Kabupaten Buton Tengah

kabupaten di Indonesia


Kabupaten Buton Tengah atau disingkat Buteng merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Ibukotanya berada di Labungkari, Kecamatan Lakudo. Buton Tengah merupakan hasil pemerkaran dari Kabupaten Buton yang disahkan pada pertengahan tahun 2014 bersama Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Muna Barat. Ketiga daerah otonomi baru tersebut disahkan menjelang akhir kepengurusan DPR RI periode 2009-2014 [1]. Salah satu alasan pemekaran wilayah ini adalah karena permasalahan akses. Seluruh wilayah Buton Tengah tidak berada di Pulau Buton, sedangkan ibukota Kabupaten Buton berada di Pasarwajo. Pelayanan dan kontrol membutuhkan biaya dan waktu yang panjang karena harus melewati laut menuju Kota Baubau, lalu dilanjutkan perjalanan darat menuju Pasarwajo di ujung timur Pulau Buton [2].

Kabupaten Buton Tengah
Daerah tingkat II
Kabupaten Buton Tengah di Sulawesi
Kabupaten Buton Tengah
Kabupaten Buton Tengah
Peta
Kabupaten Buton Tengah di Indonesia
Kabupaten Buton Tengah
Kabupaten Buton Tengah
Kabupaten Buton Tengah (Indonesia)
Koordinat: 5°19′00″S 122°20′00″E / 5.31667°S 122.33333°E / -5.31667; 122.33333
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Tenggara
Tanggal berdiri24 Juli 2014
Dasar hukumUU No. 15 Tahun 2014
Ibu kotaLabungkari
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 7
Pemerintahan
 • BupatiIr Abdul Mansur Amila
Demografi
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode BPS
7414 Edit nilai pada Wikidata
Kode Kemendagri74.14 Edit nilai pada Wikidata

Sejarah Singkat

Daerah Buton Tengah merupakan bekas wilayah Kerajaan dan Kesultanan Buton yang telah eksis sejak zaman dulu. Pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6 dan juga Sultan Buton ke-1 bernama Murhum, rakyat Gu dan Mawasangka diriwayatkan patuh dan setia kepadanya. Ikatan emosional Gu dan Mawasangaka terhadap Buton semakin kuat setelah Murhum berhasil membela negeri mereka. Ketika kembali ke Buton, Murhum turut membawa “syara-pancana” dan kemudian Gu dan Mawasangka diberinya nama “Paincana” selaku tanda kemenangan Murhum. Nama ini kemudian lekat untuk menggambarkan kedua etnis di Buton Tengah tersebut dengan sebutan pancana atau pancano [3].
Keberadaan Buton Tengah juga tertuang pada Undang-Undang Murtabat Tujuh (sekitar tahun 1610), yakni undang-undang Kesultanan Buton pada masa Sultan Buton ke-4, La Elangi (Sultan Dayanu Ikhsanuddin). Disebutkan bahwa Kesultanan Buton terdiri atas 72 kadie yang diduduki oleh 30 menteri dan 40 bobato. Sedangkan sisanya menandakan kaum yang memegang pemerintahan di pusat. Dari 70 bagian tersebut dibagi lagi menjadi dua bagian besar yakni Pale Matanayo dan Pale Sukanayo. Lakina Lakudo, mengepalai wilayah Kadolo, Lawa, Tangana-lipu, Tongkuno, Gu, Wongko Lakudo, dan Wanepa-nepa (Distrik Gu). Lakina Bombonawulu menduduki wilayah Bombonawulu-kota, Rahia, Wakea-kea, Uncume, Wongko-bombonawulu (Distrik Gu). Kedua lakina tersebut merupakan kadie di wilayah Pale Matanayo [4].
Di wilayah Pale Sukanayo, Menteri Peropa mengepalai beberapa wilayah salah satunya Ballo di Distrik Kabaena (termasuk wilayah Talaga saat ini), Menteri Gundu-Gundu mengepalai Kooe dan Kantolobea (Distrik Mawasangka), Menteri Melai mengepalai Boneoge (Distrik Gu), Menteri Lanto di Lalibo (Distrik Mawasangka), Menteri Wajo di Wajo (Distrik Gu), Menteri Tanailandu di Wasindoii (Distrik Mawasangka). Selanjutnya Lakina Boneoge di Boneoge, Madongka, Tanga, dan Matanayo (Distrik Gu), Lakina Baruta di Baruta (Distrik Gu), Lakina Mone di Lambale dan Wakuru (Distrik Gu), Lakina Lolibu di Lipumalangan II dan Tongkuno (Distrik Gu), dan Lakina Inulu di Lamena, Lagili, dan Wakengku (Distrik Mawasangka) [5].
Dalam undang-undang kesultanan juga disebutkan Tamburu Limaanguana. Tamburu Limaanguana yaitu pasukan kehormatan sultan yang terdiri atas lima kelompok yang masing-masing kelompok memiliki nama sendiri-sendiri, salah satunya Mawasangka [6].

Keadaan Wilayah

Wilayah Kabupaten Buton Tengah berbatasan dengan:

Utara Kabupaten Muna dan Kabupaten Bombana
Timur Selat Buton
Selatan Laut Flores
Barat Teluk Bone

Pemerintahan

Pemerintahan Daerah

Wilayah Kabupaten Buton Tengah terdiri dari 7 kecamatan, yaitu:

  1. Kecamatan Lakudo
  2. Kecamatan Gu
  3. Kecamatan Sangiawambulu
  4. Kecamatan Mawasangka
  5. Kecamatan Mawasangka Tengah
  6. Kecamatan Mawasangka Timur
  7. Kecamatan Talaga Raya

Lambang Daerah

Dari setiap warna memiliki arti yang berbeda. Biru melambangkan kewibawaan, kemenangan dan masa depan yang cerah. Putih sebagai tanda kesucian hati, niat yang tulus dan rasa keadilan. Kuning tanda semangat kerja, belajar, berusaha, dan kemapanan. Hijau bermakna kemakmuran dan semangat religius. Hitam bertanda loyalitas, pengayom dan demokratis, serta merah wujud keberanian, rela berkorban, dan semangat kepahlawanan. [7].
unsur-unsur lambang seperti bentuk perisai berupa jao-jaonga sebagai bingkai lambang merefleksikan daya tahan, keteguhan, keamanan, dan ketentraman masyarakat Buteng. Laut bermakna karakteristik masyarakat Buteng yang religius. Gunung mencerminkan kondisi geografis wilayah Buteng, sekaligus melambangkan tekad, kegigihan dan keuletan masyarakat [8].
Sedangkan jarum menunjukkan Buteng secara historis sebagai salah satu daerah basis pertahanan (Matana Surumba) pada masa Kesultanan Buton. Makna benteng bahwa daerah Buteng bagian dari wilayah dan budaya Buton. Lalu 5 undakan pada benteng bahwa pancasila sebagai dasar Negara dan pandangan hidup masyarakat. Pintu gerbang pada benteng berjumlah 7 merupakan lambang 7 kecamatan yang menjadi cikal bakal hingga terbentuknya Buteng [9].
Perahu layar dan gelombang sebagai dinamika dan spirit kemaritiman yang menjadi karakter masyarakat. Sedangkan ikan dan jambu mete pada perahu layar menandakan hasil alam yang potensial di Buteng. Padi dan kapas, melambangkan cita-cita kesejahteraan. Buku dan pena, merefleksikan kecintaan masyarakat dan keadilan yang ingin diwujudkan pada seluruh lapisan masyarakat Buteng [10].
Lalu, jumlah 24 bulir padi dan jumlah 7 bunga kapas melambangkan tanggal dan bulan terbentuknya Buton pada 24 Juli 2014 Makna adanya frasa Kabupaten Buteng dalam pita putih sebagai Buteng merupakan Daerah Otonomi Baru (DOB) [11].

Sosial dan Kependudukan

Penduduk

Sebagaimana halnya wilayah-wilayah lain bekas Kerajaan dan Kesultanan Buton, etnis di Buton Tengah juga beragam. Sampai saat ini para ahli belum mendapatkan kesepakatan berapa banyak sesungguhnya etnis yang ada di Buton. Namun jika melihat kelompok besarnya, di Buton Tengah didiami oleh penduduk dari etnis Buton-Gulamasta (Pancana), Moronene-Kabaena, Bajo, Muna, dan Wolio.

Agama

Umumnya masyarakat Buton Tengah memeluk agama Islam.

Pekerjaan

Masyarakat Buton Tengah berprofesi sebagai petani, nelayan, pelaut, pedagang, dan sebagian kecil bekerja di sektor pertambangan.

Ekonomi

Pertanian dan Perkebunan

Wilayah Kabupaten Buton Tengah sangat berpotensi untuk dikembangkan padi ladang, jagung, singkong, ubi jalar, dan kacang hijau. Padi ladang merupakan komoditas yang dapat diandalkan seperti di Kecamatan Mawasangka dengan area panen 10 Ha dengan total produksi ± 9 ton padi ladang. Kemudian di Kecamatan Gu 2.679 Ha dengan total produksi ± 537 ton jagung. Di Kecamatan Gu juga memiliki luas area pertanian singkong dengan luas area 2.679 Ha dengan total produksi ± 11.258 ton, perkebunan kapuk 56,35 Ha dengan total produksi mencapai ± 480 ton, dan perkebunan kakao seluas 32 Ha dengan total produksi mencapai ± 390 ton. Selain itu komoditas mete kualitas ekspor di Lombe telah lama mendunia. Pohon palm agel juga banyak ditemukan di Buton Tengah sebagai salah satu bahan baku kerajinan anyaman.

Perikanan

Potensi laut yang dapat dimanfaatkan yaitu perikanan dan budidaya rumput laut yang produksinya mencapai ± 13.966,34 ton.

Pertambangan

Kecamatan Talaga Raya juga menyimpan kekayaan mineral berupa tambang nikel.

Perdagangan

Secara kualitatif komoditi-komoditi potensial diperdagangkan antar pulau melalui tiga pelabuhan laut utama di Buton Tengah.

 
Pariwisata Unggulan Buton Tengah : Pantai Mutiara

Pariwisata

Dari sektor pariwisata, beberapa objek wisata baik wisata alam, sejarah maupun budaya menjadi daya tarik tersendiri.

Dari sektor wisata sejarah kita dapat menemukan berbagai benteng peninggalan kesultanan Buton, seperti Benteng Kota Bombonawulu, Benteng Wasilomata, Benteng Gumanano dan lain sebagainya.

Dari segi wisata alam didaerah ini bisa ditemui berbagai pantai berpasir putih bersih, seperti Pantai Mutiara, Pantai Katembe, Pantai Lamena, dan masih banyak lagi.

Salah satu pantai terkenal di Daerah ini yakni Pantai Mutiara yang berada di Desa Gumanano Kecamatan Mawasangka.

Untuk wisata budaya kita dapat menemukan kampung yang memegang teguh budayanya yakni kampung wasilomata yang berada di Kecamatan Mawasangka. Hampir seluruh rumah didaerah ini memiliki bentuk yang nyaris serupa.

Transportasi

Aksesibilitas

Kabupaten Buton Tengah menjadi salah satu daerah pengubung antara Kota Baubau, Kabupaten Muna, dan Kabupaten Bombana.

Kabupaten Buton Tengah dapat diakses dengan cara:

Pelabuhan

Terdapat tiga pelabuhan utama di Buton Tengah yaitu:

  • Pelabuhan Fery Wamengkoli. Merupakan salah satu pelabuhan dengan rute ‘gemuk’ di Sulawesi Tenggara. Pelabuhan ini melayani rute Wamengkoli-Baubau tidak kurang 12 kali dalam sehari. Selain kapal fery, speed boat juga ada di pelabuhan ini dan melayani 35 rute. Adanya pelabuhan yang sudah eksis sejak tahun awal abad ke-20 ini, berimplikasi pada sektor jasa yang mendongkrak pendapatan masyarakat sekitar.
  • pelabuhan Fery Mawasangka, yang menghubungkan mawasangka talaga
  • Pelabuhan Lianabanggai. Pelabuhan ini berada di Kecamatan Mawasangka Tengah. Pelabuhan ini memiliki kedalaman 15-30 meter yang direncanakan dapat dilabuhi oleh kapal PELNI maupun kapal cargo/barang lainnya.
  • Pelabuhan Transito. Berada di Kecamatan Talaga Raya, pelabuhan ini menjadi tempat bersandarnya berbagai macam kapal seperti kapal kayu, kapal minyak, kapal penumpang, dan juga kapal feri.

Referensi

  1. ^ "DPR Sahkan RUU Pembentukan Kabupaten Baru". 2014-06-26. Diakses tanggal 2014-08-11. 
  2. ^ "Naskah Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Buton Tengah di Provinsi Sulawesi Tenggara". 2014-06-25. Diakses tanggal 2014-08-11. 
  3. ^ Zahari AM. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton) I. Jakarta (ID): Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  4. ^ Zahari AM. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton) I. Jakarta (ID): Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  5. ^ Zahari AM. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton) I. Jakarta (ID): Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  6. ^ Zahari AM. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Buton) I. Jakarta (ID): Proyek Pengembangan Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  7. ^ Sahdar M. 2014. Ikan dan Mete Jadi Lambang Buteng. http://kendarinews.com/content/view/13826/437/#sthash.S5VaEWXz.dpuf. Di akses pada tanggal 19 November 2014
  8. ^ Sahdar M. 2014. Ikan dan Mete Jadi Lambang Buteng. http://kendarinews.com/content/view/13826/437/#sthash.S5VaEWXz.dpuf. Di akses pada tanggal 19 November 2014
  9. ^ Sahdar M. 2014. Ikan dan Mete Jadi Lambang Buteng. http://kendarinews.com/content/view/13826/437/#sthash.S5VaEWXz.dpuf. Di akses pada tanggal 19 November 2014
  10. ^ Sahdar M. 2014. Ikan dan Mete Jadi Lambang Buteng. http://kendarinews.com/content/view/13826/437/#sthash.S5VaEWXz.dpuf. Di akses pada tanggal 19 November 2014
  11. ^ Sahdar M. 2014. Ikan dan Mete Jadi Lambang Buteng. http://kendarinews.com/content/view/13826/437/#sthash.S5VaEWXz.dpuf. Di akses pada tanggal 19 November 2014

Pranala luar