Babad Tanah Jawi
[[Berkas:Babad-tanah-jawi.jpg|thumb|Salrft frrrcfgh f Buku ini juga memuat silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram, yang juga unik dalam buku ini sang penulis memberikan cantolan hingga nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam.
Silsilah raja-raja Pajajaran yang lebih dulu juga mendapat tempat. Berikutnya Majapahit, Demak, terus berurutan hingga sampai kerajaan Pajang dan Mataram pada pertengahan abad ke-18.
Buku ini telah dipakai sebagai salah satu babon rekonstruksi sejarah pulau Jawa[butuh rujukan]. Namun menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis.
Banyak versi
Babad Tanah Jawi ini punya banyak versi.
Menurut ahli sejarah Hoesein Djajadiningrat, kalau mau disederhanakan, keragaman versi itu dapat dipilah menjadi dua kelompok. Pertama, babad yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan Braja ini lah yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788. Sementara kelompok kedua adalah babad yang diterbitkan oleh P. Adilangu II dengan naskah tertua bertarikh 1722.
Perbedaan keduanya terletak pada penceritaan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas, berupa silsilah dilengkapi sedikit keterangan. Sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.
Babad Tanah Jawi telah menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Antara lain ahli sejarah HJ de Graaf. Menurutnya apa yang tertulis di Babad Tanah Jawi dapat dipercaya, khususnya cerita tentang peristiwa tahun 1600 sampai zaman Kartasura pada abad 18. Demikian juga dengan peristiwa sejak tahun 1580 yang mengulas tentang kerajaan Pajang. Namun, untuk cerita selepas era itu, de Graaf tidak berani menyebutnya sebagai data sejarah: terlalu sarat campuran mitologi, kosmologi, dan dongeng.
Selain Graaf, Meinsma berada di daftar peminat Babad Tanah Jawi. Bahkan pada 1874 ia menerbitkan versi prosa yang dikerjakan oleh Kertapraja. Meinsma mendasarkan karyanya pada babad yang ditulis Carik Braja. Karya Meinsma ini lah yang banyak beredar hingga kini.
Balai Pustaka juga tak mau kalah. Menjelang Perang Dunia II mereka menerbitkan berpuluh-puluh jilid Babad Tanah Jawi dalam bentuk aslinya. Asli sesungguhnya karena dalam bentuk tembang dan tulisan Jawa.
Raja-Raja Mataram
I. Dinasti Syailendra
- Sri Indra Warman (752 M - 775 M)
- Wisnu Warman (775 M - 782 M)
- Daranindra / Shri Wirarairimathana (782 M - 812 M)
- Samara Tungga (812 M - 833 M)
- Pramodha Wardhani (833 M - 856 M )
II. Dinasti Sanjaya
- Sanjaya (sanjaya) (732-7xx)
- Rakai Panangkaran : Dyah Pancapana (syailendra)
- Rakai Panunggalan
- Rakai Warak
- Rakai Garung
- Rakai Patapan (8xx-838)
- Rakai Pikatan (838-855), mendepak Dinasti Syailendra
- Rakai Kayuwangi (855-885)
- Dyah Tagwas (885)
- Rakai Panumwangan Dyah Dewendra (885-887)
- Rakai Gurunwangi Dyah Badra (887)
- Rakai Watuhumalang (894-898)
- Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910)
- Daksa (910-919)
- Dyah Tulodong (919-921)
- Dyah Wawa (924-928)
- Mpu Sindok (928-929), memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur (Medang)
III. Dinasti Medang Kamulan
- Mpu Sindok (929-947)
- Sri Isyanatunggawijaya (947-9xx)
- Makutawangsawardhana (9xx-985)
- Dharmawangsa Teguh Anantawikrama (985-1006)
IV. DInasti Kahuripan
- Airlangga (1019-1045), mendirikan kerajaan di reruntuhan Medang
- (Airlangga kemudian memecah Kerajaan Kahuripan menjadi dua: Janggala dan Kadiri):
- === Janggala ===
- (tidak diketahui silsilah raja-raja Janggala hingga tahun 1116)
- === Kadiri ===
- (tidak diketahui silsilah raja-raja Kadiri hingga tahun 1116)
- Kameswara (1116-1135), mempersatukan kembali Kadiri dan Panjalu
- Jayabaya (1135-1159)
- Rakai Sirikan (1159-1169)
- Sri Aryeswara (1169-1171)
- Sri Candra (1171-1182)
- Kertajaya (1182-1222)
V. Dinasti Singhasari
- Ken Arok (1222-1227)
- Anusapati (1227-1248)
- Tohjaya (1248)
- Ranggawuni (Wisnuwardhana) (1248-1254)
- Kertanagara ( 1254-1292)
- Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana) (1293-1309)
- Jayanagara (1309-1328)
- Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
- Hayam Wuruk (Rajasanagara) (1350-1389)
- Wikramawardhana (1390-1428)
- Suhita (1429-1447)
- Dyah Kertawijaya (1447-1451)
- Rajasawardhana (1451-1453)
- Girishawardhana (1456-1466)
- Singhawikramawardhana (Suraprabhawa) (1466-1474)
- Girindrawardhana Dyah Wijayakarana (1468-1478)
- Singawardhana Dyah Wijayakusuma (menurut Pararaton menjadi Raja Majapahit selama 4 bulan sebelum wafat secara mendadak ) ( ? – 1486 )
- Girindrawardhana Dyah Ranawijaya alias Bhre Kertabumi (diduga kuat sebagai Brawijaya, menurut Kitab Pararaton dan Suma Oriental karangan Tome Pires pada tahun 1513) (1474-1519)
VII. Kerajaan Demak
- Raden Patah (1478 – 1518)
- Adipati Unus (1518 – 1521)
- Sultan Trenggono (1521 – 1546)
- Sunan Prawoto (1546 – 1549)
VIII. Kasultanan Pajang
- Jaka Tingkir, bergelar Sultan Hadiwijoyo (1549 – 1582)
- Arya Pangiri, bergelar Sultan Ngawantipuro (1583 – 1586)
- Pangeran Benawa, bergelar Sultan Prabuwijoyo (1586 – 1587)
- R.Aj.Sarakusuma , bergelar Sarakusuma (1587-1598)
- R.M.Sarakusuma bergelar Sarakusuma (1598-1603)
- R.M.Bardani bergelar Bardani (1603-1669)
- R.M.Patranangga bergelar Prabu Patranangga (1669-1700)
- R.Ranajuda I bergelar Ranauda I (1700-1731)
- R.Ranajuda II bergelar Ranajuda II (1731-1790)
- R.Ngt.Tirtadrana bergelar Tirtadrana (1790-1842)
- R.Ngt.Kartadiwirja bergelar Kartadiwirja (1842-1900)
- R.Kartadimadja bergelar Kartadimadja (1900-1950)
- R.Ngt.Suto Subroto bergelar Prabu Mangkir (1950-1990)
- R.Haryono bergelar Malih Pasang (1990-2008)
- R.Ngt.A.Wahyu
X. Kerajaan Mataram Islam
Daftar ini merupakan Daftar penguasa Mataram Baru atau juga disebut sebagai Mataram Islam. Catatan: sebagian nama penguasa di bawah ini dieja menurut ejaan bahasa Jawa.
- Ki Ageng Pamanahan, menerima tanah perdikan Mataram dari Jaka Tingkir
- Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 – 1601), menjadikan Mataram sebagai kerajaan merdeka.
- Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang) (1601 – 1613)
- Adipati Martapura (1613 selama satu hari)
- Sultan Agung (Raden Mas Rangsang / Prabu Hanyakrakusuma) (1613 – 1645)
- Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum/Amangkurat Agung) (1645 – 1677) menyingkir dari ibu kota Plered karena diserbu Pangeran Trunojoyo raja dari tanah Madura.
XI. Kasunanan Kartasura Hadiningrat
- Amangkurat II (Amangkurat Amral) (1680 – 1702), pendiri Kartasura.
- Amangkurat III (1702 – 1705), dibuang VOC ke Srilangka karena kalah dari Pakubuwana I yang didukung VOC
- Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger atau Sultan ing Alaga.
- Amangkurat IV (1719 – 1726), Terjadi banyak pemberontakan, Sunan Kuning (Mas Garendi).
- Pakubuwana II (1726 – 1742),
- Pakubuwana III (diangkat oleh Belanda) dan hal ini ditentang oleh Mangkubumi dan Raden Mas Said. Atas ketidak puasannya Raden Mas Said mengangkat mertuanya Mangkubumi sebagai penguasa oposisi di Mataram, namun beberapa saat kemudian partai oposisi ini pecah menjadi dua kelompok; 1) kelompok Raden Mas Said dan 2) kelompok Mangkubumi. Kemudian muncullah Perundingan Giyanti (13 Februari 1755)
Dinasti Baru
Perjanjian Giyanti telah melahirkan dua dinasti baru yaitu Dinasti Pakubuwanan dan Dinasti Hamengkubuwanan sedangkan Perjanjian Salatiga telah melahirkan satu dinasti yaitu Dinasti Mangkunegaran. Dinasti Pakubuwanan memulai silsilah dari Paku Buwono I dan Dinasti Hamengkubuwanan memulai dengan silsilah Hamengku Buwono I, sedangkan Dinasti Mangkunegaran memulai dengan silsilah Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa.
Tiga dinasti itu pada upacara dan acara keprotocular-an memiliki partner para Residen yang bertugas di wilayah Kerajaan masing masing.
XII. Dinasti Pakubuwana
- Pakubuwana I (1705 – 1719), pernah memerangi dua raja sebelumya; juga dikenal dengan nama Pangeran Puger.
- Pakubuwana II (1745 – 1749), pendiri kota Surakarta; memindahkan keraton Kartasura ke Surakarta pada tahun 1745
- Pakubuwana III (1749 – 1788), mengakui kedaulatan Hamengkubuwana I sebagai penguasa setengah wilayah kerajaannya.
- Pakubuwana IV (1788 – 1820)
- Pakubuwana V (1820 – 1823)
- Pakubuwana VI (1823 – 1830), diangkat sebagai pahlawan nasional Indonesia; juga dikenal dengan nama Pangeran Bangun Tapa.
- Pakubuwana VII (1830 – 1858)
- Pakubuwana VIII (1859 – 1861)
- Pakubuwana IX (1861 – 1893)
- Pakubuwana X (1893 – 1939)
- Pakubuwana XI (1939 – 1944)
- Pakubuwana XII (1944 – 2004)
- Gelar Pakubuwana XIII (2004 – sekarang) diklaim oleh dua orang, Pangeran Hangabehi dan Pangeran Tejowulan.
XIII. Dinasti Hamengkubuwana
- Sri Sultan Hamengkubuwono I / Pangeran Mangkubumi (13 Februari 1755 - 24 Maret 1792 )
- Sri Sultan Hamengkubuwono II / Gusti Raden Mas Sundara ( 2 April 1792 - 1810) periode pertama
- Sri Sultan Hamengkubuwono III / Raden Mas Surojo (1810 - 1811) periode pertama
- Sri Sultan Hamengkubuwono IV / Gusti Raden Mas Ibnu Jarot ( 9 November 1814 - 6 Desember 1823)
- Sri Sultan Hamengkubuwono V / Gusti Raden Mas Gathot Menol (19 Desember 1823 - 17 Agustus 1826) periode pertama
- Sri Sultan Hamengkubuwono VI / Gusti Raden Mas Mustojo ( 5 Juli 1855 - 20 Juli 1877)
- Sri Sultan Hamengkubuwono VII / Gusti Raden Mas Murtejo / Sultan Sugih ( 22 Desember 1877 - 29 Januari 1921 )
- Sri Sultan Hamengkubuwono VIII / Gusti Raden Mas Sujadi ( 8 Februari 1921 - 22 Oktober 1939)
- Sri Sultan Hamengkubuwono IX / Gusti Raden Mas Dorodjatun( 18 Maret 1940 - 2 Oktober 1988 )
- Sri Sultan Hamengkubuwono X / Bendara Raden Mas Herjuno Darpito ( 7 Maret 1989 - sekarang)
XIV. Dinasti Mangkunegara
- Mangkunegara I atau bernama asli Raden Mas Said dengan gelar Pangeran Samber Nyowo (1757 - 1795
- KGPAA Mangkunegara II atau R.M Sulomo dengan gelar dimasa muda Pangeran Surya Mataram dan juga bergelar Pangeran Surya Mangkubumi (1795 - 1835)
- Mangkunegara III (1835 - 1853)
- Mangkunegara IV (1853 - 1881)
- Mangkunegara V ( 1881 - 1896)
- Mangkunegara VI (1896 - 1916)
- Mangkunegara VII (1916 - 1944)
- Mangkunegara VIII (1944- 1987)
- Mangkunegara IX (1987 - sekarang)
Pranala luar
- (Jawa) http://ki-demang.com/index.php/babad-tanah-jawi versi L. van Rijckevorsel & R.D.S. Hadiwidjana (1925), pada Situs Web Ki Dêmang Sókówatèn, di ki-demang.com
Catatan kecil:
Masih berlanjut (muhammad.munari)