Bakoel Koffie: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
|||
Baris 9:
Di tahun 1930, Bakoel Koffie pertama kali mengekspor bubuk kopi ke Belanda dan pelanggan dapat memesan campuran biji robusta dan arabika. Ketika Tek Sun Ho merayakan ulang tahun ke-60 (tahun 1938), toko tersebut telah mengembangkan metode memanggang biji kopi dengan ''rotating drum'' tetapi tetap menggunakan kayu bakar. Perayaan ulang tahun tersebut diisi dengan memberikan makanan enak kepada pengunjung dan mereka juga boleh meminum kopi sebanyak yang mereka inginkan.<ref name="jkt"/>
Tahun 1969, usaha kopi ini diteruskan oleh anak Wudjan Widjaja, yaitu Darmawan Widjaja. Selanjutnya di tahun 1970, kopi tersebut juga diekspor ke Jepang dan Timur Tengah. Pada 1972, kemasan kopi beralih dari kertas coklat menjadi alumunium foil. Hingga tahun 1994, Darmawan dibantu oleh ketiga saudaranya mengelola bisnis keluarga tersebut. Dia dan kakak tertuanya, Suyanto merupakan ahli
Pada 2001, anak Darmawan Widjaja yaitu Syenny dan Hendra Widjaja meneruskan usaha keluarga tersebut dengan menggunakan mereka Bakoel Koffie sebagai nama toko kopi mereka dan logo yang diperkenalkan adalah wanita berkain sarung membawa bakul bambu di kepalanya. Logo ini sedikit berbeda dengan logo Warung Tinggi, suatu toko kopi yang dikembangkan oleh Rudy Widjaja (saudara Darmawan Widjaja).<ref name="post1" /> Syenny yang dulunya bekerja sebagai konsultan marketing di Unilever dan Coca-Cola berperan memasarkan produk kopi tersebut. Sedangka, Hendra yang telah dilatih oleh ayahnya sejak tahun 1986 menangani bagian produksi kopi.<ref name="resmi" /> <ref name="post1">[http://www.thejakartapost.com/news/2005/05/11/bakoel-kofie-family-affair.html Bakoel Kofie, a family affair ], Yenny Kwok. May 11 2005.</ref><ref name="post3">[http://www.thejakartapost.com/news/2013/03/10/beverage-boom-coffee-craze.html Beverage boom Coffee craze], Andreas D. Arditya, The Jakarta Post, Jakarta. March 10 2013.</ref>
|