Alawiyyin

Revisi sejak 18 Juli 2017 17.20 oleh Kenrick95Bot (bicara | kontrib) (Menghapus penggunaan berkas rusak (Kategori:Halaman dengan gambar rusak))

Alawiyyin (arab: العلويّن) adalah sebutan bagi kaum atau sekelompok orang memiliki pertalian darah dengan Nabi Muhammad. Sebutan lain untuk Alawiyyin adalah Ba' Alawi. Ba' Alawi ialah gelar yang diberi kepada mereka yang memiliki keturunan dari Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain putra Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Muhammad.

Alawiyyin family
Kelompok etnisArab
Region saat iniTimur Tengah, Indonesia
Tempat asalMekkah
AnggotaMarga: Alaydrus, Alattas, Assegaf, Shahab, Al-Haddad, Fad'aq, Al-Habsyi, Al-Hamid, Al-Khirit, Al-Kaff, Bin Syechbubakar, dan sangat banyak lainnya

Awal pembentukan

Awal terbentuknya kelompok keluarga ialah dari Imam Ahmad al-Muhajir, yang berangkat meninggalkan Basrah di Irak bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya pada tahun 317H/929M untuk berhijrah ke Hadramaut di Yaman Selatan.

Cucu Imam Ahmad yang bernama Alawi, merupakan orang pertama yang dilahirkan di Hadramaut. Oleh karena itu, anak-cucu Alawi digelari dengan sebutan Ba 'Alawi, yang bermakna Bani Alawi (keturunan Alawi). Panggilan Ba 'Alawi juga bertujuan memisahkan kumpulan keluarga ini dari cabang-cabang keluarga lain dari keturunan Nabi Muhammad.

Seorang Ba 'Alawi juga dikenali dengan sebutan Sayyid (Saadah, untuk sebutan jamaknya). Sebutan Habib adalah panggilan khas lainnya kepada kelompok keluarga ini.

Penyebaran

Ba 'Alawi yang bermula di Hadhramaut ini telah memiliki banyak keturunan dan pada saat ini banyak di antara mereka menetap di segenap pelosok Nusantara, India, dan Afrika.

Di Indonesia, penelitian tentang otentisitas keturunan (nasab) Alawiyyin diatur oleh suatu organisasi yang bernama Rabithah Alawiyah, yang berkantor pusat di Jakarta Selatan. Namun di kalangan Saadah Alawiyyin, ada yang telah berhijrah pada abad-abad ke-16 dan 17 Masehi atau bahkan lebih awal lagi ke India dan Indonesia. Daftar nasab mereka tersebut mungkin tidak tercatat atau bahkan telah hilang sama sekali.

Pranala luar