Gajah sumatra: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 23:
== Morfologi ==
Gajah Sumatera merupakan salah satu subspesies dari species Gajah Asia yang keberadaannya pun hampir punah. Gajah sumatera merupakan subspesies dari Gajah Asia sehingga diberi nama ''Elephas maximus'' dengan subspecies ''sumatranus''. Menurut Garsetiasih ''et al''. (2017), Gajah merupakan mamalia besar yang memiliki bobot 1000 kg. Sedangkan Gajah Sumatera memiliki bobot 2000–3000 kg yang berarti gajah sumatera memiliki bobot 2-3x lebih besar dari gajah pada umumnya. Gajah Sumatera memiliki morfologi yang tidak berbeda jauh dengan Gajah Asia. Menurut Zein dan Sulandari (2016), Gajah Asia memiliki morfologi berupa telinga yang lebih kecil dibanding Gajah afrika, berdahi rata, serta memiliki dua bonggol di kepala yang merupakan puncak tertinggi gajah dimana gajah afrika hanya memiliki satu bonggol. Gajah Asia memiliki satu bibir pada ujung belalainya sedangkan gajah afrika memiliki dua bibir di ujung belalainya. Ciri khas yang dimiliki Gajah Asia dimana hanya gajah jantan yang memiliki [[Gading|gading.]] Menurut Garsetiasih ''et al.'' (2017) Gajah Sumatera memiliki daya pakan hijauan dengan kisaran 200 kg hingga 300 kg per individu. Tumbuhan pakan yang disukai oleh Gajah Sumatera berasal dari suku Cyperaceae dan Poaceae disebabkan tekstur morfologinya yang lunak dan bentuknya seperti rerumputan.
Gajah Sumatera merupakan salah satu satwa yang terancam punah. Gajah Sumatera memiliki manfaat yang sangat penting bagi lingkungan disekitarnya. Menurut Salsabila ''et al.'' (2017), gajah merupakan penjaga ekosistem di hutan [[Taman Nasional Way Kambas]]. Gajah juga memiliki peran sebagai penyebar benih tumbuh tanaman atau pepohonan di dalam hutan, sedangkan dalam fungsi ekonomi gajah dapat berperan sebagai objek wisata. Populasinya yang semakin sedikit dan lambatnya proses perkembang biakan gajah menyebabkan gajah memiliki berbagai ancaman yang serius. Menurut Zein dan Sulandari (2016), banyak populasi gajah yang berkurang karena terjebak dalam kantung-kantung kecil yang tidak cocok untuk mendukung kehidupan gajah. Hal ini memicu konflik antara manusia dan gajah yang mengancam punahnya Gajah Sumatera. Berkurangnya populasi Gajah Sumatera akibat perburuan sebab gadingnya sangat bernilai di dunia ekonomi.
== Habitat ==
Baris 111:
== Perilaku Sosial (Allelomimetik) ==
Gajah merupakan satwa yang hidup berkelompok pada habitat alaminya. Dalam satu kelompok, gajah dipimpin oleh gajah betina yang paling besar. Biasanya gajah yang sudah tua hidup soliter, karena sudah tidak bisa mengikuti pergerakan dari kelompoknya. Menurut Shoshani dan Eisenberg (1982) Gajah betina muda tetap berada pada kelompok sebagai pengasuh anak-anak gajah dalam kelompoknya, sedangkan gajah jantan muda atau gajah jantan dewasa dipaksa atau dengan sukarela untuk keluar dari kelompok dan mengikuti
Perilaku sosial gajah sumatera (''Elephas maximus sumatranus'') dapat terlihat pada aktivitas seperti bermain, menelisik (''grooming''), mengasuh anak dan bersuara. Setiap induk gajah sumatera akan melakukan pengasuhan dan perawatan terhadap anaknya selama 6 bulan. Perilaku induk gajah sumatera dalam mengasuh anaknya memiliki peran penting dalam pembentukan karakter pada anak gajah sumatera nantinya. Induk gajah sumatera akan mendampingi, melindungi dan membantu anaknya dalam keberlangsungan hidup anak gajah sumatera saat bertumbuh besar nantinya. Perilaku dalam induk gajah sumatera terhadap anak gajah sumatera memiliki maksud untuk membentuk karakter anak gajah sumatera dalam melakukan perilaku harian anak gajah sumatera nantinya.
Baris 133:
== Konservasi Gajah Sumatra ==
Pemerintah Republik Indonesia mulai mendisiplinkan pembalakan hutan dan perburuan hewan dilindungi termasuk gajah sumatra dengan berbekal Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Hal itu terjadi karena pada masa pemerintahan Presiden [[Soeharto|Soeharto,]] pemburu gading dari luar negeri mulai meningkat secara ilegal di wilayah Sumatra bagian tengah. Undang-undang tersebut diperkuat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Thaun 1999 Tentang Pengawasan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Meskipun dikukuhkan dengan peraturan, pembalakan dan perburuan liar di wilayah pulau Sumatra kerap terjadi.<ref>{{Cite web|last=Watts|first=Jonathan|date=24 Januari 2012|title=Sumatran elephant upgraded to critically endangered status|url=https://www.theguardian.com/environment/2012/jan/24/sumatran-elephant-upgraded-critically-endangered|website=The Guardian|access-date=5 Juni 2021|archive-date=2023-06-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20230608052259/http://www.theguardian.com/environment/2012/jan/24/sumatran-elephant-upgraded-critically-endangered|dead-url=no}}</ref> Hingga pada tahun 2002 Pemerintah Republik Indonesia menaikkan status hayati gajah sumatra menjadi terancam punah (kode: ''critical endagered/ cr''). Kegiatan represif digalakkan Pemerintah RI. Salah satunya dengan konservasi dan peningkatan status hutan nasional dan hutan lindung. Di dalam wilayah konservasi tersebut, termasuk flora dan fauna alami penghuni hutan dilindungi dan dilarang diburu atau dirusak.
|