Gereja Baptis

denominasi Kristen
Revisi sejak 21 Juni 2017 23.11 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Gereja Baptis adalah nama generik untuk gereja-gereja di lingkungan Protestan yang dicirikan antara lain oleh penolakannya terhadap baptisan anak (baptisan yang diberikan kepada bayi dan anak kecil). Gereja ini percaya bahwa baptisan hanya diberikan kepada orang dewasa yang sudah dapat mengakui imannya secara sadar dan bertanggung jawab. Praktik pelayanan baptisan hanya kepada orang dewasa di kalangan Gereja Baptis ini kelak juga ditiru oleh beberapa denominasi lain.

Sejarah

Ketika Reformasi terjadi pada awal abad ke-16, banyak orang merasa kurang puas dengan apa yang telah dilakukan oleh Luther maupun Calvin. Mereka mengharapkan perubahan yang radikal dari Gereja Katolik Roma. Sebagian dari mereka kemudian melakukan perombakan-perombakan sendiri terhadap Gereja pada waktu itu, khususnya dalam hal hubungan antara Gereja dan negara dan baptisan. Gereja dan negara, menurut mereka, harus sama sekali dipisahkan, sehingga tidak akan terjadi lagi penguasaan oleh salah satu lembaga terhadap yang lainnya. Baptisan, menurut mereka, harus dilakukan kepada orang yang benar-benar mengaku percaya. Dengan demikian baptisan anak tidak sah. Mereka yang telah dibaptiskan pada masa bayi, harus dibaptiskan ulang dengan baptisan yang sah. Oleh karena itulah oleh orang-orang Katolik maupun Protestan mereka dijuluki kaum Anabaptis, atau orang-orang yang membaptiskan kembali.

Pada abad XVII di Inggris, orang-orang ini mulai menggunakan nama Baptis sebagai nama diri mereka. Kelompok Baptis ini berkembang dari kaum Separatis di Inggris, yang merasa bahwa kelompok itu tidak cukup radikal dalam memisahkan diri mereka dari ajaran dan praktik Gereja Inggris. Mereka pun dianggap kurang setia terhadap ajaran-ajaran Alkitab. Orang-orang ini kemudian mulai membentuk kelompok-kelompok gereja yang sepaham, sehingga muncullah aliran Baptis yang pertama. Dalam praktiknya, mereka sendiri juga berbeda-beda di dalam pemahaman mereka. Sebagian menerima ajaran tentang predestinasi dari Calvinisme (Baptis Khusus), sementara yang lainnya menolak ajaran itu dan menerima ajaran tentang kehendak bebas dari Arminianisme (Baptis Umum).

Perkembangan

Di Amerika, Gereja Baptis dimulai oleh Roger Williams yang mendirikan Providence, Rhode Island, sebagai “tempat perlindungan bagi mereka yang merasa hati nuraninya terusik.” Williams, walaupun tidak lama menjadi seorang Baptis, mendirikan First Baptist Church of America di Providence pada tahun 1639. Di tempat-tempat lain, orang-orang Baptis disisihkan dan ditolak, karena mereka dianggap memeluk agama yang berbeda dengan agama yang dipeluk oleh sebagian besar pendatang di benua baru ini.

Untuk mendukung upaya penginjilan pada abad ke-18 orang-orang Baptis mulai mendirikan perhimpunan-perhimpunan. Philadelphia Baptist Association dibentuk pada tahun 1707. Charleston Baptist Association dibentuk pada tahun 1751. Pada masa Kebangunan Rohani Besar pada akhir abad ke-18, gereja-gereja Baptis mengalami pertumbuhan yang pesat. Seperti halnya nenek moyang mereka di Inggris, orang-orang Baptis ini sangat menekankan kebebasan beragama dan pemisahan antara Gereja dan negara secara ketat. Menurut mereka, kebebasan beragama adalah hak setiap orang – bukan cuma orang Kristen atau Baptis melainkan apapun juga agama seseorang.

Di kalangan orang-orang kulit hitam, gereja-gereja Baptis juga berkembang pesat. Pada tahun 1773, terbentuk sejumlah Gereja Baptis independen yang kemudian menjadi dua kelompok denominasi yang besar, yakni Foreign Mission Baptist Convention pada tahun 1880 dan National Baptist Convention pada tahun 1895.

Misi ke negara lain

Pada awal abad ke-19, dalam gerakan misi besar-besaran ke seluruh penjuru dunia, Gereja Kongregasionalis mengutus sepasang suami-istri misionaris ke Myanmar, yang bernama Adoniram dan Ann Judson. Dalam pelayaran mereka ke India, kedua suami-istri ini dipengaruhi oleh sejumlah orang Baptis, sehingga sesampainya mereka di Myanmar mereka telah menjadi misionaris Baptis. Pekerjaan mereka di Myanmar menghasilkan buah yang sangat luar biasa, sehingga sampai sekarang Gereja Baptis menjadi denominasi terbesar di negara itu, khususnya di kalangan suku Karen.

Sejarah Gereja Baptis di Indonesia

Sebenarnya penginjil dari lingkungan gereja-gereja Baptis sudah sejak awal abad ke-19, yaitu pada masa kekuasaan Inggris di Indonesia. Misalnya Jabez Carey. Jabez bekerja di Maluku pada tahun 1814-1818, diterima dengan baik oleh umat Kristiani di Ambon, diangkat menjadi pengawas sekolah-sekolah Kristen, dan giat memerangi perbudakan. Namun ia terpaksa agak cepat pulang ke India, diiringi tangisan banyak warga Ambon. Di samping karena alasan politis, di mana pemerinah Hindia Belanda tidak suka akan kegiatan orang asing non-Belanda bekerja di wilayah jajahannya, juga karena alasan teologis: ia berselisih paham dengan Joseph Kam, Rasul Maluku utusan NZG (Nederlandsch Zendeling-genootschap) itu, mengenai Baptisan Jabez – sesuai dengan ajaran gereja Baptis – mempraktikkan Baptisan dewasa, sedangkan Joseph Kam – sesuai dengan paham Calvinis – mempraktikkan Baptisan anak.

Selain Jabez Carey, pada kurun waktu 1813-1857 ada sekitar 20 penginjil Baptis yang bekerja di Indonesia. Antara lain adalah dua penginjil pertama ke tanah Batak, Richard Burton dan Nathaniel Ward. Mereka masuk ke sana pada tahun 1824, ketika Inggris masih berkuasa atas pulau Sumatera. Mereka tidak berhasil mentobatkan satu orang Batak pun; mereka diterima dengan hormat, tetapi kemudian disuruh pulang dengan baik-baik karena ajaran yang mereka bawa tidak sesuai dengan harapan orang Batak. Ward bertahan di Padang dan tetap menyibukkan diri dalam penerjemahan Alkitab maupun penginjilan hingga ia meninggal pada tahun 1850. Sejauh terdapat dalam catatan sejarah, tidak ada jemaat yang berhasil ia dirikan. Kendati demikian, kedatangan dan pekerjaan mereka berdua tidak sia-sia. Seperti dikatakan Lothar Schreiner, mereka telah menghasilkan dan mewariskan sejumlah karya tulis, antara lain terjemahan bahasa Batak dari beberapa bagian isi Alkitab, yang kelak sangat berguna bagi para penginjil dari negeri lain yang datang kemudian, dan karena itu telah ikut meletakkan benih kerjasama oikumenis di antara lembaga-lembaga penginjilan pada masa lalu di Indonesia.

Gattlob Bruckner, yang bekerja di Semarang sebagai penginjil BMS (Baptist Missionary Society) sejak 1816, setelah ia meninggalkan dinasnya sebagai pendeta GPI (Gereja Protestan di Indonesia) utusan NZG (Nederlandsch Zendeling-genootschap). Kendati bukan orang Belanda, rupanya Bruckner berhasil mendapat izin kerja dari pemerintah Hindia Belanda. Ia menerjemahkan Perjanjian Baru ke dalam bahasa Jawa dan dengan begitu ikut merintis dan mempersiapkan pembentukan jemaat-jemaat di Jawa. Terjemahan ini merupakan terjemahan Alkitab pertama dalam bahasa daerah di Indonesia. Setelah kematiannya tahun 1857 tak ada lagi kegiatan BMS (Baptist Missionary Society) di Indonesia, dan sampai sejauh itu belum ada jemaat Baptis berdiri di Indonesia.

Sejak tahun 1938 di Irian Timur (Papua New Guinea) telah bekerja The Australian Missionary Society. Namun di Irian Barat (Irian Jaya), khususnya dilingkungan suku Dani di lembah Baliem, badan ini baru bekerja sejak 1956. Hasilnya, berupa jemaat-jemaat yang kemudian bergabung di bawah nama Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Irian Jaya (PGBIJ), baru nampak sejak 1962.

Selain PGBIJ, menurut Mc Elrath pada waktu ini masih ada lima organisasi gereja-gereja Baptis di Indonesia yakni:

a.       Gabungan Gereja Baptis Indonesia (GGBI)

Gereja ini adalah produk pekerjaan Misi Baptis Indonesia (Indonesian Baptist Mission; IBM). Badan ini dulunya mewadahi beberapa penginjil utusan dari Foreign Mission Board of the Southern Baptist Convention, yang semula bekerja di Cina namun harus meninggalkan negeri itu sejak rezim komunis berkuasa di sana. Mereka baru tiba di Indonesia Desember 1951, namun telah berhasil melakukan Baptisan pertama di Bandung, tanggal 23 November 1952. Sejak saat itu, terutama setelah gagalnya G30S/PKI tahun 1965, jemaat-jemaat Baptis produk badan penginjilan ini tumbuh pesat dan tersebar di seuruh provinsi yang ada di Jawa dan di empat provinsi di Sumatera, namun lebih dari 80% warganya terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

b.      Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI)

Kehadiran gereja yang berpangkalan di Singkawang Kalimantan Barat ini dicikal-bakali oleh John G. Breman, seorang penginjil berdarah Belanda-Amerika sejak 1925. Namun pekerjaan itu baru terorganisasi dengan baik sejak 1956, dan semakin ditingkatkan lewat kerjasama dengan badan misi Conservative Baptist dari Amerika yang mengutus para penginjilnya ke sana sejak 1961, dan resmi melembaga menjadi gereja sejak 1965. Di samping penginjilan verbal, badan ini juga giat menyelenggarakan rumah sakit di Serukam, hotel (penginapan murah) bagi pemuda-pemudi, sekolah Alkitab dan pendidikan teologi ekstensi bagi para pengerja pribumi. Sejak tahun 1984, selain ke provinsi-provinsi lain di Kalimantan, gereja ini melebarkan sayapnya ke Jawa, Sumatera dan Bali.

c.       Kerapatan Gereja Baptis Indonesia (KGBI)

Gereja yang berkantor pusat di Manado ini dicikal-bakali oleh beberapa pemuda dari KGPM (Kerapatan Gereja Protestan Minahasa) yang belajar sekolah Alkitab di Makassar pada dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Tahun 1951 KGPM melaksanakan Kongres di Sonder, Minahasa. hari pertama kongres tersebut menjadi hari terakhir karena perbedaan pandangan tentang beberapa hal yaitu, pertobatan, kelahiran kembali, baptisan selam, pengabaran Injil dan nasionalisme. Kelompok yang memang banyak berbeda dalam ajaran dan cita-cita nasionalisme menghendaki KGPM meninggalkan ciri kesukuan 'Minahasa'. Kelompok ini memisahkan diri dan mengganti nama Minahasa dengan Indonesia. Nama gereja menjadi KGPI (Kerapatan Gereja Protestan Indonesia). Kemudian di antara warganya ada yang belajar di Seminari Baptis di Semarang, lalu secara perlahan mereka mengindentifikasi diri sebagai bagian dari gereja Baptis, dan mengganti kata 'Protestan' menjadi 'Baptis' nama denominasi menjadi KGBI (Kerapatan Gereja Baptis Indonesia) sejak 1979. Selama periode 1951-1979 gereja ini dalam situasi 'krisis' identitas, karena menyandang nama 'Protestan' tetapi melaksanakan baptisan selam, dengan bergabung ke dalam kelompok Baptis, gereja ini mendapatkan identitas yang lebih tegas. Gereja ini giat menginjili ke kawasan-kawasan lain di Sulawesi, juga ke kepulauan Sangihe-Talaud, Halmahera, bahkan sampai ke Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Untuk pekerjaan ini KGBI didukung oleh badan misi dari Canadian Baptist, Baptist Missionary Society dan Southern Baptist Convention.

d.      Gereja Baptis Independent di Indonesia (GBII)

Pembentukan gereja yang berpangkalan di Jakarta ini diprakarsai oleh sejumlah penginjil Baptis independen sejak 1970. Mereka diutus oleh berbagai organisasi Baptis, antara lain dari Amerika dan Jepang. Berkat Undang-Undang tantang ke ormasan, mereka dipaksa melembaga dengan menggunakan nama GBII. Gereja ini menyelenggarakan sekolah Alkitab di Jakarta dan beberapa tempat lain

e.       Sinode Gereja Baptist Jakarta

Gereja yang mempertahankan ejaan Inggris (Baptist) untuk namanya ini bermula dari sebuah jemaat berbahasa Mandarin yang terbentuk tahun 1952 di Jakarta, dan berkat pengaruh seorang pendeta yang pindah dari Hongkong, sejak 1953 menggunakan nama Baptist. Belakangan jemaat ini didukung oleh salah satu badan penginjilan Baptis di Amerika Serikat. Selain jemaat induknya yang di Jakarta, gereja ini juga punya beberapa jemaat di Sumatera dan Belitung. Gereja ini juga mendukung pekerjaan sejumlah penginjil Baptis di Irian.[1]

f. Gereja Reformed Baptist Indonesia

Sebagian gerakan baptis di Indonesia juga berasal dari tradisi Reformed Baptist yang berasal dari kaum Puritan di Inggris pada abad ke 17. Gereja Reformed Baptist di Indonesia yang cukup dikenal adalah Gereja Komunitas Anugerah-Reformed Baptist di Salemba, Jakarta Pusat yang sejak tahun 2013 dikenal senantiasa melakukan pelayanan misi diakonia pembebasan kepada kelompok-kelompok marjinal di Jakarta.

Ajaran

Ajaran Gereja Baptis pada umumnya hampir sama dengan ajaran kebanyakan Gereja-gereja Protestan, seperti pengakuan terhadap kewibawaan Alkitab, Tritunggal, hakikat manusia dan dosanya, dll. Namun, ada juga sejumlah perbedaan bahkan di lingkungan Gereja Baptis sendiri. Sebagian Gereja mengakui bahwa Alkitab tidak mengandung kesalahan (ineransi) dan karena itu harus diterima dan ditafsirkan secara harafiah, sementara yang lainnya menerima infalibilitas Alkitab dalam arti pengajarannya dapat dan layak diterima dan dijadikan pegangan hidup orang Kristen.

Gereja Baptis mengakui bahwa baptisan hanya dilayankan kepada orang dewasa. Perjamuan kudus dipahaminya hanya sebagai peringatan tentang penderitaan dan kematian Yesus, sehingga peristiwa itu tidak dianggap memiliki arti yang lebih istimewa dibandingkan dengan bagian lain dari liturgi.

Gereja Baptis tidak mempunyai ajaran yang resmi. Satu-satunya keyakinan mereka yang paling jelas adalah kebebasan beragama. Keyakinan ini berkembang karena dari pengalaman mereka sendiri ketika mereka ditindas oleh Gereja karena mereka tidak mengikuti ajaran yang berlaku saat itu.

Namun, ada juga kecenderungan-kecenderungan di kalangan gereja-gereja Baptis tertentu untuk merumuskan ajarannya. Secara tradisional Gereja Baptis percaya akan ajaran tentang “imamat am orang percaya.” Namun kini mereka cenderung untuk menempatkan kewibawaan pendeta di atas kedudukan kaum awam. Secara tradisional Gereja Baptis menempatkan Yesus dan Roh Kudus sebagai kriteria satu-satunya dalam menafsirkan Alkitab, namun kini rumusan Iman Baptis dan Pesan 2000 dari Southern Baptist Convention dipergunakan sebagai satu-satunya pemahaman yang sah untuk menafsirkan Alkitab. Southern Baptist juga menolak penahbisan perempuan sebagai pendeta, sehingga banyak pendeta perempuan di Gereja itu terpaksa harus melepaskan jabatan mereka.

Di lingkungan Southern Baptist Convention yang mempunyai anggota sekitar 16 juta orang ini muncul pula perdebatan tentang aliran teologi Gereja ini. Sebagian orang berpendapat bahwa Southern Baptist secara historis menganut teologi Calvinis, khususnya kelima butir doktrinnya: TULIP – Total depravity, Unconditional election, Limited atonement, Irresistible Grace, Perseverance of the Saints (Keadaan manusia yang sama sekali berdosa, Manusia dipilih tanpa syarat oleh Allah, Penebusan yang terbatas, Anugerah yang tidak dapat ditolak, dan Ketekunan hidup orang Kristen).

Sebagian teolog lainnya menekankan bahwa meskipun secara teologis mereka Calvinis, pada kenyataannya mereka lebih dipengaruhi oleh Arminianisme yang membuat teologi Calvinis mereka lebih moderat dan lebih evangelikal. Jadi tampaknya kedua aliran teologi yang sesungguhnya bertentangan ini justru dipertemukan di Gereja Baptis.

Keluarga Gereja Baptis

Di dunia ada banyak sekali denominasi Gereja Baptis. Di Amerika Serikat saja diperkirakan ada lebih dari 50 denominasi yang menyebut dirinya Baptis. Yang terbesar di antaranya adalah Gereja Baptis Selatan (Southern Baptist Convention) yang terbentuk pada tahun 1845 karena masalah perbudakan. Gereja-gereja Baptis yang menolak perbudakan umumnya berada di Utara, dan pada tahun 1907 mereka membentuk Konferensinya sendiri yang bernama Northern Baptist Convention yang kini berubah namanya menjadi American Baptist Convention. Sebelumnya pada tahun 1905 dari Southern Baptist terbentuk kelompok Landmarkism yang membentuk American Baptist Association dan Baptist Bible Fellowship pada tahun 1950-an. Kelompok Baptis Landmark ini percaya bahwa Gereja Baptis sudah ada sejak masa Yohanes Pembaptis.

Dari Northern Baptist Convention muncul General Association of Regular Baptist Churches pada tahun 1932 dan Conservative Baptist Churches pada tahun 1940. Ada pula Baptist General Conference (yang berasal dari Baptis Swedia) dan North American Baptist Conference (yang berasal dari Baptis Jerman). Masih banyak lagi Gereja Baptis lainnya di Amerika Serikat, khususnya di kalangan kaum kulit hitam.

Gereja German Brethren (Dunkard) dan Gereja Menonit juga tergolong di dalam keluarga Gereja-gereja Baptis, atau lebih tepatnya Gereja-gereja Anabaptis.

Selain berbagai denominasi Gereja Baptis, ada juga kalangan Baptis tertentu yang tidak setuju dengan sistem denominasi, melainkan mempertahankan otonomi tiap jemaat lokal. Kelompok ini memakai nama Baptis Independen. Gereja-gereja Baptis Independen banyak terdapat di Amerika Serikat, tetapi juga didapatkan di seluruh belahan dunia karena gencarnya program misi mereka. Di Indonesia, Gereja Baptis Independen sudah ada sejak tahun 1970an, salah satu contohnya adalah Gereja Baptis Independen Alkitabiah Graphe.Gereja Baptis Independen Alkitabiah Filadelfia

Gereja Baptis di Indonesia

Seperti juga halnya di banyak negara lain di Asia (kecuali di Myanmar yang kuat dipengaruhi oleh American Baptist Convention), Gereja-gereja Baptis di Indonesia, umumnya berafiliasi dengan Southern Baptist Convention. Di Kalimantan terdapat sejumlah kecil Gereja Baptis yang berasal dari pekerjaan misi Conservative Baptist dari Amerika Serikat.

Tokoh-tokoh Baptis

Beberapa tokoh Baptis yang terkemuka adalah John Bunyan, pengarang buku “Perjalanan Seorang Musafir”, dan Charles Spurgeon dari Inggris, dan Walter Rauschenbusch, Billy Graham, Martin Luther King, Jr., Jimmy Carter, Jesse Jackson, Bill Clinton dan Al Gore di Amerika Serikat, dan Charles Kimball seorang pendeta gereja Kristen Baptis yang mengarang beberapa buku diantaranya adalah buku "When religions becomes evil" ("Kala agama jadi jahat").

Hubungan dengan Gereja-gereja Lain

Gereja-gereja Baptis pada umumnya kurang bergaul dengan Gereja-gereja dari denominasi yang lain. Di banyak negara Gereja Baptis tidak bergabung menjadi anggota Dewan Gereja Nasional, melainkan cenderung untuk membentuk kelompoknya sendiri.

Referensi

  1. ^ Jan S Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), h. 134-138

Pranala luar