Yayasan Dokter Peduli

Revisi sejak 2 Desember 2017 18.32 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli) adalah organisasi kemanusiaan nirlaba yang memfokuskan diri pada pelayanan kesehatan dan bantuan kemanusiaan. Aktif sejak tahun 2003, organisasi doctorSHARE secara resmi berdiri pada 19 November 2009.

Yayasan Dokter Peduli (doctorSHARE)
Logo doctorSHARE
Tanggal pendirian2009
TipeOrganisasi Kemanusiaan Nirlaba
Kantor pusatMega Glodok Kemayoran, Blok B, No.10, Jl. Angkasa Kav. B-6 Kemayoran Jakarta Pusat 10160 DKI Jakarta, Indonesia
Wilayah layanan
Indonesia
KetuaLie A. Dharmawan
Situs webwww.doctorshare.org

doctorSHARE menyediakan akses bantuan medis secara holistik, independen, dan imparsial untuk orang-orang yang membutuhkan, yaitu mereka yang dianggap miskin dan tidak mampu, dan yang tidak mempunyai kartu miskin karena masalah administrasi kependudukan, sehingga berimbas kepada tidak dimilikinya Asuransi (Jaminan) Kesehatan Masyarakat dan tidak memperoleh akses kesehatan gratis yang disediakan pemerintah; mereka yang secara sosial dikecualikan dari layanan kesehatan dan dikucilkan dalam masyarakat, mereka yang terjebak dalam bencana alam, epidemi, dan kekurangan gizi.

Individu-individu yang tergabung dalam doctorSHARE bekerjasama, membagikan talenta dan kecakapan masing-masing tanpa memandang batasan-batasan suku, agama, etnis, ras dan antar golongan untuk mewujudkan visi dan misi doctorSHARE sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan etika pelayanan medis. Banyak di antara mereka yang telah berpengalaman di medan krisis Indonesia sejak tahun 1998 akibat ketidakstabilan politik, ekonomi dan sosial, serta terpaan bencana alam yang melanda Indonesia.

Saat ini doctorSHARE didukung oleh ahli bedah, dokter, perawat, dan profesional seperti jurnalis, administrator, fotografer, desainer, ahli teknologi informasi, wiraswasta, pekerja sosial profesional, dan sejumlah donatur individual. Kami membuka diri bagi mereka yang tergerak untuk membagikan kecakapan profesionalisme mereka di bidang kesehatan.

Latar Belakang

Sebagai negara terpadat ke-empat di dunia, jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 108 juta orang (World Bank)[1]. Hal ini berimbas kepada ketidakmampuan masyarakat pra-sejahtera untuk memenuhi gizi cukup ataupun mencapai standar kesehatan seperti kebutuhan air bersih ataupun sarana mandi-cuci-kakus yang layak.

Tidak meratanya fasilitas kesehatan pemerintah, terutama di wilayah pelosok dan pedesaan, serta rentannya kondisi geografis Indonesia terhadap bencana alam membuat masyarakat pra-sejahtera mempunyai kendala berlapis untuk mendapatkan layanan kesehatan. Ironisnya, dalam banyak kasus, kesehatan adalah satu-satunya harta dan modal untuk melanjutkan hidup hari demi hari. Di saat satu individu dalam sebuah keluarga pra-sejahtera sakit, seluruh keluarga terancam untuk terperosok dalam jebakan kemiskinan yang makin dalam.

Terpanggil untuk menjawab tantangan di atas, individu-individu yang tergabung dalam doctorSHARE mengabdikan diri untuk membantu mereka yang terjebak dalam krisis mendapatkan kembali kesehatannya, sehingga mereka mampu untuk kembali beraktifitas.

Individu-individu yang tergabung dalam doctorSHARE, telah berkiprah sejak masa reformasi Indonesia di tahun 1998 bersama berbagai organisasi untuk melayani masyarakat pra-sejahtera, jauh dari fasilitas medis, terjebak dalam berbagai bencana alam, ataupun terjebak dalam krisis sosial seperti kerusuhan politik nasional (Mei 1998).

Setelah aktif sejak 2003, pada tahun 2008 organisasi doctorSHARE berdiri secara resmi.

Struktur Organisasi

  • Pendiri: dr. Lie A. Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV
  • Sekretariat Jenderal (Plt.): dr. Marselina Mieke Yashika Iskandar
  • Sekretaris: Lucy Tawara
  • Bendahara: Nathalia Yahya
  • Manajer Penggalangan Dana: Sirikit Senjaya, S.Sn
  • Manajer Rumah Sakit Apung: dr. Christ Hally Santoso, dr. Debby Kurniawati Adi Saputra (Proyek RSA Nusa Waluya II/Rumah Sakit Apung ketiga)
  • Manajer Media: Sylvie Tanaga, S.IP, M.Si
  • Manajer Proyek TFC dan Klinik di Pulau Kei Maluku Tenggara: dr. Angelina Vanessa
  • Manajer Dokter Terbang (Flying Doctors): dr. Herliana Elizabeth Yusuf
  • Manajer Klinik: dr. Debby Kurniawati Adi Saputra
  • Manajer logistik: dr. Angelina Vanessa

Program

Membuka Akses Kesehatan

Pendampingan Kesehatan bagi Masyarakat

Dalam usaha mewujudkan masyarakat yang sehat, sangat perlu dilakukan program-program untuk menjamin bahwa masyarakat mampu secara mandiri menjaga kesehatan pribadi dan keluarganya, sehingga tidak perlu bergantung kepada layanan kesehatan yang mungkin sulit diakses ataupun tidak terjangkau.

doctorSHARE berupaya memberikan aneka jenis pendampingan kesehatan sebagai tindakan preventif. Tujuan utamanya adalah memberdayakan partisipasi aktif masyarakat sejak dini dalam menjaga kesehatan diri dan keluarganya supaya mereka terhindar dari risiko sakit.

Dalam mewujudkannya, doctorSHARE antara lain menjalin kerjasama dengan Care Channels International Indonesia (CCI Indonesia) dalam memberikan penyuluhan kesehatan warga Pasar Baru Tangerang, Kampung Sawah Semper, dan Cempaka Mas, Jakarta, sejak Februari 2010.

Penyuluhan disampaikan secara interaktif pada orang tua dan anak-anak terkait berbagai isu kesehatan mulai dari cara mencuci tangan dan menggosok gigi dengan benar, hingga penjelasan aneka ragam penyakit dan cara pencegahannya seperti demam berdarah, diare, HIV/AIDS, dan lain sebagainya.

Program pemdampingan ini dipadukan dengan akses sarana kesehatan seperti pengobatan cuma-cuma, pemberian makanan bergizi, vitamin, dan obat cacing.

Kampanye Medis

doctorSHARE aktif menurunkan laporan medis, buletin, dan artikel tentang masalah gizi dan kesehatan Indonesia untuk mengampanyekan masalah dan solusi kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Kampanye ini dilakukan secara langsung kepada masyarakat, melalui website, maupun media massa dan media sosial (Facebook, Twitter, Instagram).

Pengobatan Cuma-cuma & Bedah Mayor/Minor

doctorSHARE secara berkala melakukan kegiatan pengobatan gratis bagi ­masyarakat pra-sejahtera di berbagai tempat, baik di kota besar maupun di daerah terpencil. Sampai saat ini, pelayanan medis yang dilakukan terdiri dari pengobatan umum, bedah minor, dan bedah mayor. doctorSHARE merencanakan untuk menambah layanan kesehatan untuk pemeriksaan gigi dan mata.

Pada 2 Maret 2008 di Tegal, Jawa Tengah, tim doctorSHARE tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai kegiatan "Pemeriksaan Kesehatan dan Pengobatan Gratis dengan Jumlah Terbanyak (11.136 orang) pada waktu dan tempat yang sama". Pada 15 Oktober 2011, Tim DoctorSHARE kembali tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) bersama dengan BRIMOB POLRI dengan "Pemeriksaan Kesehatan dan Pengobatan Gratis dengan Jumlah 12.580 pasien pada waktu dan tempat yang sama".[2][3]

Bantuan Kemanusiaan untuk Bencana

Secara geografis, Indonesia terletak di tiga lempeng benua yang menjadikannya rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, dan tsunami. Pengaruh pemanasan global juga terasa pada peningkatan level air laut di pulau-pulau dan meluasnya habitat nyamuk penyebab demam berdarah. Indonesia juga rentan bencana buatan manusia seperti kebakaran hutan, longsor, dan banjir.

Risiko konflik sosial berbau SARA juga kerap terjadi. Ketika bancana alam, bencana buatan manusia, dan konflik sosial terjadi, masyarakat yang paling rentan menjadi korban adalah mereka yang pra-sejahtera dan tidak punya akses ke layanan kesehatan.

doctorSHARE berupaya hadir di hari-hari terawal setelah bencana dan konflik terjadi dengan aktif memberikan bantuan kemanusiaan berupa layanan medis dan emergensi bagi para korban bencana alam di seluruh penjuru Indonesia.

Tim yang tergabung dalam doctorSHARE antara lain telah melakukan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, Sumatera Utara, Mentawai, Padang, Bengkulu, Jawa Barat, Jogjakarta; gunung meletus di Malang, Kediri, dan Sumatera Utara; longsor di Sulawesi dan Manggarai, Nusa Tenggara Timur; banjir di Jakarta, dan lain-lain.

Pada akhir tahun 2013, karena masifnya kerusakan yang diakibatkan oleh badai Haiyan di Filipina, doctorSHARE juga turut membantu negara tetangga Indonesia ini dengan mengirim tim medis ke wilayah yang belum terjangkau di Ilo-Ilo dan Tibiao.


Pemberdayaan Masyarakat

Panti Rawat Gizi

Therapeutic Feeding Centre (TFC) atau Panti Rawat Gizi (PRG) merupakan program untuk merawat anak-anak dengan status gizi buruk dan gizi kurang dengan penyakit penyerta yang bertujuan:

  • Menangani masalah malagizi
  • Memberikan pelayanan kesehatan berkualitas tetapi terjangkau masyarakat
  • Menjadi proyek percontohan bagi pengembangan TFC di daerah lain
  • Membantu masyarakat meningkatkan status nutrisinya

Program yang dirancang pada TFC bertujuan untuk memperbaiki status gizi anak, mengobati penyakit penyerta, serta mengubah pola hidup orang tua (ibu atau wali) menjadi pola hidup bersih dan sehat. TFC doctorSHARE pertama berdiri tanggal 28 Maret 2009 berlokasi di Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku.

TFC kedua berdiri pada 12 April 2009 berlokasi di Desa Loon, Pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. pada TFC ini terdapat kapasitas ruang perawatan untuk 5-7 anak, di mana setiap anak didampingi oleh ibu atau wali yang mengasuh. Lama perawatan dirancang antara 28-90 hari, sampai status gizi anak meningkat.

Program Inovatif

Rumah Sakit Apung (Floating Hospital)

Rumah Sakit Apung adalah sebuah program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat pra-sejahtera di pulau terpencil Indonesia yang sulit mendapat layanan medis karena kendala geografis dan finansial. Pada 2013, melalui berbagai perombakan, lahirlah Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan yang terdiri dari dua tingkat. Bagian dasar digunakan sebagai ruang Rontgen, EKG (elektrokardiogram), USG (ultrasonografi), serta laboratorium. Di tingkat atas terdapat Kamar Bedah, Ruang Resusitasi, Ruang Dokter, dan sebagainya.

RSA dr. Lie Dharmawan merupakan rumah sakit apung milih swasta yang pertama di Indonesia. Ukurannya yang tergolong kecil membuat RSA ini mampu masuk ke pulau-pulau kecil di penjuru Indonesia. RSA ini telah berlayar ke pulau-pulau di Indonesia Barat dan Timur, untuk melakukan ratusan bedah mayor dan minor, serta pelayanan kesehatan bagi ribuan penduduk.[4]

RSA dr. Lie Dharmawan

Berkas:RSA dr Lie Dharmawan.jpg
Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan

Penghujung Maret 2009, doctorSHARE tengah mela­kukan pelayanan medis cuma-cuma di Langgur, Kei Kecil – Maluku Tenggara. Saat melangsungkan bedah, di luar rencana datang seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 9 tahun dalam keadaan usus terjepit. Mereka telah berlayar selama tiga hari dua malam mengarungi lautan!

Menurut teori medis, seseorang dengan usus terjepit harus sudah dioperasi dalam waktu 6 – 8 jam. Anak perempuan tersebut dioperasi dan mukjijat mengantarnya menuju kesembuhan.

Peristiwa ini sangat menggugah hati pendiri doctorSHARE, dr. Lie A. Dharmawan, Ph.D, FICS, Sp.B, Sp.BTKV. Bayangan anak perempuan tersebut selalu melintas dalam benaknya. Beliau pun terpanggil melakukan sesuatu bagi mereka yang tidak mendapatkan pelayanan medis sebagaimana mestinya karena kendala geografis dan kondisi finansial. Ide utamanya adalah “menjemput bola” melalui Rumah Sakit Bergerak atau Rumah Sakit Terapung di atas sebuah kapal.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia juga masih harus melakukan banyak hal untuk memberikan pelayanan medis sesuai amanat Undang-undang Dasar 1945. Banyak warga pra sejahtera belum mendapatkan pelayanan medis yang memadai.

Penelitian mulai dilakukan. Diketahui bahwa jenis kapal untuk Rumah Sakit Apung yang sesuai dengan kondisi Indonesia bukanlah kapal besar yang sulit merapat ke pulau-pulau kecil. Di samping itu, jenis kapal berbahan fiber juga terlalu ringan dan akan segera bocor ketika menabrak karang.

Di Seattle, Amerika Serikat, dr. Lie mengunjungi museum kapal laut dan melihat kapal laut berbahan kayu berusia seratus tahun dalam kondisi yang masih sangat baik. Dari perpustakaan di sana, ditemukan sebuah artikel yang menulis bahwa jenis kayu terbaik bagi kapal adalah kayu ulin yang tumbuh di Indonesia dan Filipina.

Pulang ke Indonesia, dr. Lie mulai mencari kapal kayu dan akhirnya menemukan sebuah kapal barang di Palembang. Kapal berjenis pinisi tersebut akhirnya dibeli tahun 2012. Kapal memuat barang hingga 250 ton dan mampu berlayar dari Palembang menuju Riau, Batam, dan sebagainya. Dengan kualifikasi ini, Rumah Sakit Apung dapat berdiri di atas kapal tersebut.

Draft kapal tinggi yaitu 4,4 meter. Kamar-kamar pun mulai didirikan di dalam lambung kapal. Kondisi ini sangat menguntungkan karena guncangan saat melangsungkan tindakan bedah (operasi) di dalam lambung kapal jauh berkurang dibandingkan jika harus melakukannya di atas geladak.

RSA Nusa Waluya I

1 Juni 2015, doctorSHARE (Yayasan Dokter Peduli) dan Yayasan EKADHARMA meluncurkan Rumah Sakit Apung (RSA) dengan nama RSA Nusa Waluya I. “Nusa” merupakan kependekan nusantara sedangkan “Waluya” merupakan bahasa Jawa yang berarti sehat, sembuh, atau pulih.

Peluncuran RSA Nusa Waluya I dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 yang digelar di Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Jalan Raya Pelabuhan Pos 9, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Peluncuran RSA Nusa Waluya I ini dihadiri langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Bapak Drs. H. M. Jusuf Kalla beserta isteri dan pendiri doctorSHARE, dr. Lie Dharmawan, PhD, FICS, SpB, SpBTKV. Peluncuran ini juga disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Dr. Ir. Dwisuryo Indroyono Soesilo, M.Sc.

RSA Nusa Waluya I merupakan program kerjasama antara doctorSHARE dan Yayasan EKADHARMA. RSA Nusa Waluya I mengikuti jejak RSA pertama (RSA dr. Lie Dharmawan) dalam melakukan aksi jemput bola kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama mereka yang hidup di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK) tanpa/minim fasilitas kesehatan.

Sistem Rumah Sakit Bergerak yang telah diterapkan pemerintah Indonesia menjadi salah satu upaya menjangkau masyarakat di wilayah terpencil tanpa akses kesehatan. Namun demikian, Indonesia belum memiliki cetak biru resmi tentang sistem Pelayanan Medis/Klinik/Rumah Sakit Terapung.

Kehadiran Sistem Pelayanan Medis Terapung bisa menjadi jawaban bagi permasalahan kesehatan di wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari 17.000 kepulauan. Inilah yang memotivasi doctorSHARE merintis dan mempraktikkan pelayanan medis terapung.

Berkas:RSA Nusa Waluya I.jpg
Rumah Sakit Apung (RSA) Nusa Waluya I

Peluncuran RSA Nusa Waluya I yang merupakan RSA kedua ini adalah wujud nyata doctorSHARE dalam menyempurnakan sistem Pelayanan Medis Bergerak Terapung dengan menjalankan program percontohan melalui penerapan sistem ini di wilayah kepulauan dan mengadopsi beberapa desa tanpa/minim fasilitas/tenaga kesehatan.

Tim doctorSHARE melangsungkan pelayanan medis perdana dengan RSA Nusa Waluya I pada 21 – 27 November 2015 di Provinsi Jambi.

RSA Nusa Waluya II

RSA Nusa Waluya II merupakan bakal rumah sakit apung ketiga doctorSHARE yang berbentuk kapal tongkang. Kapal merupakan donasi dari PT Multi Agung Sarana Ananda (PT MASA). Saat ini, tim tengah melakukan pengumpulan dana untuk merombak kapal tersebut menjadi sebuah Rumah Sakit Apung yang akan berkarya di wilayah Kepulauan Maluku.

Dokter Terbang (Flying Doctors)

Dokter Terbang (Flying Doctors) pertama kali dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2015 yang bertepatan dengan program tetralogi pelayanan medis doctorSHARE. Dokter Terbang merupakan salah satu program doctorSHARE yang dibentuk untuk menjawab kebutuhan masyarakat di daerah yang hanya dapat diakses melalui udara atau jalan kaki.[5]

Kebutuhan akses pelayanan kesehatan dari masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan Papua menginspirasi tim doctorSHARE untuk membentuk program ini, guna memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh RSA.[6] Kehadiran dan dorongan dari beberapa pilot pesawat perintis yang sudah lama melayani daerah pegunungan papua juga semakin menguatkan tim doctorSHARE untuk mencetuskan program Dokter Terbang.

Mengapa Dokter Terbang?

Hasil survei ke beberapa lokasi pegunungan Papua dan jejak pendapat dengan masyarakat serta pihak-pihak terkait menunjukkan bahwa memang program ini yang dibutuhkan untuk menjangkau masyarakat pegunungan yang sangat butuh pelayanan. Program ini merupakan program “jemput bola” yang dapat mendukung program-program pemerintah yang belum dapat menjangkau masyarakat di daerah terpencil tersebut.

Target Dokter Terbang

Target dan sasaran pelayanan ini adalah masyarakat yang berada di daerah terpencil, kesulitan akses pelayanan medis, membutuhkan informasi dan dukungan yang mampu diberikan oleh program ini.

Kegiatan Dokter Terbang

Kegiatan yang dilakukan yaitu pengobatan umum, operasi minor, pendampingan (peyuluhan kesehatan) dan pemberdayaan masyarakat (pelatihan kader lokal). Pemetaan lokasi dan evaluasi pelayanan yang rutin dilakukan diharapkan membuat program ini berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang dilayani.

Referensi

Pranala Luar