Amor fati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 8:
Konsep {{Lang|la|amor fati}} sering dikaitkan dengan filsafat Stoikisme termasuk karya-karya filsuf seperti [[Epictetus]]<ref>''[[Enchiridion of Epictetus]]'' Ch. VIII: "Do not seek for things to happen the way you want them to; rather, wish that what happens happen the way it happens: then you will be happy." — as quoted in [[Pierre Hadot]] (1998), ''[https://books.google.com/books?id=3dLVyyDE-vQC&redir_esc=y The Inner Citadel: The Meditations of Marcus Aurelius]'', p. 143.</ref> dan [[Meditasi (buku)|tulisan]] [[Markus Aurelius|Marcus Aurelius]],<ref>''Meditations'' IV.23:</ref> (meskipun dia menulis dalam [[Bahasa Yunani Kuno|bahasa Yunani]], bukan Latin).<ref name="rg">{{Cite web|title=An Interview with the Master: Robert Greene on Stoicism|url=https://dailystoic.com/robert-greene-interview/|publisher=Daily Stoic}}</ref> Namun, konsep amor fati secara eksplisit dikembangkan oleh filsuf Friedrich Nietzsche yang menjadikan sikap mencintai takdir sebagai salah satu hal yang utama dalam filsafatnya. Dalam "''Why I Am So Clever''" ''[[Lihatlah Dia|Ecce Homo]]'', bagian 10, ia menulis:
 
<blockquote>"Formula saya untuk kebesarankehebatan dalam diri manusia adalah {{Lang|la|amor fati}}: bahwa seseorang tidak menginginkan ada sesuatu yang berbeda, tidak maju, tidak mundur, untuk selamanya. Tidak hanya menanggung apa yang perlu, apalagi menyembunyikannya &#x2014; semua idealisme adalah kebohongan dalam menghadapi apa yang diperlukan &#x2014; tetapi ''menyukainya''."<ref>''Basic Writings of Nietzsche''. trans. and ed. by Walter Kaufmann (1967), p. 714.</ref></blockquote>Ungkapan ini juga digunakan dalam karya Nietzsche lainnya yang merepresentasikan pandangan tentang kehidupan yang ia ungkapkan di bagian 276 dari ''[[Sains yang Mengasyikkan|The Gay Science]]'':
 
<blockquote>"Saya ingin belajar lebih dan lebih untuk melihat sebagai keindahan apa yang diperlukan dalam hal-hal (kehidupan); selanjutnya saya akan menjadi salah satu dari mereka yang membuat hal-hal yang indah. ''Amor fati'' : biarlah itu menjadi cinta saya untuk selanjutnya! Saya tidak ingin berperang melawan apa yang jelek. Saya tidak ingin menuduh; Saya bahkan tidak ingin menuduh mereka yang menuduh. ''Mengalihkan pandangan'' (menghindar) adalah satu-satunya negasi saya. Dan setelah semua dipertinbangkanhal dandipertimbangkan secara keseluruhan: suatu hari nanti saya ingin menjadi orang yang hanya mengatakan Ya."</blockquote>Nietzsche dalam konteks ini mengacu pada "Yes-sayer", bukan dalam arti politik atau sosial, tetapi sebagai seseorang yang mampu menerima kenyataan dalam hidupnya tanpa ''kompromi''.
 
[[RJ Hollingdale]], yang menerjemahkan karya Nietzsche, "Thus Spake Zarathustra" ke dalam bahasa Inggris, berpendapat bahwa gagasan Nietzsche tentang ''amor fati'' berasal dari [[Pietisme|Pietisme Lutheran]] di masa kecilnya.<ref name="Nietzsche1974">{{Cite book|last=Nietzsche|first=Friedrich|year=1974|url=https://books.google.com/books?id=a9VxKgui0mEC&pg=PT30|title=Thus Spoke Zarathustra|publisher=Penguin Books Limited|isbn=978-0141904320|page=30|translator-last=Hollingdale|translator-first=R. J.|author-link=Friedrich Nietzsche|translator-link=R. J. Hollingdale}}</ref>