Budaya Turki

Budaya sebuah negara
Revisi sejak 25 April 2017 07.15 oleh Reindra (bicara | kontrib) (+sastra)

Budaya Turki memadukan sekumpulan unsur-unsur yang sangat beranekaragam yang telah diturunkan dari berbagai macam budaya Mediterania Timur (Asia Barat) dan Asia Tengah dan sedikit dipengaruhi oleh tradisi-tradisi Eropa Timur dan Kaukasus. Banyak dari tradisi-tradisi ini pada mulanya dibawa serta oleh Khilafah Utsmaniyah, sebuah negara yang multi-etnis dan multi-agama.

Pada tahun-tahun permulaan republik, pemerintah menggelontorkan sejumlah besar sumberdaya terhadap seni rupa seperti lukisan, ukiran, dan arsitektur. Ini dilakukan sebagai proses modernisasi dan penciptaan jatidiri kebudayaan. Karena adanya faktor-faktor kesejarahan yang berbeda-beda mendefinisi jatidiri bangsa Turki, budaya Turki memadukan upaya-upaya yang jelas akan modernisasi dan Westernisasi yang diterima secara bertahap sejak dasawarsa 1700-an, dengan keinginan yang serentak untuk memelihara nilai-nilai kesejarahan dan keagamaan tradisional.

Manusia

 
Penggunaan topi bergaya Barat adalah aspek penting kelangsungan Modernisasi.

Budaya Turki telah berubah begitu pesat pada abad baru-baru ini. Kini, Turki barangkali satu-satunya negara yang menyandingkan budaya Timur dan Barat secara mencolok (berbarengan dengan banyak kompromi dan campuran antara kedua-duanya). Khilafah Utsmaniyah adalah negara multi-etnis yang membolehkan manusia hadir di dalamnya tanpa saling bercampur dan dengan demikian memelihara keterpisahan jatidiri etnis dan agama di dalam khilafah ini (meskipun dengan kelas penguasa Turki dan Eropa Selatan yang dominan). Pada masa kemunduran khilafah setelah Perang Dunia I Republik Turki mengangkat pendekatan kesatuan, yang memaksakan semua budaya yang berbeda-beda di dalam batas-batas wilayah negara untuk saling bercampur-baur dengan tujuan menghasilkan jatidiri kebangsaan dan kebudayaan. Percampuran ini, alih-alih menghasilkan penyeragaman budaya, malahan menghasilkan banyak nuansa abu-abu sebagai budaya Muslim tradisional di Anatolia bertabrakan dengan modernitas kosmopolitan Istanbul dan dunia Barat yang lebih luas.

Perubahan politik, hukum, agama, budaya, sosial, dan kebijakan ekonomi dirancang untuk mengubah Republik Turki yang baru menjadi negara bangsa yang modern dan sekular. Perubahan ini diterapkan di bahwa kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk. Hasilnya, Turki adalah satu-satunya negara Islam yang paling terbaratkan.

Sastra

 
Namık Kemal adalah seorang penyair, penulis novel, pengarang drama, sekaligus wartawan terkemuka Turki pada di Khilafah Utsmaniyah pada abad ke-19.
 
Karagöz dan Hacivat adalah karakter utama wayang Turki, diperkenalkan pada masa Khilafah Utsmaniyah.

Sastra Turki adalah sekumpulan karya lisan dan tulisan yang disusun dalam bahasa Turki, dalam bentuk Utsmaniyah-nya atau dalam bentuk kesusastraan yang tidak begitu eksklusif, sebagaimana yang dipertuturkan di Republik Turki masa kini. Contoh-contoh tradisional untuk sastra rakyat Turki adalah kisah-kisah Karagöz dan Hacivat, Keloğlan, İncili Çavuş, dan Nasruddin, juga karya-karya penyair rakyat seperti Yunus Emre dan Âşık Veysel Şatıroğlu. Kitab Dede Korkut dan Wiracarita Köroğlu telah menjadi unsur-unsur utama dari tradisi wiracarita Turki di Anatolia berabad-abad lamanya.

Dua aliran utama Sastra Utsmaniyah adalah puisi dan prosa. Dari kedua-dua itu, Puisi Diwan Utsmaniyah, sebentuk seni perlambang dan diupacarakan, adalah aliran yang dominan. Sebagian besar puisi Diwan dalam bentuk aslinya berupa sajak lira: baik itu [1] ataupun kasidah. Meskipun demikian, terdapat aliran-aliran lain, terkhusus [2]] (juga dieja sebagai mesnevî), yaitu sejenis romansa ksatria dan dengan demikian juga termasuk sebagai puisi naratif. Tradisi prosa Khilafah Utsmaniyah aslinya bersifat non-fiksi; karena tradisi fiksi dibatasi hanya untuk puisi naratif.

Reformasi Tanzimat pada periode 1839–1876 membawa perubahan terhadap sastra tertulis Utsmaniyah, dan memperkenalkan aliran yang pada mulanya disebut sebagai aliran-aliran barat asing, terutama novel dan cerita pendek. Banyak penulis pada periode Tanzimat menulis secara sekaligus dalam beberapa aliran berbeda: misalnya, pujangga Nâmık Kemal juga menulis novel tahun 1876, berjudul İntibâh (kebangkitan), sedangkan wartawan Şinasi tercatat telah menulis naskah drama modern Turki pertama pada tahun 1860, komedi satu babak "Şair Evlenmesi" (Pernikahan Pujangga). Sebagian besar akar dari sastra Turki modern terbentuk pada tahun 1896 sampai 1923. Lebih luasnya, terdapat tiga pergerakan susastra utama pada periode ini, yaitu: pergerakan Edebiyyât-ı Cedîde (Sastra Baru); pergerakan Fecr-i Âtî (Fajar Masa Depan); dan pergerakan Millî Edebiyyât (Sastra Kebangsaan). Pergerakan Edebiyyât-ı Cedîde (Sastra Baru) bermula dengan didirikannya majalah Servet-i Fünûn (Kesejahteraan Ilmiah) pada tahun 1891, yang secara luas dikhususkan untuk kemajuan (kecerdasan dan ilmiah) bersama model Barat. Dengan demikian, usaha-usaha susastra majalah, di bawah arahan pujangga Tevfik Fikret, dirancang menuju penciptaan seni tinggi gaya barat di Turki.

Catatan dan referensi


Pranala luar