Pembenaran (teologi)

konsep pembenaran dalam teologi Kristen
Revisi sejak 22 Maret 2017 10.06 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Pembenaran atau justifikasi, dalam teologi Kristen, adalah tindakan Allah menghapuskan kebersalahan dan hukuman dari dosa sementara pada saat bersamaan menyatakan benar seorang berdosa melalui pengurbanan Kristus yang mendamaikan. Dalam Protestanisme, kebenaran dari Allah dipandang sebagai sesuatu yang diperhitungkan kepada orang berdosa melalui iman saja, tanpa perbuatan baik.

Yesus Kristus turun ke tempat penantian, lukisan karya Fra Angelico.

Sarana atau cara memperoleh pembenaran merupakan ranah perbedaan yang signifikan antara Katolik/Ortodoks Timur dengan Protestan. Secara garis besar, Kristen Katolik dan Ortodoks membedakan antara pembenaran awal, yang dipandang terjadi pada saat baptisan, dengan pembenaran permanen, yang dicapai setelah seumur hidup berjuang melakukan kehendak Allah. Kebanyakan kalangan Protestan meyakini bahwa pembenaran adalah suatu tindakan tunggal yang di dalamnya Allah menyatakan seorang individu yang tidak benar menjadi benar, suatu tindakan yang dipandang dimungkinkan karena Kristus "dibuat-Nya menjadi dosa" secara hukum ketika tergantung di atas kayu salib (2 Korintus 5:21). Pembenaran diberikan kepada semua orang yang beriman, dan dianggap sebagai suatu anugerah dari Allah tanpa melihat jasa atau kelayakan, menurut kalangan Lutheran dan Calvinis, yang menggunakan Efesus 2:8, Kisah 16:14, dan Filipi 1:29 untuk mendukung keyakinan tersebut. Kalangan Katolik dan Ortodoks Timur menggunakan Yakobus 2:14-26, Galatia 5:19-21, dan Matius 19:17-19 untuk mendukung keyakinan bahwa pembenaran dipertahankan dengan menghindari dosa-dosa berat. Kalangan Protestan melihat pembenaran sebagai 'garis patahan' teologis yang memisahkan Katolik dengan Protestan selama Reformasi Protestan.[1]

Referensi biblika

Perjanjian Baru

Yesus menggunakan gagasan tentang "tebusan" atau penebusan ketika mengacu pada karya pelayanan-Nya di bumi (Matius 20:28; Markus 10:45). Wafat dan kebangkitan Kristus, yang dipandang sebagai kemenangan-Nya atas Setan dan kematian/maut, memberikan justifikasi atau pembenaran bagi orang-orang percaya di hadapan Allah. Kebenaran atau keadilan-Nya menjadi milik mereka, dan wafat-Nya menjadi suatu persembahan bagi Allah sebagai pengganti mereka, untuk membayar dosa-dosa mereka. Menurut kalangan Protestan, pembenaran ini hanya berdasarkan iman—bukan melalui perbuatan baik—dan merupakan suatu anugerah dari Allah melalui Kristus. Menurut kalangan Katolik dan Ortodoks, pembenaran ini merupakan suatu anugerah bebas tetapi diterima melalui baptisan pada awalnya dan melalui Sakramen Rekonsiliasi apabila pembenaran yang telah diterima menjadi hilang karena dosa berat.

Keselamatan melalui iman saja

Ayat-ayat berikut umum digunakan sebagai dasar pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan diperoleh melalui iman saja (sola fide):

tetapi ditulis juga untuk kita; sebab kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.

— Roma 4:24-25

Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi, yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaran-Nya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-Nya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

— Roma 3:21-26

Keselamatan melalui baptisan dan menghindari dosa serius

Ayat-ayat berikut umum digunakan sebagai dasar pandangan yang mengatakan bahwa keselamatan diperoleh melalui baptisan dan menghindari dosa serius:[2][3]

Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

— Galatia 5:19-21

Jawab Yesus: "Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." Kata orang itu kepada-Nya: "Perintah yang mana?" Kata Yesus: "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

— Matius 19:17-19

Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.

— Markus 16:16

Iman dan perbuatan

Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain? Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.

— Yakobus 2:24-26

Deklarasi Bersama tentang Doktrin Pembenaran, yang ditandatangani oleh Federasi Lutheran se-Dunia dan Gereja Katolik Roma pada tanggal 31 Oktober 1999, secara jelas menyatakan bahwa "terdapat konsensus dalam hal kebenaran-kebenaran dasar dari doktrin pembenaran di antara kalangan Lutheran dan Katolik".[4] Dalam doktrin-doktrin Katolik Roma dan Lutheran, sebagaimana yang diungkapkan pada bagian 4.7 no.37, "kita mengakui bersama bahwa perbuatan-perbuatan baik – kehidupan seorang Kristen yang dihidupi dalam iman, harapan, dan kasih – mengikuti pembenaran dan merupakan buah-buahnya. Ketika orang-orang yang dibenarkan hidup dalam Kristus dan bertindak dalam kasih karunia yang mereka terima, mereka menghasilkan, dalam istilah biblis, buah yang baik. Karena umat Kristen berjuang melawan dosa sepanjang hidup mereka, konsekuensi dari pembenaran ini adalah juga bagi mereka suatu kewajiban yang harus mereka penuhi. Oleh karena itu, baik Yesus maupun Tulisan Suci dari para rasul memperingatkan umat Kristen agar menghasilkan karya-karya kasih."

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa beberapa pandangan teologis mengenai pembenaran dipegang oleh kalangan Lutheran dan Katolik, kendati tampak tidak serupa satu sama lain, sebenarnya menjelaskan kesamaan "kebenaran-kebenaran dasar dari doktrin pembenaran" namun dipandang dari sudut-sudut berbeda.

Salah satu contoh dapat dikutip dari bagian 4.7 no. 38-39, "ketika umat Katolik menegaskan sifat 'berjasa' (atau bernilai/berharga) dari perbuatan-perbuatan baik, mereka hendak mengatakan bahwa, menurut kesaksian biblis, suatu penghargaan dalam surga dijanjikan untuk perbuatan-perbuatan ini. Maksud mereka adalah untuk menekankan tanggung jawab orang-orang atas perbuatan-perbuatan mereka, bukan untuk menentang sifat dari perbuatan-perbuatan itu sebagai anugerah-anugerah, atau terlebih lagi bukan untuk menyangkal bahwa pembenaran tetap selalu merupakan anugerah kasih karunia tanpa usaha sendiri. Konsep pemeliharaan kasih karunia serta pertumbuhan dalam kasih karunia dan iman juga dipegang oleh umat Lutheran. Mereka menekankan bahwa kebenaran sebagai penerimaan oleh Allah dan berbagi dalam kebenaran atau keadilan Kristus adalah selalu lengkap sepenuhnya. Pada saat yang sama, mereka menyatakan bahwa dapat terjadi pertumbuhan dalam dampak-dampaknya di dalam kehidupan Kristiani. Ketika mereka memandang perbuatan-perbuatan baik dari umat Kristen sebagai buah-buah dan tanda-tanda pembenaran dan bukan sebagai 'jasa' atau usaha orang itu sendiri, mereka juga tetap memahami kehidupan kekal selaras dengan Perjanjian Baru sebagai 'penghargaan' tanpa jasa/usaha sendiri dalam arti pemenuhan janji Allah kepada orang percaya."

Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku."

— Yakobus 2:15-18

D. James Kennedy menjelaskan makna perikop dari Surat Yakobus tersebut:

Yakobus berhadapan dengan orang-orang yang mengaku sebagai orang Kristen, namun mereka tidak menjadi bukti realitas dari iman mereka melalui perbuatan-perbuatan [baik] mereka. Lagi dan lagi... orang-orang akan mengatakan mereka memiliki iman dan mereka tidak memiliki perbuatan-perbuatan, dan Yakobus mengatakan bahwa iman yang sesungguhnya selalu menghasilkan perbuatan-perbuatan sebagai hasilnya... Pertanyaannya adalah, 'Seseorang mungkin mengatakan bahwa ia memiliki iman, tetapi akankah iman itu membenarkan dia?' Apabila itu hanyalah suatu iman yang 'dikatakan'—tidak, tidak akan![5]

Penulis Surat Yakobus menekankan keyakinan Yahudi bahwa iman dan perbuatan berjalan seiring. Namun, dalam Surat Yakobus, adalah mungkin bahwa pembenaran mengacu pada bagaimana orang-orang percaya harus berperilaku selayaknya orang-orang percaya, bukan bagaimana seorang yang tidak percaya menjadi seorang percaya (yakni menerima keselamatan).[6] Iman tanpa perbuatan dipandang sebagai kepalsuan. Iman harus menghasilkan buah yang baik sebagai suatu tanda supaya jangan sampai iman menjadi kesempatan untuk pembenaran diri.

Gereja perdana dan pembenaran

Templat:Sejarah teologi Kristen

Dikatakan bahwa, setelah zaman Apostolik, konsep pembenaran kalah penting dibandingkan dengan isu-isu seperti kemartiran.[butuh rujukan] Pembenaran sebagai suatu konsep disebutkan dalam karya-karya tulis para Bapa Gereja awal seperti Klemens dari Roma,[7] dan dalam khotbah-khotbah Yohanes Krisostomus, namun baru dikembangkan saat terjadinya konflik antara Agustinus dengan Pelagius.

Pelagius mengajarkan bahwa seseorang dapat menjadi benar melalui upaya dari kehendaknya untuk mengikuti teladan hidup Yesus. Agustinus dari Hippo menentangnya dan mengajarkan[8] bahwa orang dibenarkan karena Allah,[9] sebagai suatu karya dari rahmat atau kasih karunia-Nya.[10] Agustinus berusaha keras melawannya dalam karya-karya anti-Pelagian yang ditulisnya untuk membantah anggapan bahwa perbuatan manusia saja dapat digunakan sebagai dasar yang tepat untuk pembenarannya. Mengikuti permohonan yang diajukan Agustinus, Paus Innosensius I mengutuk Pelagius. Sang tertuduh bidah mengajukan banding untuk menyatakan bahwa ia tidak bersalah, yang diterima oleh Paus Zosimus, penerus Paus Innosensius. Namun, Konsili Kartago pada tahun 418 kembali menolak pandangan Pelagius dengan bekal persetujuan kepausan.

Perbandingan antara tradisi-tradisi

Tradisi-tradisi Kristen dianggap menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat, fungsi, dan makna dari pembenaran secara cukup berbeda. Isu-isu tersebut meliputi: Apakah pembenaran merupakan suatu peristiwa yang terjadi seketika atau merupakan suatu proses yang berkelanjutan? Apakah pembenaran dipengaruhi oleh tindakan ilahi saja (monergisme), oleh tindakan ilahi dan manusia secara bersama-sama (sinergisme), atau oleh tindakan manusia saja? Apakah pembenaran bersifat permanen atau dapat hilang? Apa hubungan antara pembenaran dengan pengudusan, proses yang menjadikan orang berdosa dibenarkan dan dimampukan oleh Roh Kudus untuk menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah?

Tradisi Proses
atau
Peristiwa
Jenis
Tindakan
Kepastian Pembenaran
&
Pengudusan
Katolik Proses Sinergisme Dapat hilang karena dosa berat Bagian dari proses yang sama
Ortodoks Proses Sinergisme Dapat hilang karena dosa berat Bagian dari proses yang sama (theosis)
Lutheran Peristiwa Monergisme ilahi Dapat hilang karena hilangnya iman Berbeda dari dan sebelum pengudusan
Metodis Peristiwa Sinergisme Dapat hilang karena hilangnya iman Tergantung pada pengudusan yang berkelanjutan
Reformed/Calvinis Peristiwa Monergisme ilahi Tidak dapat hilang Keduanya adalah hasil dari persatuan dengan Kristus

Anglikan / Episkopal

Kalangan Anglikan, khususnya Anglo-Katolik, seringkali mengikuti Katolisisme dan Ortodoksi dalam hal meyakini bahwa Allah maupun manusia terlibat dalam pembenaran. "Pembenaran memiliki suatu aspek objektif dan suatu aspek subjektif. Aspek objektifnya adalah tindakan Allah dalam Kristus memulihkan perjanjian dan membukanya untuk semua orang. Aspek subjektifnya adalah iman, kepercayaan pada faktor ilahi, penerimaan akan belas kasih ilahi. Jika dilepaskan dari adanya aspek subjektif itu maka tidak ada pembenaran. Orang tidak dibenarkan [jika] dilepaskan dari pengetahuan mereka atau bertentangan dengan kehendak mereka... Allah mengampuni dan menerima orang-orang berdosa sebagaimana adanya ke dalam persekutuan ilahi, serta bahwa orang-orang berdosa ini pada kenyataannya diubah oleh kepercayaan mereka dalam belas kasih ilahi."[11] Pembenaran, pembangunan suatu hubungan dengan Allah melalui Kristus, dan pengudusan berjalan beriringan. Dalam Anglikanisme historis, artikel kesebelas dari 39 Artikel memperjelas bahwa pembenaran tidak dapat diperoleh: "Kita dianggap benar di hadapan Allah... bukan karena perbuatan atau jasa kita sendiri."[12]

Namun, sejumlah teolog Anglikan dan Episkopal (khususnya Anglo-Katolik) berargumen bahwa iman ditandai dengan kesetiaan, yang di dalamnya perbuatan-perbuatan baik dan sakramen-sakramen memainkan peranan penting dalam kehidupan umat beriman Kristen. (lih. Perspektif Baru tentang Paulus)

Metodisme

John Wesley,pendiri Metodisme, sangat dipengaruhi oleh pemikiran Jacobus Arminius dan teori pendamaian pemerintahan dari Hugo Grotius. Maka dari itu, ia berpendapat bahwa pekerjaan Allah dalam diri manusia meliputi rahmat pendahuluan, yang membatalkan secara memadai pengaruh dosa sehingga manusia dapat dengan bebas memilih untuk percaya. Suatu tindakan iman secara individual maka dari itu menyebabkan seseorang menjadi bagian dari tubuh Kristus, yang memungkinkan seseorang untuk mengambil alih pendamaian Kristus untuk dirinya sendiri, menghapuskan kebersalahan dari dosa.[13] Menurut Artikel-Artikel Agama dalam Kitab Disiplin dari Gereja Metodis:

Kita dianggap benar di hadapan Allah hanya karena jasa Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus, oleh iman, dan bukan karena perbuatan atau jasa kita sendiri. Karenanya, bahwa kita dibenarkan oleh iman saja adalah suatu doktrin yang paling bermanfaat, dan sangat penuh penghiburan.[14]

Namun, setelah seorang individu telah sedemikian dibenarkan, ia harus melanjutkan dalam kehidupan baru yang diberikan; apabila seseorang gagal untuk bertahan dalam iman dan bahkan mengingkari Allah dalam ketidakpercayaan sepenuhnya, keterikatan pada Kristus—dan juga pembenaran—mungkin hilang.[15]

Lihat pula

Bacaan lanjutan

  • (Inggris) Phillip Edgecumbe Hughes (1982). Faith and Works: Cranmer and Hooker on Justification. Morehouse-Barlow Co. ISBN 0-8192-1315-2
  • (Inggris) Robert D. Preus (1997). Justification and Rome. Concordia Academic Press. ISBN 0-570-04264-X
  • (Inggris) Thomas P. Scheck (Author), Joseph T. Lienhard S.J. (Foreword), Origen and the History of Justification: The Legacy of Origen's Commentary on Romans, 2008, University of Notre Dame Press, ISBN 0-268-04128-8 ISBN 9780268041281 [16] (Origen's Commentary on the Epistle to the Romans, Books: 1-5, 6-10)
  • (Inggris) Sungenis, Robert (1997). Not By Faith Alone. Queenship Publishing. ISBN 1-57918-008-6. 

Referensi

  1. ^ (Inggris) For example, Kurt Aland, A History of Christianity, vol. 2, trans. James Schaaf (Philadelphia: Fortress Press, 1986) p. 13-14.
  2. ^ (Inggris) Salvation. 
  3. ^ (Inggris) "Baptism". Scripture Catholic. 
  4. ^ (Inggris) "Joint Declaration on the Doctrine of Justification". Vatican.va. Diakses tanggal 2012-11-07. 
  5. ^ (Inggris) (D. James Kennedy in “Irreconcilable Differences,” a roundtable discussion and television broadcast, Ft. Lauderdale FL, 1995) Justification by faith - what about James 2:24?
  6. ^ (Inggris) Justified in the Spirit, Macchia, Frank D 2010, Eerdmans, Grand Rapids. pp.211-215
  7. ^ (Inggris) Clement of Rome, To the Corinthians 32.4
  8. ^ St. Augustin. "Anti-Pelegian writings".  online at Calvin college
  9. ^ (Inggris) St. Augustin. "Sin is from Natural Descent, as Righteousness is from Regeneration". Anti-Pelegian writings. 
  10. ^ (Inggris) St. Augustin. "The Will of Man Requires the Help of God". Anti-Pelegian writings. 
  11. ^ (Inggris) Theological Questions (1983), Thomas, C. Owen, pp. 81-82, sometime Fiske Professor of Systematic Theology, Episcopal Divinity School, Cambridge, MA)
  12. ^ (Inggris) Thirty-Nine Articles
  13. ^ (Inggris) John Wesley: Sermon 5: Justification by Faith
  14. ^ (Inggris) The United Methodist Church: The Articles of Religion of the Methodist Church - Article IX—Of the Justification of Man
  15. ^ (Inggris) Sermon redirection
  16. ^ Origen and the history of justification: the legacy of Origen's commentary ... - Thomas P. Scheck, Joseph T. Lienhard - Google Books. Books.google.com. Diakses tanggal 2012-11-07. 

Pranala luar

Ekumenis

Ortodoks

Katolik

Arminian/Metodis

Calvinis

Lutheran

Lain-lain

Templat:Teologi Kristen