Selanjutnya Heidegger menolak kategori subjek-ojek yang kerap dikenakan oleh filsuf pasca Descartes. Sesuatu bermakna bagi kita hanya dalam penggunaannya pada konteks tertentu yang telah ditetapkan oleh norma sosial.
Namun, semua norma-norma secara radikal kontingen. Kontingensi mereka terungkap dalam fenomena dasar Angst, di mana semua norma murtad dan makhluk muncul sebagai tidak ada yang khusus, dalam kesia penting mereka. (Berlawanan dengan beberapa interpretasi eksistensialis Heidegger, ini tidak berarti bahwa keberadaan semua tidak masuk akal, melainkan berarti keberadaan yang selalu memiliki potensi untuk absurditas.) Pengalaman Angst mengungkapkan keterbatasan penting dari manusia.
However, all of these norms are radically contingent. Their contingency is revealed in the fundamental phenomenon of [[Angst]], in which all norms fall away and beings show up as nothing in particular, in their essential meaninglessness. (Contrary to some [[existentialism|existentialist]] interpretations of Heidegger, this does not mean that all existence is absurd; rather, it means that existence always has the ''potential'' for absurdity.) The experience of [[Angst]] reveals the essential finitude of human being.
TheFakta factbahwa thatmakhluk beingsdapat can show upmuncul, eitherbaik assebagai meaningfulbermakna indalam akonteks contextatau orsebagai asberarti meaninglessdalam inpengalaman the experience of [[Angst]], dependstergantung onpada afenomena prior phenomenonsebelumnya: that beingsbahwa canmakhluk showdapat upmuncul atsama allsekali. Heidegger callsmenyebut themuncul showing up of beingsmakhluk "truthkebenaran", whichyang heia definesmendefinisikan assebagai unconcealment ratherdaripada than correctnesskebenaran. ThisIni "truthkebenaran of beingsmakhluk", theirdiri self-revelationmereka wahyu, involvesmelibatkan ajenis moreyang fundamentallebih kindmendasar of truthkebenaran, the "disclosurepengungkapan ofberada beingdi inmana whichmakhluk themakhluk beingini ofyg beingstak is unconcealeddisembunyikan." It is thisInilah unconcealment of beingmenjadi thatyang definesmendefinisikan humaneksistensi existencemanusia foruntuk Heidegger: themanusia humanadalah beingbahwa ismenjadi thatuntuk beingsiapa formakhluk whomadalah being is an issuemasalah, that isyaitu, foruntuk whomsiapa beingyang showsmuncul upseperti asitu such(kata (Heidegger's word foruntuk suchseperti ansuatu entityentitas, whichyang coulddibayangkan conceivablybisa havememiliki non-human instantiations manusia, isadalah [[Dasein|Da-sein]]). ThisInilah issebabnya whymengapa Heidegger begins his inquiry into the meaning of beingmulai withpenyelidikan anke inquirydalam intomakna thekebersamaan essencedengan ofpenyelidikan ''human''esensi beingmanusia; theontologi [[ontology]]Da of ''Da-sein'' isadalah ontologi fundamental [[ontology]]. ThePara unconcealment ofmenjadi beingdasarnya isadalah an essentiallyfenomena temporal anddan historical phenomenonhistoris (hence themaka "timewaktu" indi ''BeingMenjadi anddan Time''Waktu); whatapa weyang callkita pastsebut masa lalu, presentsekarang, anddan futuremasa corresponddepan sesuai originarily tountuk aspectsaspek ofunconcealment thisini unconcealmentdan andtidak notuntuk totiga threewilayah mutuallyyang exclusivesaling regionseksklusif ofdari thewaktu homogeneoushomogen timeyang thatmengukur clocks measurejam (althoughmeskipun clockjam-timewaktu isadalah derivativeturunan fromdari thewaktu originary time ofdari unconcealment, asseperti Heidegger attemptsmencoba tomenunjukkan showdalam in the book'sbab-bab difficultsulit finalbuku chaptersakhir).
Pemahaman total menjadi hasil dari penjelasan dari pengetahuan implisit menjadi yang melekat pada semua perilaku manusia. Filsafat demikian menjadi suatu bentuk penafsiran, inilah mengapa teknik Heidegger dalam Being and Time sering disebut sebagai fenomenologi hermeneutik. Menjadi dan Waktu, yang tidak lengkap, berisi pernyataan Heidegger proyek ini dan penafsirannya tentang keberadaan manusia dan cakrawala temporal, tetapi tidak mengandung bekerja di luar makna menjadi seperti itu atas dasar penafsiran ini. Tugas ambisius diambil dengan cara yang berbeda dalam karya-karyanya berikutnya (lihat di bawah).
The total understanding of being results from an explication of the implicit knowledge of being that inheres in all human behavior. Philosophy thus becomes a form of interpretation; this is why Heidegger's technique in ''Being and Time'' is often referred to as [[hermeneutics|hermeneutical]] [[phenomenology]]. ''Being and Time'', being incomplete, contains Heidegger's statement of this project and his interpretation of human existence and its temporal horizon, but does not contain the working out of the meaning of being as such on the basis of this interpretation. This ambitious task is taken up in a different way in his later works (see below).
Sebagai bagian dari proyek ontologis nya, Heidegger melakukan reinterpretasi filsafat Barat sebelumnya. Dia ingin menjelaskan mengapa dan bagaimana pengetahuan teoritis datang tampak seperti hubungan yang paling mendasar untuk menjadi. Penjelasan ini mengambil bentuk sebuah destructuring (Destruktion) dari tradisi filsafat, strategi interpretif yang mengungkapkan pengalaman mendasar yang pada dasar filsafat sebelumnya. Dalam Menjadi dan Waktu ia sempat destructures filsafat Descartes, dalam bekerja kemudian dia menggunakan pendekatan ini untuk menafsirkan filsafat Aristoteles, Kant, Hegel, dan Plato, antara lain. Teknik ini diberikan pengaruh yang besar pada pendekatan dekonstruktif Derrida, meskipun ada perbedaan yang sangat penting antara dua metode.
As part of his [[ontology|ontological]] project, Heidegger undertakes a reinterpretation of previous Western philosophy. He wants to explain why and how theoretical knowledge came to seem like the most fundamental relation to being. This explanation takes the form of a destructuring (''Destruktion'') of the philosophical tradition, an interpretive strategy that reveals the fundamental experience of being at the base of previous philosophies. In ''Being and Time'' he briefly destructures the philosophy of [[René Descartes|Descartes]]; in later works he uses this approach to interpret the philosophies of [[Aristotle]], [[Immanuel Kant|Kant]], [[Georg Wilhelm Friedrich Hegel|Hegel]], and [[Plato]], among others. This technique exerted a profound influence on [[Jacques Derrida|Derrida]]'s [[deconstruction|deconstructive]] approach, although there are very important differences between the two methods.
''BeingMenjadi anddan Time''Waktu isadalah theprestasi toweringyang achievementmenjulang oftinggi Heidegger'sdari earlyawal careerkarir Heidegger, buttetapi thereada arekarya-karya otherpenting importantlainnya worksdari fromperiode this periodini, includingtermasuk ''Die Grundprobleme der Phänomenologie'' (''TheMasalah BasicDasar Problems of Phenomenology''Fenomenologi, 1927), ''Kant und das ProblemMasalah der Metaphysik'' (''Kant and thedan ProblemMasalah ofMetafisika Metaphysics'', 1929), anddan "WasApakah ist Metaphysik?" ("WhatApa Isitu MetaphysicsMetafisika?", 1929).
Kemudian bekerja
=== Later works ===
|