Perkembangan Kolonialisme Barat di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
tidak memiliki paragraf pembuka
44Diah (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
Pendahuluan
{{paragrafpembuka}}
 
Kolonialisme adalah penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau negara lain. Maupun pengertian Imperalisme adalah sistem politik yang menjajah bangsa lain untuk mendapat kekusaan dan keuntungan besar.
 
== Proses perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat ==
 
 
Pada dasarnya peradaban Islam dan Barat tidak hadir dengan sendirinya. Kedua peradaban tersebut muncul melalui produksi makna. [[Objektifitas]], dari karakter yang terlanjur menempel (stereotype), bukan tidak mungkin dapat diungkap, sehingga ada nuansa lain yang bisa didapat. Maksudnya, amat boleh jadi representasi Barat dan Islam tidaklah seburuk yang sudah diketahui masyarakat dunia. Kolonialisme dan radikalisme hanyalah permainan tanda yang secara tidak kritis dilekatkan pada Barat dan Islam. Padahal sebagai suatu tanda (petanda dan penanda), radikalisme dan kolonialisme memiliki ruang dan waktunya sendiri, artinya ada problem sosial-politik yang mengitarinya, sehingga tidak bisa dinilai hitam putih begitu saja Pengetahuan tentang Islam ataupun Barat tidak bisa serta merta diyakini sebagai kebenaran. Islam yang dikonotasikan dengan [[terorisme, irasional, tidak menghormati kebebasan berpendapat, dan diskriminatif terhadap perempuan]] umpamanya, tidak bisa dibenarkan secara keseluruhan.
 
Begitupula Barat yang dipersepsikan sebagai [[kolonialis dan imperialis]]. Semua, merupakan definisi yang dibangun dan dikontrol oleh kelompok tertentu. Sedemikian rupa, sehingga makna Barat dan Islam begitu kuat melekat menjadi semacam stereotype bagi keduanya
Fase [[“pertengahan”]] Barat melahirkan [[“perang salib”]] (11-13 M), menurut Hasan Hanafi fase tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk kolonialisme pertama. Dalam invasinya, Barat menggunakan agama untuk melegitimasi tindakannya. Sedangkan bentuk kolonialisme modern terjadi sejak permulaan abad ke-18 hingga awal abad ke-20. Dalam kaitannya dengan hal ini, Samuel P Huntington mengatakan bahwa perbedaan peradaban bukan hanya suatu kenyataan, melainkan juga mendasar, yang telah menimbulkan konflik paling keras, berkepanjangan dan memakan korban yang tidak sedikit. Sepanjang abad ke-18 hingga 19, Barat menginvasi negara-negara Islam di Timur-Tengah. Tujuannya adalah sumber daya alam dan membuka pasar baru, namun di samping itu juga dilatari oleh identitas peradaban yang berbeda.
 
Menurut [[Huntington]] peradaban [[terdiferensiasi]] oleh sejarah, bahasa, budaya, tradisi, dan yang lebih penting lagi, agama. Beban sejarah ekspansi Timur ke wilayah Barat, sejak awal telah menyisakan dendam, sehingga menimbulkan semacam [[“serum”]] anti Timur. Maka dalam memahami kolonialisme Barat atas Timur tidak terlepas dari akar sejarah masa lalu tersebut, di mana Barat sebagai pihak yang [[“kalah”.]] Penguatan identitas dan semangat untuk mengalahkan Timur kurang lebih dimotivasi oleh beban masa lalu itu. Agresifitas dan invasi bisa dipahami sebagai sikap mempertahankan diri dari perasaan [[“terancam”]] dan terhina. Sikap berdiam diri dan membiarkan perasaan kalah, membuat Barat merasa [[“terperosok”]] dalam [[“kubangan tak nyaman”.]] Sebab itu, kolonialisme bertolak dari psikologi pihak yang kalah dan termarjinalkan. Ada kekuatan besar yang mendorongnya untuk mendekonstruksi perasaan kalah tersebut.
 
 
Baris 16 ⟶ 18:
 
 
Pada mulanya pedagang-pedagang Belanda yang berpusat di Rotterdam membeli rempah-rempah dari Lisabon (Lisboa), Portugis. Pada waktu itu belanda masih dalam penjajahan Spanyol. Kemudian terjadilah perang 80 tahun, yaitu perang kemerdekaan belanda terhdap Spanyol. Perang tersebut berhasil melepaskan belanda dari kekuasaan Spanyol dan menjadikan [[William van]] Orang sebagai pahlawan kemerdekaan belanda. Pada tahun 1580 Raja Philip dari spanyol [[naik tahta.]] Ia berhasil mempersatukan Spanyol dan portugis. Akibatnya, Belanda tidak dapat lagi mengambil rempah-rempah dari Lisabon yang sedang dikuasai Spanyol. Hal itulah yang mendorong belanda mulai mengadakan penjelajahan Samudra untuk mendapatkan daerah asal rempah-rempah.
 
 
Baris 23 ⟶ 25:
 
 
Pada tahun 1594 [[Claudius]] berhasil menemukan kunci rahasia pelayaran ke Timur Jauh. Claudius kemudian menyusun peta yang disebut [[India Barat dan India Timur.]] Akan tetapi, Claudius belum berhasil menemukan tempat-tempat yang aman dari serangan Portugis. Pada tahun 1595 usaha Belanda makin maju dalam mendapatkan peta ke Asia. Pada tahun tersebut seorang Belanda yang bernama Linsccoten berhasil menemukan tempat-tempat di Pulau Jawa yang bebas dari tangan Portugis dan banyak menghasilkan rempah-rempah untuk diperdagangkan. Peta yang dibuat oleh Linscoten diberi nama [[“keadaan di dalam atau situasi di Indonesia”.]]
 
Pada tahun 1595 [[Corneis de Houtman]] yang sudah merasa mantap, mengumpulkan modal untuk membiayai perjalanan ke Timur Jauh. Pada bulan April 1595, Cornelis de Houtman dan de Keyzer dengan 4 buah kapal memimpin pelayaran menuju Nusantara. Pelayaran tersebut menempuh rute Belanda – Pantai Barat Afrika – Tanjung Harapan – Samudra Hindia – Selat Sunda – banten. Selama dalam pelayaran itu, ia selalu berusaha menjauhi jalan pelayaran Portugis sehingga pelayaran de Houtman tidak singgah di India dan Malaka yang sudah diduduki Portugis. Pada bula Juni 1596 pelayaran yang dipimpin oleh de Houtman berhasil berlabuh di Banten.
 
Pada tanggal 28 November 1598 rombongan baru dari negeri Belanda yang dipimpin oleh [[Jacob van Neck dan Wybrecht van Waerwyck]] dengan 8 buah kapal tiba di Banten. Pada saat itu, hubungan Banten dengan Portugis sedang memburuk sehingga kedatangan Belanda diterima dengan baik. Karena sikap van Neck yang sangat hati-hati dan pandai mengambil hati para pembesar Banten, 3 buah kapal penuh dengan muatan dan dikirim ke Belanda. 5 buah kapal yang lain di kirim menuju Maluku. Di Maluku, Belanda juga diterima dengan baik oleh rakyat Maluku karena dianggap sebagai musuh Portugis yang sedang bermusuhan dengan rakyat Maluku.
 
 
Baris 36 ⟶ 38:
 
 
Keberhasilan [[ekspedisi-ekspedisi]] Belanda dalam mengadakan perdagangan rempah-rempah mendorong pengusaha-pengusaha Belanda yang lain untuk berdagang ke Nusantara. Di antara mereka terjadi persaingan. Disamping itu mereka akan menghadapi persaingan denga Portugis, Spanyol, dan Inggris. Akibatnya mereka saling menderita kerugian. Lebih-lebih dengan sering terjadinya perampokan-perampokan oleh bajak laut.
 
 
Atas prakarsa dari dua tokoh Belanda, yaitu [[Pangeran Maurits dan Johan van Olden Barnevelt]], pada tahun 1602 kongsi-kongsi dagang Belanda dipersatukan menjadi sebuah kongsi dagang besar yang diberi nama VOC atau Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia Timur. Pengurus pusat VOC terdiri dari 17 orang. Pada tahun 1602 VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang dikepalai oleh Francois Wittert.
 
 
Pada tahun 1795 Partai Patriot Belanda yang anti raja, atas bantuan Prancis berhasil merebut kekuasaan dan membentuk pemerintah baru yang disebut [[Republik Bataaf]] (Bataafsche Republiek). Republik ini menjadi bawahan Prancis yang sedang dipimpin oleh [[Napoleon Bonaparte.]] Raja Belanda Willem V, melarikan diri dan membentuk pemerintah peralihan di Inggris yang pada waktu itu menjadi musuh Prancis.
Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda. Pada taun 1806, Prancis (Napoleon) membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Koninkrijk Holland (Kerajaan Belanda). Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja Belanda dan berarti sejak saat itu pemerintah yang berkuasa di Nusantara adalah pemerintah Belanda-Perancis.
Louis Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels sebagai gubernur Jenderal di Nusantara. Daendels mulai menjalankan tugasnya pada tahun 1808 dengan tugas utama mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
 
Sebagai seorang revolusioner, [[Daendels]] sangat mendukung perubahan-perubahan liberal. Ia juga bercita-cita untuk memperbaiki nasib rakyat dengan memajukan pertanian dan perdagangan.
 
 
Baris 102 ⟶ 104:
 
 
Pada tahun 1609, Pieter Both ditugaskan sebagai Gubernur Jendral VOC di Ambon. Misi utamanya adalah untuk memimpin VOC menghadapi persaingan dengan pedagang Eropa. Ketika Jan Pietersoon Coen diangkat sebagai [[gubernur jenderal]], pusat kekuasaan dipindahkan ke Jayakarta. Selain melakukan monopoli, VOC juga menjalankan system pemerintahan tidak langsung (indirect rule).