Arthur Schopenhauer: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 86:
Penemuan Schopenhauer bahwa esensi yang mendasari kehidupan adalah kehendak bukanlah sesuatu yang menggembirakan. Karena, seperti yang dinyatakan dalam “[[Empat Kebenaran Mulia]]” Buddha yang kedua, kehendak atau keinginan merupakan penyebab penderitaan. Mengikuti “Kebenaran” yang pertama, bahwa hidup adalah penderitaan (''dukkha''), Schopenhauer menyimpulkan bahwa “lebih baik kita tidak pernah ada”.<ref name=":0" />
 
Dia memberikan dua argumen utama untuk mendukung pandangannya bahwa kehendak merupakan penyebab penderitaan. Pertama, Schopenhauer menganggap bahwa dunia ini adalah dunia yang penuh konflik dan perselisihan, yang di dalamnya terjadi “perang antara semua melawan semua” dan hanya pemenanglah yang dapat bertahan. Karena takut akan kepunahan, misalnya, elang harus memakan burung pipit. Begitu pula, burung pipit harus memakan cacing untuk mempertahankan kehidupannya. Kehendak untuk hidup pada satu individu membuatnya tidak mempunyai pilihan selain menghancurkan kehendak untuk hidup pada individu lain. Memang benar bahwa [[peradaban]] manusia telah sedikit banyak memperbaiki kebiadaban alam. Namun, pada hakikatnya, manusia tetap harus saling bersaing satu sama lain di medan sosial. Sebagai contoh, jika sebuah partai politik memperoleh kekuasaan, maka partai lain akan kehilangan kekuasaannya; jika seseorang memperoleh kekayaan, maka orang lain akan jatuh miskin. Sebagaimana diketahui oleh orang-orang Romawi, ''homo homini lupus'', manusia adalah serigala bagi manusia: “sumber utama kejahatan paling serius yang menimpa manusia adalah manusia”.<ref name=":0">{{Cite web|last=Young|first=Julian|title=Arthur Schopenhaur {{!}} Footnotes to Plato {{!}} The first European Buddhist|url=https://www.the-tls.co.uk/articles/arthur-schopenhauer-footnotes-to-plato/|website=The Times Literary Supplement|archive-url=http://web.archive.org/web/20201019021926/https://www.the-tls.co.uk/articles/arthur-schopenhauer-footnotes-to-plato/|archive-date=2020-10-19|access-date=2023-09-15}}</ref>
 
Kedua, Schopenhauer mengemukakan bahwa hidup berarti terus mempunyai kehendak atau keinginan. Alhasil, keinginan itu akan berujung pada terpuaskan atau tidak. Jika tidak puas maka ia akan menderita. Misalnya, jika keinginan untuk makan tidak terpuaskan, seseorang akan menderita sakit karena kelaparan; jika keinginan libido tidak terpuaskan, seseorang akan mengalami frustrasi seksual. Sebaliknya, jika keinginan terpuaskan maka sesaat setelah mengalami kesenangan atau kegembiraan itu, kita akan mengalami kebosanan atau harus memenuhi keinginan lain yang terus muncul. Oleh karena itu, Schopenhauer meggambarkan kehidupan itu seperti “pendulum yang berayun” di antara dua bentuk penderitaan: kekurangan sesuatu yang diinginkan dan kebosanan.<ref name=":0" />