadi terus menerus, memaksa Ibnu Sina untuk mengembara dan selalu berpindah dari kota ke kota. Pergolakan politik dan munculnya [[Ghaznawiyah|Dinasti Ghaznawiyah]] yang kini menguasai Bukhara memaksa Ibnu Sina pindah dari Bukhara ke [[Kunya-Urgench|GorganGurganji.]]<ref name=":3" /> Sultan Mahmud mengingingkan Ghazni sebagai pusat kebudayaan dan mengundang berbagai ilmuwan seperti [[Al-Biruni]], [[Ferdowsi]], dan Ibnu Sina untuk datang ke ibukota Ghaznawiyah di Ghazni, tapi Ibnu Sina memilih untuk melarikan diri dari [[Bukhorо|Bukhara]] ke kota [[Kunya-Urgench|Gorganji]]Gurganji di utara,<ref name=":2" /> yang saat itu dikuasai Dinasti Ma'muniyah (995–1017) yang berkuasa sesaat di wilayah [[Khwarezmia]] setelah berhasil menggulingkan Dinasti Afrighiyah (305–995).<ref name=":5" />
 
Di GorganGurganji, Ibnu Sina bertemu seorang menteri bernama Abu al-Hussein Suhali<ref name=":2" /> yang menerimanya dengan baik dan memperkenalkannya dengan penguasa Ma'muniyah.<ref name=":3" /> Meski di GorganGurganji mendapatkan rumah yang besar dan gaji yang cukup, namun keadaan memaksanya untuk terus mengembara dan berpindah dari kota ke kota. Selama beberapa tahun Ibnu Sina dikabarkan terus berpindah tempat, mulai dari [[Kunya-Urgench|Gorganji]], ke Nisa, lalu ke Abiward (ketiganya sekarang di Turkmenistan), kemudian ke [[Tus, Iran|Tus]], ke Shaqqan (Sarbadar), ke Samangan, lalu ke Jajarm (semuanya sekarang di Iran).<ref name=":2" /> Dari sana Ibnu Sina berencana menuju Gorgan untuk mencari suaka kepada Sultan Qabus,<ref name=":2" /> dari Dinasti Ziyariyah, yang terkenal sebagai pelindung para ilmuwan; namun ketika Ibnu Sina akhirnya tiba di kota itu, Sultan Qabus telah meninggal sejak tahun 1013.<ref name=":6">{{Cite book|last=Gutas|first=Dimitri|date=1989|title=“AVICENNA ii. Biography,” Encyclopædia Iranica, III|location=London|publisher=Routledge & Kegan Paul|isbn=978-0-7100-9121-5|pages=67-70|url-status=live|lay-url=https://www.iranicaonline.org/articles/avicenna-ii|lay-source=Encyclopædia Iranica|lay-date=17 Agustus 2011}}</ref>
 
Ibnu Sina kemudian meninggalkan Gorgan menuju Dihistan ([[Dahae]] (di Turkmenistan), tapi dia terpaksa kembali ke Gorgan karena menderita sakit diselama perjalanan. Pada saat kembali ke Gorgan itulah dia bertemu dengan [[Abu 'Ubayd al-Juzjani|Abu 'Ubayd Juzjani]], seorang pelajar, yang berasal dari wilayah Balkh sama seperti asal ayah Ibnu Sina.<ref name=":3" /> Abu 'Ubayd Juzjani kemudian menjadi murid yang paling setia dan melayani Ibnu Sina hingga akhir hayatnya.<ref name=":6" /><ref>{{Cite book|last=Gutas|first=Dimitri|date=2014|title=Avicenna and the Aristotelian tradition: introduction to reading Avicenna's philosophical works, including an inventory of Avicenna's authentic works|location=Leiden|publisher=Brill|isbn=978-90-04-20172-9|edition=2nd revised and enlarged ed|series=Islamic philosophy, theology and science}}</ref> Sampai periode ini autobiografi Ibnu Sina berakhir dan kisah selanjutnya diteruskan oleh Juzjani: "Dari titik ini, saya lah yang menuliskan episode-episode kehidupan Guru [Ibnu Sina] yang saya saksikan sendiri selama saya menemaninya hingga kematiannya."<ref name=":1" /><ref name=":3" />
 
Di Gorgan tampaknya Ibnu Sina diterima dengan baik. Seorang penduduk Gorgan, yang dikatakan pencinta ilmu, membelikan Ibnu Sina sebuah rumah yang cukup nyaman. Menurut Dimitri Gutas, kemungkinan Ibnu Sina mendapat suaka dari Manuchihr (berkuasa 1012–1031), putra Sultan Qabus, yang menjadi penguasa Dinasti Ziyariyah menggantikan ayahnya.<ref name=":6" /> Juzjani kerap mengunjungi rumah Ibnu Sina untuk membaca "Risalah Matematika" (''Almagest'') karya Ptolemaeus bersamanya. Di sana pula Ibnu Sina mulai mendiktekan karya-karyanya untuk ditulis ulang oleh Juzjani, di antaranya: ''Mukhtasar Al-Awshāt'' (Ringkasan Tengah), ''Al-Mabda wal-Ma'ād'' (Masa Awal dan Masa Kembali), ''Al-Arsyād Al-Kulliyah'' (Observasi Umum), ''Mukhtasar Al-Majisti'' (Ringkasan Almagest), dan berbagai traktat lainnya.<ref name=":3" /> Di Gorgan pula Ibnu Sina mulai menulis bagian awal ''[[Qanun Kedokteran|Al-Qānūn fī al-Thibb]]'' (Kanon Kedokteran).<ref name=":3" />