Invasi Indonesia ke Timor Leste: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Alih
Tag: Pengalihan baru [ * ] Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Membalikkan revisi 26373263 oleh Zulf (bicara): diskusikan dulu
Tag: Menghapus pengalihan Pembatalan
Baris 1:
{{Infobox military conflict
#ALIH [[Operasi Seroja]]
| conflict = Invasi Timor Leste oleh Indonesia<br />Operasi Seroja
| partof = [[Perang Dingin]]
| image = Timor - Indonesian Invasion.png
| image_size = 300px
| caption = Peta bahasa Inggris yang menunjukkan daerah yang diinvasi oleh Indonesia
| date = 7 Desember 1975 – 17 Juli 1976<br />(7 bulan, 1 minggu dan 3 hari)
| place = [[Timor Leste]]
| coordinates =
| map_type =
| map_relief =
| map_size =
| map_caption =
| result = Kemenangan Indonesia
* Pendudukan Timor Leste oleh Indonesia sampai tahun 1999
* [[Genosida Timor Leste]]
| territory = [[Pendudukan Timor Leste oleh Indonesia|Timor Leste diduduki oleh Indonesia]]<br />&nbsp;'''∟'''[[Timor Timur|Provinsi Timor Timur]]
| combatant1 = {{flagicon|Indonesia}} [[Orde Baru|Indonesia]]
* {{flagicon image|Flag of the Indonesian National Armed Forces (until 1999).png}} [[ABRI]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[Pemerintah Sementara Timor Timur|PSTT]]
----
* {{flagicon image| TL-UDT.png}} [[Uni Demokrasi Timor|UDT]]<ref>Indonesia (1977), p. 31.</ref>
* [[Partai Apodeti|APODETI]]
 
'''Didukung oleh''':
* {{flagcountry|Amerika Serikat}}<ref name="Simons, 189">Simons, p. 189</ref><ref name="auto">{{cite book|title=Gerald R. Ford: The American Presidents Series: The 38th President|first=Douglas|last=Brinkley|date=2007|page=132|url=https://books.google.com/books?id=ANVyLKKIp9wC&pg=PA132|isbn=978-1429933414}}</ref>
* {{flagcountry|Arab Saudi}}<ref name="auto3">Taylor, p. 90</ref>
* {{flagcountry|Australia}}<ref>{{cite news |title=Fed: Cables show Australia knew of Indon invasion of Timor |url=http://www.highbeam.com/doc/1P1-31689348.html |publisher=AAP General News (Australia) |date=13 September 2000 |access-date=26 Mei 2022 }}{{dead link|date=Februari 2019|bot=medic}}
{{cbignore|bot=medic}}</ref><ref name="Fernandes, Clinton 2004">Fernandes, Clinton (2004) Reluctant Saviour: Australia, Indonesia and East Timor</ref>
* {{flagcountry|Korea Selatan|1949}}<ref name="auto3"/>
* {{flagcountry|Taiwan}}<ref name="auto3"/>
| combatant2 = {{flagicon image|Flag of East Timor.svg}} [[Timor Leste]]
* {{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Fretilin|FRETILIN]]
* {{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[Falintil|FALINTIL]]
 
'''Didukung oleh''':
* {{flagcountry|Kuba}}<ref name="auto2"/>
* {{flagcountry|Mozambik|1975}}<ref name="auto2"/>
* {{flagcountry|Swedia}}<ref name="auto2"/>
* {{flagcountry|Tiongkok}}<ref name="auto1">''A Dangerous Place'', Little Brown, 1980, p. 247</ref>
* {{flagcountry|Uni Soviet}}<ref name="auto2">Jolliffe, pp. 208–216; Indonesia (1977), p. 37.</ref>
| commander1 = {{plainlist|
* {{flagicon|Indonesia}} [[Soeharto]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[Maraden Panggabean]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[Widjojo Soejono]]<ref>{{cite news |last=Ginting |first=Selamat |date=17 April 2021 |title=Pukulan Jenderal Komando ke Perut Wartawan|url=https://www.republika.co.id/berita/qrofhu484/pukulan-jenderal-komando-ke-perut-wartawan|work=Republika |location= |access-date=26 Mei 2022|quote=Kendali operasi Timor Timur ada dalam genggamannya (Wijoyo Suyono).}}</ref>
* {{flagicon|Indonesia}} [[Leonardus Benyamin Moerdani|L. B. Moerdani]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[Dading Kalbuadi]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[Johny Lumintang]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[Wiranto]]
* {{flagicon|Indonesia}} [[José Abílio Osório Soares]]
}}
{{flagicon|Indonesia}} [[Luhut Binsar Pandjaitan]]
| commander2 = {{plainlist|
* {{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} [[Francisco Xavier do Amaral]] {{Surrender}}
* {{flagicon image|Flag of FRETILIN (East Timor).svg}} {{flagicon image|FalintilFlag.png}} [[Nicolau dos Reis Lobato]] {{KIA}}}}
| strength1 = 35.000 tentara
| strength2 = 20.000 milisi
| casualties1 = 1.000 tewas, terluka atau ditangkap<ref>[http://www.hawaii.edu/powerkills/SOD.TAB14.1C.GIF Power Kills] R.J. Rummel</ref><ref>Eckhardt, William, in World Military and Social Expenditures 1987–88 (12th ed., 1987) by [[Ruth Leger Sivard]].</ref>
| casualties2 = 185.000 tewas, terluka atau ditangkap (1975–1999)<ref name="Chega!">[http://www.cavr-timorleste.org/en/chegaReport.htm „Chega!“-Report] of [[Commission for Reception, Truth and Reconciliation in East Timor]] (CAVR)</ref><br /><small>(termasuk warga sipil)</small>
}}
'''Invasi Timor Leste oleh Indonesia''', lebih dikenal sebagai '''Operasi Seroja''' atau '''Perang Timor Leste''', dimulai pada tanggal 7 Desember 1975 ketika [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|militer Indonesia]] masuk ke [[Timor Leste]] dengan dalih [[Anti-imperialisme|anti-kolonialisme]] dan [[anti-komunisme]] untuk menggulingkan rezim [[Fretilin]] yang [[Revolusi Anyelir|muncul pada tahun 1974]].<ref name="Klein2018">{{cite book|author=Dennis B. Klein|title=Societies Emerging from Conflict: The Aftermath of Atrocity|url=https://books.google.com/books?id=QvlVDwAAQBAJ&pg=PA156|date=18 April 2018|publisher=Cambridge Scholars Publishing|isbn=978-1-5275-1041-8|pages=156–}}</ref> Penggulingan pemerintah yang dipimpin secara singkat oleh Fretilin memicu [[Pendudukan Timor Leste oleh Indonesia|pendudukan dengan kekerasan selama seperempat abad]] di mana sekitar 100.000–180.000 tentara dan warga sipil diperkirakan telah terbunuh atau mati kelaparan.<ref name="Chega!"/> [[Komisi Pengakuan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi di Timor Leste]] (CAVR) mendokumentasikan perkiraan minimum sebesar 102.000 kematian terkait konflik di Timor Leste selama periode 1974 hingga 1999, termasuk 18.600 pembunuhan dengan kekerasan dan 84.200 kematian akibat penyakit dan kelaparan; pasukan Indonesia dan gabungan pasukan pembantunya bertanggung jawab atas 70% dari total pembunuhan.<ref>{{cite web|url=http://www.cavr-timorleste.org/updateFiles/english/CONFLICT-RELATED%20DEATHS.pdf|title=Conflict-Related Deaths in Timor-Leste 1974–1999: The Findings of the CAVR Report ''Chega!''|work=Final Report of the Commission for Reception, Truth and Reconciliation in East Timor (CAVR)|access-date=26 Mei 2022}}</ref><ref>{{cite web|url=http://www.etan.org/etanpdf/2006/CAVR/07.2_Unlawful_Killings_and_Enforced_Disappearances.pdf|title=Unlawful Killings and Enforced Disappearances|work=Final Report of the Commission for Reception, Truth and Reconciliation in East Timor (CAVR)|page=6|access-date=26 Mei 2022}}</ref>
 
Bulan-bulan pertama pendudukan, militer Indonesia menghadapi perlawanan pemberontakan yang berat di pedalaman pegunungan pulau tersebut, tetapi dari tahun 1977-1978, militer memperoleh persenjataan canggih baru dari [[Amerika Serikat]], [[Australia]], dan negara-negara lain, untuk menghancurkan basis Fretilin.<ref>Taylor, p. 84</ref> Dua dekade terakhir abad ini menyaksikan bentrokan terus menerus antara kelompok Indonesia dan Timor Leste mengenai status Timor Leste,<ref>{{Cite journal|last=Fernandes|first=Clinton|date=2021|title=Indonesia's war against East Timor: how it ended|url=https://doi.org/10.1080/09592318.2021.1911103|journal=Small Wars & Insurgencies|volume=32|issue=6|pages=867–886|doi=10.1080/09592318.2021.1911103|s2cid=234831894|issn=0959-2318}}</ref> sampai tahun 1999, ketika mayoritas rakyat Timor Leste memilih untuk merdeka (pilihan alternatifnya adalah "otonomi khusus" sementara tetap menjadi bagian dari Indonesia). Setelah dua setengah tahun transisi lebih lanjut di bawah naungan tiga misi PBB yang berbeda, Timor Leste berhasil merdeka pada tanggal 20 Mei 2002.<ref>[https://www.un.org/apps/news/storyAr.asp?NewsID=3714&Cr=timor&Cr1= "New country, East Timor, is born; UN, which aided transition, vows continued help"] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110710034213/http://www.un.org/apps/news/storyAr.asp?NewsID=3714&Cr=timor&Cr1= |date=10 July 2011 }}. ''UN News Centre''. 19 Mei 2002. Diakses tanggal 26 Mei 2022.</ref>
 
== Latar belakang ==
Timor Leste mendapatkan kekhasan teritorialnya dari pembagian Pulau Timor dan kepulauan Indonesia secara keseluruhan, serta fakta bahwa wilayah tersebut dijajah oleh [[Portugis]], bukan [[Belanda]]. Kesepakatan untuk membagi pulau antara kedua kekuatan ini ditandatangani pada tahun 1915.<ref>Ramos-Horta, p. 18</ref> Pemerintahan kolonial digantikan oleh [[Jepang]] selama [[Perang Dunia II]], yang kemudian melahirkan gerakan perlawanan yang mengakibatkan kematian dari 60.000 orang Timor, atau 13 persen dari seluruh penduduk pada saat itu. Setelah perang, [[Hindia Belanda]] menjamin kemerdekaannya independen sebagai Republik Indonesia. Dan Portugis sementara itu kembali mendirikan kontrol atas Timor Timur. Ketika Timor Timur diserbu oleh Indonesia pada bulan Desember 1975, beberapa sebelumnya terkait untuk menjadi bagian dari nusantara. Namun, sebagai bekas koloni Portugis, ia tidak memiliki pengalaman kolonial bersama seperti di daerah lain."<ref>Bertrand, p. 136</ref>
 
=== Penarikan Portugis dan perang saudara ===
Menurut Konstitusi Portugal pra-1974, Timor Timur, yang kemudian dikenal sebagai [[Timor Portugis]], adalah "provinsi di luar negeri", seperti salah satu provinsi yang terdiri di [[Portugal benua]]. "Provinsi luar negeri" juga termasuk [[Angola]], Cape Verde, Guinea Portugis, [[Mozambik]], [[Sao Tome dan Principe]] di Afrika; [[Makau]] di Cina; dan telah termasuk wilayah [[India Portugis]] sampai 1961, ketika Perdana Menteri India, [[Jawaharlal Nehru]], memerintahkan invasi dan aneksasi.<ref>Ramos-Horta, p. 25</ref>
 
Pada bulan April 1974, sayap kiri ''Movimento das Forças Armadas'' (Gerakan Angkatan Bersenjata, MFA) dalam militer Portugis melancarkan kudeta terhadap sayap kanan pemerintah Estado Novo yang otoriter di [[Lisbon]] (yang disebut "[[Revolusi Anyelir]]"), dan mengumumkan niatnya untuk cepat menarik diri dari jajahan Portugal (termasuk [[Angola]], Mozambik dan Guinea, di mana gerakan gerilya pro-kemerdekaan berjuang sejak tahun 1960-an).<ref>Ramos-Horta, p. 26</ref>
 
Berbeda dengan koloni-koloni Afrika, [[Timor Leste]] tidak mengalami perang pembebasan nasional. Namun, partai politik dari pribumi bermuculan dengan cepat di Timor; [[Uni Demokratik Timor]] ('''''União Democrática Timorense'', UDT''') adalah asosiasi politik pertama yang akan diumumkan setelah [[Revolusi Anyelir]]. UDT awalnya terdiri dari pemimpin senior administrasi dan pemilik perkebunan, serta pemimpin suku asli.<ref name="Taylor 1999, p. 27">Taylor (1999), p. 27</ref> Para pemimpin ini memiliki asal usul konservatif dan menunjukkan kesetiaan kepada Portugal, tetapi tidak pernah menganjurkan integrasi dengan Indonesia.<ref>Ramos-Horta, p. 30</ref> Sementara itu, [[Fretilin]] ('''Front Revolusioner Independen Timor Timur''') terdiri dari pengurus, guru, dan lainnya yang merupakan "anggota yang baru direkrut dari para elit perkotaan."<ref>Ramos-Horta, p. 56</ref> Fretilin cepat menjadi lebih populer daripada UDT karena berbagai program sosial yang diperkenalkan kepada rakyat. Namun, UDT dan Fretilin mengadakan koalisi pada Januari 1975 dengan tujuan terpadu untuk penentuan nasib sendiri.<ref name="Taylor 1999, p. 27"/> Koalisi ini datang untuk mewakili hampir semua sektor pendidikan dan sebagian besar penduduk.<ref>Ramos-Horta, p. 52</ref> [[Partai Apodeti|APODETI]] ('''Populer Demokrat Asosiasi Timor'''), sebuah partai kecil yang ketiga, juga bermunculan, dan tujuannya adalah untuk integrasi dengan Indonesia. Namun, partai ini memiliki daya tarik popularitas yang sedikit.<ref>Dunn, p. 6</ref>
 
Pada April 1975, konflik internal membagi kepemimpinan UDT, dengan Lopes da Cruz memimpin faksi yang ingin meninggalkan Fretilin. Lopes da Cruz khawatir bahwa sayap radikal Fretilin akan mengubah Timor Timur ke front komunis. Namun, Fretilin menyebut tuduhan ini konspirasi Indonesia, sebagai sayap radikal yang tidak memiliki basis kekuatan.<ref name="Ramos-Horta, p. 53">Ramos-Horta, p. 53</ref> Pada tanggal 11 Agustus, Fretilin menerima surat dari pemimpin UDT untuk mengakhiri koalisi.<ref name="Ramos-Horta, p. 53"/>
 
Kudeta UDT adalah "operasi rapi", di mana unjuk kekuatan di jalanan diikuti oleh pengambilalihan infrastruktur vital, seperti stasiun radio, sistem komunikasi internasional, bandara, kantor polisi, dan lain-lain.<ref name=RH54>Ramos-Horta, p. 54</ref> Selama menghasilkan perang saudara, para pemimpin di setiap sisi "kehilangan kontrol atas perilaku pendukung mereka", dan sementara pemimpin UDT dan Fretilin berperilaku dengan pengendalian diri, para pendukung tak terkendali mengatur berbagai pembersihan berdarah dan pembunuhan.<ref name=RH55>Ramos-Horta, p. 55</ref> Pemimpin UDT menangkap lebih dari 80 anggota Fretilin, termasuk pemimpin masa depan [[Xanana Gusmão]]. Anggota UDT membunuh lusinan anggota Fretilin di empat lokasi. Para korban termasuk anggota pendiri Fretilin, dan saudara dari wakil presiden, [[Nicolau Lobato]]. Fretilin menanggapi dengan berhasil menarik ke unit militer Timor Timur Portugis terlatih.<ref name=RH54/> Pengambilalihan dengan kekerasan oleh UDT yang memicu perang saudara tiga minggu yang panjang, dengan perbandingan kekuatan 1.500 tentara melawan 2.000 pasukan reguler yang dipimpin oleh komandan Fretilin.{{Citation needed|date=December 2010}} Ketika militer Timor Timur Portugis yang terlatih beralih kesetiaan kepada Fretilin, menjadi dikenal sebagai Falintil.<ref>Conboy, pp. 209–10</ref>
 
Pada akhir Agustus, sisa-sisa UDT mundur menuju perbatasan Indonesia. Sekelompok UDT sekitar 900 menyeberang ke Timor Barat pada tanggal 24 September 1975, diikuti oleh lebih dari seribu orang lain, meninggalkan Fretilin yang menguasai Timor Timur untuk tiga bulan berikutnya. Jumlah korban tewas dalam perang saudara dilaporkan termasuk empat ratus orang di [[Dili]] dan mungkin enam ratus di perbukitan.<ref name=RH55/> Setelah kejadian itu, banyak pendukung UDT dipukuli dan dipenjara oleh pemenang Fretilin.<ref>{{Cite web|last=Sulindo|first=Redaksi|date=2017-12-06|title=Timor: Dari Anyelir, Flamboyan, hingga Seroja - Koran Sulindo|url=https://koransulindo.com/timor-dari-anyelir-flamboyan-hingga-seroja/|language=id-ID|access-date=2022-05-25}}</ref>
 
=== Motivasi Indonesia ===
Nasionalis dan militer garis keras Indonesia, khususnya para pemimpin badan intelijen [[Kopkamtib]] dan operasi khusus satuan, Opsus, melihat kudeta Portugis sebagai kesempatan bagi Timor Timur dianeksasi oleh Indonesia.<ref name="Schwarz 1994, p. 201">Schwarz (1994), p. 201.</ref> Kepala Opsus dan penasihat dekat Presiden [[Soeharto]], Mayor Jenderal [[Ali Murtopo]], dan anak didiknya Brigadir Jenderal [[Benny Murdani]] mengarah ke operasi intelijen militer dan mempelopori Indonesia untuk mendorong pro-aneksasi.<ref name="Schwarz 1994, p. 201"/> Faktor politik dalam negeri Indonesia pada pertengahan 1970-an, bagaimanapun, tidak kondusif untuk niatan ekspansionis tersebut.; dalam kurun 1974-1975 tentang skandal keuangan di sekeliling produsen minyak [[Pertamina]], berarti bahwa Indonesia harus berhati-hati untuk tidak membunyikan alarm kritis untuk bantuan asing dan berhutang pada bank. Dengan demikian, Soeharto awalnya tidak mendukung invasi Timor Timur.<ref>Schwarz (1994), p. 208.</ref>
 
Pertimbangan tersebut, rupanya menjadi bayang-bayang kekhawatiran Indonesia dan Barat bahwa kemenangan bagi sayap kiri Fretilin akan mengarah pada pembentukan negara komunis di perbatasan Indonesia yang dapat digunakan sebagai dasar untuk serangan oleh kekuatan yang tidak bersahabat ke Indonesia, dan potensi ancaman bagi kapal selam Barat. Itu juga diiringi oleh rasa takut bahwa Timor Timur yang merdeka dalam Nusantara bisa menginspirasi sentimen separatis di provinsi lain di Indonesia. Keprihatinan ini berhasil digunakan untuk menggalang dukungan dari negara-negara Barat yang ingin menjaga hubungan baik dengan Indonesia, khususnya [[Amerika Serikat]], yang pada saat itu sedang menyelesaikan penarikan pasukan dari [[Indocina]].<ref>Schwarz (1994), p. 207.</ref> Organisasi intelijen militer awalnya mencari strategi aneksasi non-militer, berniat untuk menggunakan [[Partai Apodeti|APODETI]] sebagai kendaraan integrasi.<ref name="Schwarz 1994, p. 201"/> Penguasa "Orde Baru" Indonesia direncanakan untuk menginvasi Timor Timur. Tidak ada kebebasan berekspresi di "[[Orde Baru]]" Indonesia dan dengan demikian tidak perlu terlihat untuk berkonsultasi dengan Timor Timur secara baik.<ref>{{cite book|last=Taylor|first=Jean Gelman|title=Indonesia: Peoples and Histories|url=https://archive.org/details/indonesiapeoples00tayl|publisher=Yale University Press|year=2003|location= New Haven and London|isbn=0-300-10518-5|page=[https://archive.org/details/indonesiapeoples00tayl/page/n399 377]}}</ref>
 
Pada awal September, sebanyak dua ratus [[pasukan khusus]] tentara, [[KOPASSANDHA]] bersama UDT dan [[Partai Apodeti|APODETI]] yang sebelumnya sudah berlatih bersama tentara Indonesia melancarkan serangan, yang dicatat oleh intelijen AS, dan pada bulan Oktober, serangan militer konvensional mengikuti. Lima wartawan, yang dikenal sebagai [[Balibo Five]], yang bekerja untuk jaringan berita Australia dieksekusi oleh tentara Indonesia di kota perbatasan [[Balibo]] pada tanggal 16 Oktober.<ref>{{cite web|url=http://www.converge.org.nz/pma/etjour.htm |title=Eyewitness account of 1975 murder of journalists |publisher=Converge.org.nz |date=28 April 2000 |accessdate=28 December 2010}}</ref><ref>{{Cite news|last=Sari|first=Amanda Puspita|title=Kasus Balibo, Jangan Salahkan Kopassus|url=https://www.cnnindonesia.com/internasional/20141023125240-119-7635/kasus-balibo-jangan-salahkan-kopassus|work=[[CNN Indonesia]]|language=id-ID|access-date=2020-12-03|date=2014-10-23}}</ref>
 
== Invasi ==
Pada tanggal 7 Desember 1975, pasukan Indonesia menyerbu Timor Timur.<ref>{{cite book|last=Martin|first=Ian|title=Self-determination in East Timor: the United Nations, the ballot, and international intervention|year=2001|publisher=Lynne Rienner Publishers|page=16|url=http://books.google.com.au/books?id=ZjC1cGfvARQC&dq=7+December+1975,+East+Timor&source=gbs_navlinks_s}}</ref>
 
=== Operasi Seroja (1975–1977) ===
[[Berkas:Dading Kalbuadi East Timor.jpg|jmpl|kiri|lurus|Kolonel [[Dading Kalbuadi]], komandan Indonesia untuk Operasi Seroja]]
 
Operasi Seroja adalah operasi militer berskala besar yang pernah dilakukan oleh Indonesia.<ref name="Ind77p39">Indonesia (1977), p. 39.</ref><ref>Budiardjo and Liong, p. 22.</ref> Setelah kapal perang TNI Angkatan Laut membombardir kota Dili, pasukan yang berlayar dari laut Indonesia mendarat di kota sekaligus menurunkan pasukan.<ref>Schwarz (2003), p. 204</ref> 641 Pasukan terjun payung Indonesia melakukan penerjunan ke kota [[Dili]], di mana mereka terlibat dalam enam jam pertempuran dengan kelompok bersenjata [[Pasukan Pertahanan Timor Leste|FALINTIL]]. Menurut penulis Joseph Nevins, kapal perang Indonesia mengarahkan pasukan tentara untuk maju dan pesawat transportasi Indonesia sendiri menurunkan beberapa pasukan tentara mereka di atas pasukan Falintil yang akhirnya mundur dan menderita akibat serangan tersebut.<ref>A not-so-distant horror: mass violence in East Timor, By Joseph Nevins, Page 28, Cornell University Press, 2005</ref> Pada tengah hari, pasukan Indonesia telah merebut kota dengan korban 35 tentara Indonesia yang tewas, sementara 122 orang bersenjata FALINTIL tewas dalam pertempuran tersebut.<ref>{{Cite web |url=http://www.angkasa-online.com/09/05/militer/militer3.htm |title=Angkasa Online |access-date=2014-12-05 |archive-date=2008-02-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20080220005502/http://www.angkasa-online.com/09/05/militer/militer3.htm |dead-url=yes }}</ref>
 
Pada tanggal 10 Desember invasi kedua menghasilkan penguasaan kota terbesar kedua, [[Baucau]], dan pada Hari Natal, sekitar 10.000 hingga 15.000 tentara mendarat di Liquisa dan [[Maubara]]. Pada April 1976 Indonesia memiliki sekitar 35.000 tentara di Timor Timur, dengan 10.000 lain berdiri di Timor Barat Indonesia. Sebagian besar pasukan ini berasal dari pasukan elit di Indonesia. Pada akhir tahun, 10.000 tentara menduduki Dili dan 20.000 lainnya telah dikerahkan di seluruh Timor Leste.<ref>Ramos-Horta, pp. 107–08; Budiardjo and Liong, p. 23.</ref> Kalah jumlah, pasukan FALINTIL melarikan diri ke gunung-gunung dan terus melancarkan operasi tempur gerilya.<ref>Dunn (1996), pp. 257–60.</ref>
[[Berkas:Adammalik2.jpg|jmpl|lurus|Menteri Luar Negeri Indonesia [[Adam Malik]] menyatakan bahwa jumlah tewas di Timor Timur dalam dua tahun pertama pendudukan itu antara "50,000 orang atau boleh jadi 80,000".<ref name="turner207"/>]]
 
Di kota-kota, pasukan Indonesia mulai membunuh orang Timor.<ref>Hill, p. 210.</ref> Pada awal pendudukan, radio FRETILIN mengirim siaran berikut: "Pasukan Indonesia membunuh tanpa pandang bulu. Perempuan dan anak-anak ditembak di jalan-jalan. Kami semua akan dibunuh. Ini adalah permohonan bantuan internasional. Silakan melakukan sesuatu untuk menghentikan invasi ini."<ref>Quoted in Budiardjo and Liong, p. 15.</ref> Salah satu pengungsi Timor memberitahu kemudian bahwa korban dari "perkosaan [dan] pembunuhan berdarah dingin menyasar kepada perempuan dan anak-anak dan pemilik toko [[Tionghoa perantauan|China]]".<ref>Quoted in Ramos-Horta, p. 108.</ref> Uskup Dili pada saat itu, [[Martinho da Costa Lopes]] kemudian mengatakan, "Para prajurit yang mendarat mulai membunuh semua orang yang mereka bisa temukan, ada banyak mayat di jalan-jalan, semua kita bisa melihat para tentara yang membunuh, membunuh, membunuh."<ref>Quoted in Taylor (1991), p. 68.</ref> Dalam satu insiden, sekelompok 50 orang, wanita, dan anak-anak - termasuk wartawan freelance Australia [[Roger East (wartawan)|Roger East]] - berbaris di tebing luar Dili dan ditembak, tubuh mereka jatuh ke laut.<ref>Ramos-Horta, pp. 101–02.</ref> Banyak pembantaian tersebut terjadi di Dili, di mana penonton diperintahkan untuk mengamati dan menghitung dengan suara keras untuk setiap orang yang pada gilirannya dieksekusi.<ref>Taylor (1991), p. 68.</ref> Selain pendukung Fretilin, migran Cina juga dipilih untuk menjadi sasaran eksekusi; 500 orang tewas pada hari pertama saja.<ref>Taylor (1991), p. 69; Dunn (1996), p. 253.</ref>
 
=== Jalan buntu ===
[[Berkas:Capture of Portuguese flag.jpg|jmpl|kiri|Tentara Indonesia berpose pada November 1975 di Timor Leste dengan bendera Portugis yang dirampas.]]
Meskipun militer Indonesia terdepan di Timor Timur, sebagian besar penduduk meninggalkan kota-kota dan desa-desa menyerbu masuk di wilayah pesisir dan di setiap bagian pegunungan. Pasukan Falintil, yang terdiri dari 2.500 pasukan reguler bekas dari tentara kolonial Portugis, Tropas ([[:en:Portuguese Paratroopers|Portuguese Paratroopers]]), yang dilengkapi persenjataan dengan baik oleh Portugal sangat membatasi kemampuan tentara Indonesia untuk membuat kemajuan.<ref name=Taylor70>Taylor, p. 70</ref> Dengan demikian, selama bulan-bulan awal invasi, kontrol Indonesia terutama terbatas pada kota-kota besar dan desa-desa seperti Dili, Baucau, Aileu dan Same.{{Citation needed|date=December 2010}}
 
Sepanjang tahun 1976, militer Indonesia menggunakan strategi di mana tentara berusaha untuk berpindah ke pedalaman dari wilayah pesisir untuk kemudian bergabung dengan pasukan yang diterjunkan lebih jauh ke pedalaman. Namun, strategi ini tidak berhasil dan pasukan menerima perlawanan keras dari Falintil. Misalnya, butuh 3.000 pasukan Indonesia dan empat bulan untuk menguasai kota [[Suai]], sebuah kota di selatan yang berjarak hanya tiga kilometer dari pantai.<ref name="Taylor, p. 71"/> Militer terus membatasi semua orang asing dan Timor Barat memasuki Timor Timur, dan Suharto mengakui pada bulan Agustus 1976 bahwa Fretilin "masih memiliki beberapa kekuatan di sana-sini."<ref>"Indonesia admits Fretilin still active," The Times (London), 26 August 1976.</ref>
 
Pada April 1977, militer Indonesia menghadapi jalan buntu. Tentara tidak membuat kemajuan terhadap daerah kekuasaannya selama lebih dari enam bulan, dan invasi tersebut telah menarik peningkatan publisitas di mata internasional yang merugikan.<ref>Taylor, p. 82</ref>
 
=== Pengepungan, pemusnahan, dan pembersihan akhir (1977–1978) ===
Pada bulan-bulan awal tahun 1977, Angkatan Laut Indonesia memesan rudal, penembak patroli, dan kapal dari [[Amerika Serikat]], [[Australia]], [[Belanda]], [[Korea Selatan]], dan [[Taiwan]], serta kapal selam dari [[Jerman Barat]].<ref>See H. McDonald, Age (Melbourne), 2 February 1977, although Fretilin transmissions did not report their use until 13 May.</ref> Pada bulan Februari 1977, Indonesia juga menerima tiga belas pesawat [[OV-10 Bronco]] dari ''Rockwell International Corporation'' dengan bantuan dari ''Foreign Military Sales'' resmi milik AS. Bronco adalah pesawat yang ideal untuk invasi Timor Timur, yang khusus dirancang untuk operasi kontra-insurjensi di daerah yang sulit dijangkau.<ref name="auto3"/>
 
Pada awal Februari 1977, setidaknya enam dari 13 pesawat Bronco beroperasi di Timor Timur, dan membantu militer Indonesia menentukan posisi Fretilin.<ref>"Big Build-up by Indonesian navy," Canberra Times, 4 February 1977.</ref> Seiring dengan persenjataan baru, tambahan 10.000 tentara dikirim untuk memulai kampanye baru yang dikenal sebagai 'solusi akhir'.<ref>Taylor, p. 91</ref>
 
Kampanye 'solusi akhir' melibatkan dua taktik utama: Kampanye 'pengepungan dan penghancuran' yang melibatkan pengeboman desa dan daerah pegunungan lewat pesawat, menyebabkan kelaparan dan defoliasi menutup tanah. Ketika penduduk desa yang masih hidup datang ke daerah yang lebih rendah dan berbaring untuk menyerah, militer menembaki mereka. Yang selamat lainnya ditempatkan di kamp-kamp permukiman di mana mereka dicegah untuk bepergian atau kembali bertani. Pada awal tahun 1978, penduduk sipil di seluruh desa Arsaibai, dekat perbatasan Indonesia, dibunuh karena mendukung Fretilin setelah dibombardir dan menderita kelaparan.<ref name="Taylor, p. 85">Taylor, p. 85</ref> Selama periode ini, dugaan penggunaan senjata kimia Indonesia muncul, desa-desa melaporkan belatung muncul di tanaman setelah serangan bom.<ref name="Taylor, p. 85"/> Keberhasilan kampanye 'pengepungan dan penghancuran' menjadi 'kampanye pembersihan akhir', di mana anak-anak dan orang dari kamp-kamp permukiman dipaksa untuk memegang tangan dan berbaris di depan pasukan Indonesia yang mencari anggota Fretilin. Ketika anggota Fretilin ditemukan, para anggota akan dipaksa untuk menyerah atau menembak diri sendiri.<ref>John Taylor, “Encirclement and Annihilation,” in The Spector of Genocide: Mass Murder in the Historical Perspective, ed. Robert Gellately & Ben Kiernan (New York: Cambridge University Press, 2003), pp. 166–67</ref> Kampanye 'pengepungan dan penghancuran' oleh Indonesia pada 1977-1978 mematahkan milisi utama Fretilin dan Presiden Timor Timur yang pandai sekaligus komandan militer, [[Nicolau Lobato]], ditembak dan dibunuh oleh pasukan helikopter Indonesia pada tanggal 31 Desember 1978.{{Citation needed|date=December 2010}}
 
Periode 1975-1978, dari awal invasi pada kesimpulan sebagian besar keberhasilan kampanye pengepungan dan penghancuran, terbukti menjadi periode terberat dari seluruh konflik, korban dari orang Indonesia yang tewas lebih dari 1.000 jiwa dari total 2.000 yang meninggal dari seluruh pendudukan.<ref>{{cite journal|last=van Klinken |first=Gerry |title=Indonesian casualties in East Timor, 1975–1999: Analysis of an official list |journal=Indonesia |issue=80 |date=October 2005 |page=113 |url=http://cip.cornell.edu/DPubS?service=Repository&version=1.0&verb=Disseminate&view=body&content-type=pdf_1&handle=seap.indo/1132335834# |format=PDF |accessdate=11 June 2012}}</ref>
 
=== Gerakan klandestin FRETILIN (1980–1999) ===
[[Berkas:World Factbook (1982) Indonesia.jpg|jmpl|Peta Indonesia tahun 1980-an, saat [[Timor Timur]] masuk dalam salah satu provinsi di Indonesia]]
Milisi Fretilin yang selamat dari serangan Indonesia dari akhir 1970-an memilih [[Xanana Gusmão]] sebagai pemimpin mereka. Ia ditangkap oleh intelijen Indonesia di dekat [[Dili]] pada tahun 1992, dan digantikan oleh [[Mau Honi]], yang ditangkap pada tahun 1993 dan pada gilirannya digantikan oleh [[Nino Konis Santana]]. Penerus Santana, pada kematiannya dalam serangan Indonesia tahun 1998, adalah [[Taur Matan Ruak]]. Pada 1990-an, ada sekitar kurang dari 200 pejuang gerilya yang tersisa di pegunungan, dan ide separatis sebagian besar telah bergeser ke barisan klandestin di kota-kota. Gerakan bawah tanah, namun, sebagian besar lumpuh oleh penangkapan secara terus menerus dan infiltrasi oleh agen Indonesia. Prospek kemerdekaan sangat gelap sampai [[kejatuhan Soeharto|jatuhnya Suharto]] pada tahun 1998 dan keputusan mendadak Presiden Habibie untuk mengizinkan [[referendum]] di Timor Timur pada tahun 1999.<ref>[http://www.instituteforthestudyofgenocide.org/oldsite/newsletters/24/hefner.html East Timor and Indonesia: The Roots of Violence and Intervention] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20111005032703/http://www.instituteforthestudyofgenocide.org/oldsite/newsletters/24/hefner.html |date=2011-10-05 }}.</ref>
 
=== Korban di Timor Timur ===
Pada bulan Maret 1976, pemimpin UDT Lopes da Cruz melaporkan bahwa 60.000 orang Timor telah tewas selama invasi.<ref name= GWU>James Dunn cites a study by the Catholic Church suggesting that as many as 60,000 Timorese had been killed by the end of 1976. This figure does not appear to include those killed in the period between the start of the civil war in August 1975 and the invasion on 7 December. See James Dunn, “The Timor Affair in International Perspective”, in Carey and Bentley, eds., ''East Timor at the Crossroads'', p. 66</ref> Sebuah delegasi pekerja bantuan Indonesia setuju dengan statistik ini.<ref>Taylor (1991), p. 71.</ref> Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan ''Sydney Morning Herald'', Menteri Luar Negeri Indonesia [[Adam Malik]] mengatakan jumlah korban tewas adalah "50.000 orang atau mungkin 80.000".<ref name="turner207">Quoted in Turner, p. 207.</ref> Seorang tokoh menyebut korban sebanyak 100.000 yang dikutip oleh McDonald (1980) dan oleh Taylor. Amnesty International memperkirakan bahwa sepertiga penduduk Timor Timur, atau 200.000 total, meninggal karena aksi militer, kelaparan dan penyakit dari tahun 1975 sampai 1999. Pada tahun 1979 ''US Agency for International Development'' memperkirakan bahwa 300.000 orang Timor Timur telah pindah ke kamp-kamp yang dikuasai oleh angkatan bersenjata Indonesia.<ref>(Suharto's Indonesia, Blackburn, Australia: Fontana, 1980, p. 215); "East Timor: Contemporary History", in Carey and Bentley, ''East Timor at the Crossroads'', p. 239. McDonald's figure includes the pre-invasion period while Taylor's does not. From [http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/ National Security Archive – George Washington University]</ref> Komisi PBB untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Timur memperkirakan jumlah kematian selama pendudukan juga kelaparan dan kekerasan menjadi sekitar 90.800 sampai 202.600 termasuk antara 17,600 sampai 19,600 mengalami kematian kekerasan atau penghilangan, dari populasi penduduk sekitar 823.386 pada tahun 1999. Komisi kebenaran diselengarakan untuk pasukan Indonesia yang bertanggung jawab atas sekitar 70% pembunuhan dan kekerasan yang sudah dilakukan.<ref>[http://www.google.co.uk/publicdata/explore?ds=d5bncppjof8f9_&met_y=sp_pop_totl&idim=country:TMP&dl=en&hl=en&q=east+timor+population East Timor population] World Bank</ref><ref name=CAVR>{{Cite web |url=http://www.cavr-timorleste.org/en/Brief.htm |title=Chega! The CAVR Report |access-date=2014-12-05 |archive-date=2012-05-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20120513220045/http://www.cavr-timorleste.org/en/Brief.htm |dead-url=yes }}</ref><ref>[http://www.cavr-timorleste.org/updateFiles/english/CONFLICT-RELATED%20DEATHS.pdf Conflict-Related Deaths In Timor-Leste: 1974–1999] CAVR</ref>
 
== Upaya integrasi ==
[[Berkas:Dili Integration Monument.jpg|jmpl|lurus|Monumen integrasi di [[Dili]] disumbangkan oleh Pemerintah Indonesia untuk mewakili emansipasi dari [[kolonialisme]]]]
 
Sejalan dengan aksi militer, Indonesia juga menjalankan pemerintahan sipil. Timor Timur diberi status sama dengan provinsi lain, dengan struktur pemerintahan yang identik. Provinsi ini dibagi menjadi kabupaten, kecamatan, dan desa-desa di sepanjang struktur seperti desa di [[Jawa]]. Dengan memberikan posisi pemimpin suku adat tradisional dalam struktur baru ini, Indonesia berusaha untuk mengasimilasi Timor melalui patronase.<ref name=Bertrand139>Bertrand, p. 139</ref>
 
Meskipun status provinsi yang sama diberikan, dalam praktik Timor Timur secara efektif diatur oleh militer Indonesia.<ref name=Bertrand139/> Pemerintahan baru membangun infrastruktur baru dan tingkat produktivitas dibesarkan untuk usaha pertanian komersial. Produktivitas dalam hal kopi dan cengkih naik menjadi dua kali lipat, meskipun petani Timor Timur dipaksa untuk menjual kopi mereka dengan harga rendah untuk koperasi desa.<ref>Bertrand, p. 140</ref>
 
Pemerintahan Sementara Timor Timur didirikan pada pertengahan Desember 1975, yang terdiri dari pemimpin APODETI dan UDT. Upaya oleh Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB, Vittorio Winspeare Guicciardi untuk mengunjungi daerah -daerah Fretilin- yang diadakan dari Darwin, Australia terhalang oleh militer Indonesia, yang memblokade [[Timor Leste]]. Pada tanggal 31 Mei 1976, sebuah 'Majelis Rakyat' di Dili, dipilih oleh intelijen Indonesia, secara bulat mendukung 'Tindakan Integrasi', dan pada tanggal 17 Juli, Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Republik Indonesia. Pendudukan Timor Timur tetap menjadi isu publik di banyak negara, khususnya [[Portugal]], dan PBB tidak pernah mengakui baik rezim yang didirikan oleh Indonesia atau aneksasi berikutnya.<ref name=EastTimorUNTAET>{{cite web |url=https://www.un.org/en/peacekeeping/missions/past/etimor/UntaetB.htm |title=East Timor UNTAET - Background |accessdate=1 December 2013}}</ref>
 
=== Pembenaran ===
Pemerintah Indonesia menampilkan pencaplokannya atas Timor Timur sebagai masalah persatuan antikolonial. Sebuah buku tahun 1977 dari Departemen Luar Negeri Indonesia, berjudul Dekolonisasi di Timor Timur, membayar upeti kepada "hak suci untuk menentukan nasib sendiri"<ref>Indonesia (1977), p. 16.</ref> dan diakui APODETI sebagai wakil sejati dari mayoritas Timor Timur. Ini menyatakan bahwa popularitas yang didapat FRETILIN adalah hasil dari "kebijakan ancaman, pemerasan dan teror"<ref>Indonesia (1977), p. 21.</ref> Kemudian, Menteri Luar Negeri Indonesia [[Ali Alatas]] menegaskan posisi ini pada tahun 2006 dalam memoarnya ''The Pebble in the Shoe: The Diplomatic Struggle for East Timor''.<ref>Alatas, pp. 18–19.</ref> Divisi pulau-pulau asli dari timur ke barat, Indonesia berpendapat setelah invasi, adalah "hasil dari penindasan kolonial" ditegakkan oleh kekuasaan kekaisaran Portugis dan Belanda. Jadi, menurut pemerintah Indonesia, pencaplokannya atas provinsi ke-27 itu hanya sebuah langkah lain dalam penyatuan Nusantara yang telah dimulai pada tahun 1940-an.<ref>Indonesia (1977), p. 19.</ref>
 
== Keterlibatan asing ==
Ada sedikit perlawanan dari masyarakat internasional atas perilaku invasi oleh Indonesia, yang dilakukan pada puncak [[Perang Dingin]] selama pemerintahan [[Orde Baru]] secara resmi bersikap netral terhadap perilaku Indonesia yang ditampilkan oleh negara-negara Barat sebagai kunci untuk kepentingan mereka di [[Asia Tenggara]].<ref>Ramos-Horta, p. 57</ref>
 
=== Keterlibatan AS ===
Setahun sebelumnya, pada bulan Desember 1974, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat [[Henry Kissinger]] telah diminta oleh perwakilan pemerintah Indonesia mengenai apakah AS akan menyetujui invasi.<ref name=Kiss1230>[http://www.gwu.edu/%7Ensarchiv/NSAEBB/NSAEBB174/957.pdf Memo to Kissinger dated 30 December 1974]. The National Security Archive. Retrieved 22 December 2010.</ref> Pada bulan Maret 1975, Duta Besar AS untuk Indonesia [[David Newsom]], merekomendasikan "kebijakan keheningan" tentang masalah ini dan didukung oleh Kissinger.<ref>[http://www.gwu.edu/%7Ensarchiv/NSAEBB/NSAEBB174/963.pdf]. The National Security Archive</ref> Pada 8 Oktober 1975, anggota Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, [[Philip Habib]], mengatakan peserta rapat bahwa "Sepertinya orang Indonesia telah memulai serangan terhadap Timor". Tanggapan Kissinger terhadap Habib adalah, "Aku menduga anda benar-benar akan tutup mulut tentang hal ini".<ref>[http://www.gwu.edu/%7Ensarchiv/NSAEBB/NSAEBB174/428.pdf]. The National Security Archive</ref>
 
[[Berkas:Suharto greeting Ford (cropped).jpg|thumb|left|upright|Presiden AS [[Gerald Ford]] dan Presiden [[Soeharto]] pada 6 Desember 1975, sehari menjelang invasi.]]
 
Pada hari sebelum invasi, Presiden AS [[Gerald R. Ford]] dan Kissinger bertemu dengan Presiden Indonesia Soeharto. Amerika Serikat telah mengalami kemunduran setelah menghancurkan [[Vietnam]], menyisakan Indonesia sebagai sekutu paling penting di wilayah tersebut. Kepentingan nasional AS "harus berada di sisi Indonesia," Ford menyimpulkan.<ref name="Simons, 189">Simons, p. 189</ref> Menurut dokumen yang dideklasifikasi dan dirilis oleh Arsip Keamanan Nasional (NSA) pada bulan Desember 2001, mereka memberi lampu hijau untuk invasi. Menanggapi Suharto yang mengatakan, "Kami ingin pemahaman anda jika dianggap perlu untuk mengambil tindakan yang cepat atau drastis [di Timor Timur]," jawab Ford, "Kami akan memahami dan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Kami memahami masalah dan niat yang anda miliki". Kissinger setuju, meskipun ia memiliki kekhawatiran bahwa penggunaan senjata buatan AS di invasi akan terkena pengawasan publik, berbicara tentang keinginan mereka untuk "mempengaruhi reaksi di Amerika" sehingga "akan ada sedikit kesempatan orang-orang berbicara dalam cara yang tidak sah".<ref name= NSA>[http://www2.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/ East Timor Revisited. Ford, Kissinger and the Indonesian Invasion, 1975–76]. The National Security Archive</ref> AS juga berharap invasi akan relatif cepat dan tidak berlarut-larut hingga melibatkan perlawanan. "Adalah penting bahwa apa pun yang anda lakukan berhasil dengan cepat", kata Kissinger ke Soeharto.<ref name="gwu.edu">{{cite web|author=Michael Evans |url=http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB62/ |title=East Timor Revisited |publisher=Gwu.edu |accessdate=28 December 2010}}</ref>
 
AS juga memainkan peran penting dalam memasok senjata ke Indonesia.<ref name="Simons, 189"/> Seminggu setelah invasi Timor Timur, Dewan Keamanan Nasional menyiapkan analisis rinci dari unit militer Indonesia yang terlibat dan peralatan AS yang mereka gunakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir semua peralatan militer yang digunakan dalam invasi disediakan AS: AS - menyediakan pendamping dalam perusakan Timor Timur saat serangan berlangsung; Marinir Indonesia turun dari kapal pendarat yang disediakan AS; AS -menyediakan C-47 dan pesawat C-130 untuk pasukan terjun payung Indonesia dan memberondong [[Dili]] dengan senapan mesin kaliber 50; sedangkan brigade Airborne 17 dan 18 yang memimpin serangan terhadap ibu kota Timor yang "benar-benar didukung US MAP", dan pelompat master mereka dilatih oleh AS.<ref>http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB174/1010.pdf</ref> Sementara pemerintah AS mengklaim telah menangguhkan bantuan militer dari Desember 1975 sampai Juni 1976, bantuan militer sebenarnya atas apa yang Departemen Luar Negeri AS usulkan dan persetujuan Kongres AS yang terus meningkat, hampir dua kali lipat.<ref name="gwu.edu"/> AS juga membuat empat penawaran senjata baru, termasuk persediaan dan komponen untuk 16 OV-10 Bronco,<ref name="gwu.edu"/> yang menurut Profesor Cornell University Benedict Anderson, yang "dirancang khusus untuk tindakan kontra-pemberontakan terhadap musuh tanpa senjata dan pesawat yang efektif dan sepenuhnya berguna untuk membela Indonesia melawan musuh asing". Kebijakan ini berlanjut di bawah pemerintahan Carter. Secara total, Amerika Serikat menghabiskan lebih dari $ 250.000.000 bantuan militer ke Indonesia antara tahun 1975 dan 1979.<ref>{{cite web |last=Nunes |first=Joe |title=East Timor: Acceptable Slaughters |work=The architecture of modern political power |year=1996 |url=http://www.mega.nu/ampp/nunestimor.html}}</ref>
 
Bersaksi di depan Kongres AS, Penasihat Deputi Hukum Departemen Luar Negeri AS, George Aldrich mengatakan Indonesia "mempersenjatai sekitar 90 persen dengan peralatan kami.... kita benar-benar tidak tahu banyak. Mungkin kita tidak ingin tahu banyak tetapi saya menyimpulkan bahwa untuk sementara waktu kami tidak tahu". Indonesia tidak pernah memberitahu AS tentang "penangguhan bantuan" yang seharusnya. [[David T. Kenney]], petugas negara untuk Indonesia di Departemen Luar Negeri AS, juga bersaksi di depan Kongres bahwa salah satu tujuan untuk militer tersebut adalah "untuk menjaga daerah itu [Timor] tetap damai'.<ref>{{cite book|url=http://books.google.com/books?id=lWjLdLahLToC&pg=PA154&lpg=PA154&dq=david+t.+kenney+timor+peaceful&source=web&ots=_QfR1TqDmd&sig=wW53pm-8jHg3_sdiSnEOYUnTcLI&hl=en&sa=X&oi=book_result&resnum=2&ct=result|title=The Washington connection and Third World fascism|publisher=South End Press|isbn=978-0-89608-090-4|year=1979|accessdate=28 December 2010}}</ref>
 
Komisi PBB untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi di Timor Timur (CAVR) menyatakan dalam bab laporan akhir "Tanggung Jawab" yang AS "mendukung politik dan militer yang penting dalam invasi dan pendudukan Indonesia" Timor Timur antara tahun 1975 dan 1999. Laporan (hlm. 92) juga menyatakan bahwa "AS menyediakan persenjataan adalah penting untuk kapasitas Indonesia meningkatkan operasi militer sejak tahun 1977 dalam kampanye besar-besaran untuk menghancurkan perlawanan di mana pesawat terbang yang dipasok Amerika Serikat memainkan peran penting".<ref>http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB176/index.htm</ref><ref>http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB176/CAVR_responsibility.pdf</ref>
 
Para pejabat Clinton mengatakan kepada ''New York Times'' bahwa dukungan AS untuk Suharto "didorong oleh campuran ampuh politik kekuasaan dan pasar di negara berkembang." Suharto adalah penguasa yang disukai Washington tentang "ultimate emerging market" yang menderegulasi ekonomi dan membuka Indonesia bagi investor asing. "Dia semacam orang kami," kata seorang pejabat senior yang sering menangani Administrasi kebijakan Asia.<ref>[http://www.nytimes.com/1995/10/31/world/real-politics-why-suharto-is-in-and-castro-is-out.html?pagewanted=all "Real Politics: Why Suharto Is In and Castro Is Out"] The New York Times, 31 October 1995</ref>
 
=== Keterlibatan Australia ===
Pada September 2000 Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia merilis sebelumnya tentang file rahasia yang menunjukkan bahwa komentar oleh Pemerintah Buruh Whitlam mungkin telah mendorong rezim Suharto untuk menyerang Timor Timur.<ref>{{cite news|title=Fed: Cables show Australia knew of Indon invasion of Timor|url=http://www.highbeam.com/doc/1P1-31689348.html|publisher=AAP General News (Australia)|date=13 September 2000|accessdate=3 January 2008}}{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Meskipun tidak populernya peristiwa di Timor Timur dalam beberapa segmen dari masyarakat Australia, pemerintah Fraser, Hawke dan Keating diduga bekerja sama dengan militer Indonesia dan Presiden Soeharto untuk rincian yang jelas tentang kondisi di Timor Timur dan untuk melestarikan kekuasaan Indonesia dari wilayah tersebut.<ref name="Fernandes, Clinton 2004">Fernandes, Clinton (2004) Reluctant Saviour: Australia, Indonesia and East Timor</ref> Ada beberapa keresahan terhadap kebijakan dengan masyarakat Australia, karena kematian wartawan Australia dan bisa dibilang juga karena tindakan rakyat Timor dalam mendukung pasukan Australia selama [[Pertempuran Timor (1942–43)|Pertempuran Timor]] dalam Perang Dunia Kedua yang tidak terlupakan. Protes terjadi di Australia melawan masyarakat, dan beberapa warga negara Australia berpartisipasi dalam gerakan perlawanan.{{Citation needed|date=December 2009}}
 
Pemerintah Australia melihat hubungan baik dan stabilitas di Indonesia (tetangga terbesar di Australia) yang menyediakan penyangga keamanan penting untuk utara Australia.<ref name="primeministers.naa.gov.au">{{Cite web |url=http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/keating/in-office.aspx |title=Salinan arsip |access-date=2014-12-05 |archive-date=2010-12-02 |archive-url=https://web.archive.org/web/20101202031451/http://primeministers.naa.gov.au/primeministers/keating/in-office.aspx |dead-url=yes }}</ref> Namun demikian, Australia memberikan perlindungan penting untuk pendukung kemerdekaan Timor Timur seperti [[José Ramos-Horta]] (yang bermarkas di Australia selama pengasingannya). Jatuhnya Presiden Indonesia Soeharto dan pergeseran dalam kebijakan Australia oleh Pemerintahan Howard pada tahun 1998 membantu memicu proposal untuk referendum mengenai masalah kemerdekaan Timor Timur.<ref name="abc.net.au">{{cite web|url=http://www.abc.net.au/news/howardyears/content/s2422684.htm|archiveurl=https://web.archive.org/web/20100923201217/http://www.abc.net.au/news/howardyears/content/s2422684.htm|title=The Howard Years: Episode 2: "Whatever It Takes"|work=Program Transcript|date=24 November 2008|archivedate=2010-09-23|publisher=Australian Broadcasting Commission|accessdate=19 October 2014|dead-url=no}}</ref> Pada akhir tahun 1998, pemerintah Australia menulis surat ke Indonesia tentang pengaturan sebuah perubahan kebijakan Australia, menunjukkan bahwa Timor Timur akan diberi kesempatan untuk memilih kemerdekaan dalam satu dekade. Surat itu mengacaukan Presiden Indonesia [[Bacharuddin Jusuf Habibie|BJ Habibie]], yang melihat bahwa Indonesia menyiratkan "kekuatan kolonial" dan ia memutuskan untuk mengumumkan referendum sekejap setelahnya.<ref name="abc.net.au"/> Sebuah referendum yang disponsori oleh PBB diselenggarakan pada tahun 1999 menunjukkan persetujuan yang luar biasa untuk sebuah kemerdekaan, tetapi diikuti oleh bentrokan dan krisis keamanan, dihasut oleh milisi anti-kemerdekaan. Australia kemudian memimpin Pasukan Internasional PBB yang didukung untuk Timor Timur untuk mengakhiri kekerasan dan ketertiban dipulihkan. Sementara intervensi itu akhirnya berhasil, hubungan Australia-Indonesia memakan waktu beberapa tahun untuk kembali pulih.<ref name="abc.net.au"/><ref name="ReferenceA">http://works.bepress.com/cgi/viewcontent.cgi?article=1001&context=robert_cribb{{Pranala mati|date=Maret 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref>
 
=== Keterlibatan Inggris ===
Awal Mei 1997, Inggris menghabiskan £ 1m dalam pelatihan militer di Indonesia. 24 anggota senior angkatan bersenjata Indonesia dilatih di perguruan tinggi militer Inggris dan 29 petugas Indonesia belajar di lembaga non-militer.<ref>[http://www.guardian.co.uk/world/1999/sep/19/indonesia.easttimor1 "US trained butchers of Timor"] The Guardian, 19 September 1999</ref>
 
=== Reaksi PBB ===
Pada tanggal 12 Desember 1975, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang "sangat menyesalkan" terhadap invasi Indonesia ke Timor Timur, menuntut agar Jakarta menarik pasukan "tanpa penundaan" dan memungkinkan penduduk di pulau tersebut untuk menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Resolusi itu juga meminta agar [[Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Keamanan PBB]] mengambil tindakan segera untuk melindungi integritas teritorial Timor Leste.<ref name="Nevins, p. 70">Nevins, p. 70</ref>
 
Pada tanggal 22 Desember 1975, [[Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa|Dewan Keamanan PBB]] bertemu dan mengeluarkan resolusi yang sama dengan Majelis. Resolusi Dewan menyerukan kepada [[Sekretaris Jenderal PBB]] "untuk mengirim darurat perwakilan khusus ke Timor Timur dengan tujuan membuat penilaian situasi di lapangan yang sedang terjadi dan membangun kontak dengan semua pihak di wilayah tersebut dan semua negara yang bersangkutan untuk memastikan pelaksanaan resolusi saat ini.<ref name="Nevins, p. 70"/>
 
[[Daniel Patrick Moynihan]], Duta Besar AS untuk PBB pada saat itu, menulis dalam otobiografinya bahwa "Amerika Serikat berharap hal-hal berubah seperti yang mereka lakukan, dan bekerja untuk membawa persoalan ini. Departemen Luar Negeri menginginkan bahwa PBB ternyata sama sekali tidak efektif dalam tindakan-tindakan apa pun yang dilakukan [berkaitan dengan invasi Timor Timur]. Tugas ini diberikan kepada saya, dan saya membawanya ke depan dengan tidak berarti tanpa sukses".<ref name="auto1"/> Kemudian, Moynihan mengakui bahwa, sebagai duta besar AS untuk PBB, ia telah membela dengan "tidak tahu malu" mengenai kebijakan Perang Dingin terhadap Timor Timur.
 
==Monumen==
Sebuah monumen untuk memperingati Operasi Seroja didirikan di [[Halilulik]], [[Tasifeto Barat, Belu|Tasifeto Barat]], [[Kabupaten Belu]], [[Nusa Tenggara Timur]]. Monumen berupa patung tentara dan relief berisi ilustrasi operasi tersebut mulai dibangun pada Juni 1990 dan diresmikan oleh Bupati KDH II Belu Kol (Inf). [[Ignatius Sumantri]] pada tanggal 17 Agustus 1990.<ref>{{cite web |last1=Mengkaka |first1=Blasius |year=2014 |title=Monumen Seroja di Salore, Desa Natimu, Belu, NTT |url=https://www.kompasiana.com/1b3las-mk/54f6d96da333113b528b4a93/monumen-seroja-di-salore-desa-natimu-belu-ntt |website=Kompasiana |access-date=25 Februari 2021}}</ref>
 
Monumen Seroja dibangun oleh pemerintahan [[Megawati Soekarnoputri]] pada Juni 2002<ref>{{Cite news|title=Monumen Seroja Menghabiskan Dana Rp 5 Miliar |year=2002 |url=https://www.liputan6.com/news/read/35584/monumen-seroja-menghabiskan-dana-rp-5-miliar |work=[[Liputan6.com]] |access-date=25 Februari 2021}}</ref><ref>{{Cite news|title=Presiden Meresmikan Monumen Seroja |year=2002 |url=https://www.liputan6.com/news/read/44742/presiden-meresmikan-monumen-seroja |work=[[Liputan6.com]] |access-date=25 Februari 2021}}</ref> sebagai monumen bagi para tentara dan sipil yang gugur pada Operasi Seroja. Monumen tersebut, yang menghabiskan biaya Rp 5 miliar, berada di dalam kompleks markas besar TNI di [[Cilangkap, Cipayung, Jakarta Timur|Cilangkap]], [[Jakarta Timur]].<ref>{{cite web |title=Monumen Seroja - Seroja Monument |year=2006 |url=http://sejarah-tni.mil.id/wp-content/uploads/2017/01/BUKU-PANDUAN-7-MONUMEN-SEROJA.pdf |website=Pusat Sejarah TNI |access-date=25 Februari 2021 |archive-date=2021-01-19 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210119022422/http://sejarah-tni.mil.id/wp-content/uploads/2017/01/BUKU-PANDUAN-7-MONUMEN-SEROJA.pdf |dead-url=yes }}</ref>
 
== Lihat pula ==
* [[Timor Timur|Provinsi Timor Timur]]
* [[Pendudukan Timor Leste oleh Indonesia]]
* [[Genosida Timor Leste]]
* [[Pembantaian Santa Cruz]]
* [[Krisis Timor Leste 1999]]
* [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999]]
* [[Perang Dingin]]
 
== Referensi ==
{{reflist|3}}
 
== Daftar pustaka ==
* {{cite book|last=Bertrand|first=Jacques|year=2004|title=Nationalism and Ethnic Conflict in Indonesia|url=https://archive.org/details/nationalismethni0000bert|publisher=Cambridge University Press|isbn=0-521-52441-5}}
* {{cite book|last=Dunn|first=James|year=1996|title=Timor: A People Betrayed|url=https://archive.org/details/timorpeoplebetra0000dunn_o9b7|isbn=0-7333-0537-7}}
* {{cite book|last=ed. Emmerson|first= Donald|year=1999|title=Indonesia Beyond Suharto|publisher=East Gate Books|isbn=1-56324-889-1}}
* {{cite book|last=ed. Gellately, Robert & Ben Kiernan|year=2003|title=The Specter of Genocide: Mass Murder in the Historical Perspective|url=https://archive.org/details/specterofgenocid00robe|publisher=Cambridge University Press|isbn=0-521-52750-3}}
* {{cite book|last=Nevins|first=Joseph|year=2005|title=A Not-So-Distant Horror: Mass Violence in East Timor|url=https://archive.org/details/notsodistanthorr00nevi|publisher=Cornell University Press|isbn=978-0-8014-8984-6}}
* {{cite book|last=Ramos-Horta|first=Jose|year=1987|title=Funu: The Unfinished Saga of East Timor|url=https://archive.org/details/funuunfinishedsa00jose|publisher=Red Sea Press|isbn=0-932415-14-8}}
* {{cite book|last=Schwarz|first=A.|year=1994|title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s|url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw|publisher=Westview Press|isbn=1-86373-635-2}}
* {{cite book|last=Simons|first=Geoff|year=2000|title=Indonesia: The Long Oppression|url=https://archive.org/details/indonesialongopp00simo|publisher=St. Martin's Press|isbn=0-312-22982-8}}
* {{cite book|last=Taylor|first=John|year=1999|title=East Timor: The Price of Freedom|url=https://archive.org/details/easttimorpriceof00tayl|publisher=Zed Books|isbn=1-85649-840-9}}
* {{cite book|last= Taylor|first= John G.|year= 1991|title= Indonesia's Forgotten War: The Hidden History of East Timor|location= London|publisher= Zed Books}} updated and released in late 1999 as ''East Timor: The Price of Freedom''
* Indonesia. Department of Foreign Affairs. ''Decolonization in East Timor''. Jakarta: Department of Information, Republic of Indonesia, 1977. {{OCLC|4458152}}.
 
== Pranala luar ==
* [http://cip.cornell.edu/Dienst/UI/1.0/Summarize/seap.indo/1132335834 Korban Tewas Pihak Indonesia di Timor Leste, 1975–1999: Analisis terhadap Daftar Resmi.]
* [http://www.gendercide.org/case_timor.html Gendercide Watch. Studi Kasus: Timor Leste (1975–99)] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150924021358/http://www.gendercide.org/case_timor.html |date=2015-09-24 }}
* [https://web.archive.org/web/20050224004036/http://www.solidamor.org/english/content/history/invades.htm Sejarah Timor Leste – invasi oleh Indonesia]
* [http://www.copi.com/articles/etimorus.html MENGGUNAKAN KEKEJAMAN: Tanggung jawab AS atas PEMBANTAIAN DI INDONESIA DAN TIMOR LESTE] ( Peter Dale Scott, PhD)
* [http://www.yale.edu/gsp/east_timor/03-263_Ch_09.pdf Perang, Genosida, dan Perlawanan di Timor Leste, 1975–99: Refleksi Komparatif terkait Kamboja] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20051106181057/http://www.yale.edu/gsp/east_timor/03-263_Ch_09.pdf |date=2005-11-06 }} (Ben Kiernan)
 
[[Kategori:Invasi Timor Leste|Indonesia]]
[[Kategori:Invasi oleh Indonesia|Timor Leste]]
[[Kategori:Sejarah Timor Leste]]
[[Kategori:Perang yang melibatkan Timor Leste]]
[[Kategori:Perang yang melibatkan Indonesia]]
[[Kategori:Orde Baru]]
[[Kategori:Pendudukan Timor Leste oleh Indonesia]]
[[Kategori:Perang Dingin]]