Bumiayu, Brebes: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 393:
Tokoh terkenal dari wilayah ini ialah [[Yahya A. Muhaimin]] (mantan [[Menteri Pendidikan Nasional|Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia]])kota bumiayu dan brebes selatan berencana memisahkan diri dari kabupaten brebes karena dari segala spek bumiayu sedah mendukung menjadi kota kabupaten dan sekitarnya menjadi kabupaten sendiri seperti kabupaten purbalingga bumiayu sudah mampu mandiri dan tak usah tergantung kepada kabupaten brebes, yang notabenya ibukotanya terlalu jauh dari brebes selatan jadi mending warga bumiayu usul ke pusat untuk membuat city regency atau kabupaten kota sendiri
.Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang banyak berkiprah ditingkat nasional baik sipil maupun militer, namun sayang tidak terdokumentasikan. Tokoh Yahya Muhaimin lebih tepat sebagai mantan menterinya Gus-Dur yang lahir di Bumiayu. Suatu saat Bumiayu akan layak menjadi Kabupaten sendiri, hasil pemekaran dari Kabupaten Brebes, ini bisa terjadi bila pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan, terlebih dengan sedang dirintisnya perguruan tinggi (STKIP dan STIE) di Bumiayu, yang kelak akan menjadi Universitas.
== salah satu tokoh ==
{{Infobox Officeholder
|honorific-prefix =
|name = {{PAGENAME}}
|image = 36 yahyamuhaimin.jpg
|imagesize =
|caption =
|office1 = Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia|Menteri Pendidikan Nasional Indonesia
|order1 = 22
|term_start1 = [[23 Oktober]] [[1999]]
|term_end1 = [[22 Juli]] [[2001]]
|president1 = [[Abdurrahman Wahid]]
|predecessor1 = [[Juwono Soedarsono]]
|successor1 = [[Abdul Malik Fadjar]]
|birth_date = {{birth date and age|1943|5|17|df=y}}
|birth_place = {{negara|Jepang}} [[Bumiayu, Brebes|Bumiayu]], [[Kabupaten Brebes|Brebes]], [[Jawa Tengah]], [[Masa Pendudukan Jepang]]
|death_date =
|death_place =
|party =
|spouse =
|children =
|residence =
|alma_mater =
|occupation =
|religion = [[Islam]]
}}
'''Dr. Yahya Muhaimin''' ({{lahirmati|[[Bumiayu, Brebes|Bumiayu]], [[Kabupaten Brebes|Brebes]], [[Jawa Tengah]]|17|5|1943}}) adalah [[Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia|Menteri Pendidikan Nasional]] pada [[Kabinet Persatuan Nasional]]. Ia meraih gelar sarjana pada tahun [[1971]] dari [[Universitas Gadjah Mada]] dan gelar doktor dari [[Massachusetts Institute of Technology]] pada tahun [[1982]]. Sebelum diangkat menjadi menteri, ia adalah [[dosen]] di Fakultas [[Ilmu Sosial]] dan [[Ilmu Politik]] [[UGM]].
 
Sejak kanak, di SD, ia sudah tertarik pada kehidupan politik, lewat koran-koran yang rajin dibacanya. Pemilu 1955 — 12 tahun usia Muhaimin saat itu — memberi kesempatan padanya menyaksikan kaum politisi berebut massa melalui rapat-rapat umum yang mereka adakan. ‘’Namun yang terpikirkan saya waktu itu, bagaimana menjadi dokter atau diplomat karier,’’ tutur ahli hubungan internasional ini.
 
Muhaimin juga dikenal sebagai pengamat politik, militer, bidang yang pernah begitu traumatis baginya. Soalnya, daerah kelahirannya di Bumiayu, Jawa Tengah, dahulu menjadi ajang pertempuran antara TNI dan Darul Islam (DI). ‘’Derap sepatu lars, deru kendaraan perang, aba-aba militer, desingan peluru, dan ledakan mortir hampir rutin bagi saya,’’ katanya mengenang masa kecilnya.
 
Profesi lain yang pernah dicoba dihindarinya adalah menjadi guru. Padahal, ibunya, seorang pendidik, pernah membujuk agar Yahya mau menjadi pengajar. Namun, dua tahun setelah merampungkan studi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, 1973, anak kedua dari tujuh bersaudara ini mulai menyadari, menjadi guru baginya memang tidak terelakkan. Ia kemudian tercatat sebagai dosen hubungan internasional di alma maternya.
 
Sekitar 11 tahun kemudian, putra seorang wiraswasta itu pergi ke Institut Teknologi Massachusetts, AS, dan meraih gelar dokter ilmu politik dengan disertasi The Politic of Client Businessmen; Indonesian Economic Policy 1950-1980. Selama dua tahun berikutnya Muhaimin mengelola Program S2 Fakultas Sospol UGM.
 
Ia menganggap, industri persenjataan adalah program mahal, mungkin juga mewah. Tetapi bagi Indonesia swadaya itu perlu.
 
Ia menikah dengan Choifah yang kini jadi ibu empat anaknya. Ia juga menjadi kolumnis untuk beberapa majalah dan surat kabar. Selain itu ia juga menulis buku Masalah-Masalah Pembangunan Politik (1977) dan Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia (1982, revisi), keduanya diterbitkan oleh Gadjah Mada Press.
 
== Referensi ==
{{reflist}}