Daerah Istimewa Yogyakarta

Daerah Istimewa setingkat provinsi Pulau Jawa, Indonesia
(Dialihkan dari Jogjakarta)

Daerah Istimewa Yogyakarta[a], disingkat DI Yogyakarta atau DIY adalah daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang merupakan peleburan dari Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku Alaman dengan ibu kota di Kota Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudra Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota, dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kapanewon/kemantren, dan 438 kalurahan/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2.[7][8][9][1]

Yogyakarta
  • Yogya
  • Jogjakarta
  • Jogja
Daerah Istimewa Yogyakarta
Transkripsi bahasa Jawa
 • Hanacarakaꦝꦌꦫꦃꦆꦱ꧀ꦠꦶꦩꦺꦮꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ
 • Pegonڎائَيراه إستيمَيوا ڠايَوڮياكارتا
 • Alfabet JawaDhaérah Istiméwa Ngayogyakarta
Bendera Yogyakarta
Logo resmi Yogyakarta
Etimologi: Ayodhya + Karta
Julukan: 
Bumi Handayani
Motto: 
ꦫꦱꦱꦸꦏꦔꦺꦱ꧀ꦛꦶꦥꦿꦗ꧈ ꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠꦠꦿꦸꦱ꧀ꦩꦤ꧀ꦝꦶꦫꦶ
Rasa suka ngèsthi praja, Yogyakarta trus mandhiri
(Jawa) Dengan rasa gembira membangun Daerah Istimewa Yogyakarta yang baik dan selamat terus berdiri tegak
(1876 Jawa, 1945 Masehi)
Peta
Peta
Negara Indonesia
Dasar hukum pendirian
  • UU No. 3 tahun 1950
  • UU No. 13 tahun 2012
Hari jadi13 Maret 1755 (umur 269)
Ibu kotaKota Yogyakarta
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kabupaten: 4
  • Kota: 1
  • Kapanewon/kemantren: 78
  • Kelurahan: 46
  • Kalurahan: 392
Pemerintahan
 • JenisWilayah administrasi khusus
 • BadanPemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
 • GubernurHamengkubuwana X
 • Wakil GubernurPaku Alam X
 • Sekretaris DaerahBeny Suharsono
 • Ketua DPRDNuryadi
Luas
 • Total3.185,80 km2 (1,230,04 sq mi)
Populasi
 (2023)[1]
 • Total3.710.229
 • Kepadatan1,200/km2 (3,000/sq mi)
Demografi
 • Agama
  • 92,96% Islam
  • 0,09% Hindu
  • 0,08% Buddha
  • 0,02% Lainnya[1]
 • Bahasa
 • IPMKenaikan 81,09 sangat tinggi[5] (2023)
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode pos
55xxx
Kode area telepon+62 274
Kode ISO 3166ID-YO
Pelat kendaraanAB
Kode Kemendagri34 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS34 Edit nilai pada Wikidata
DAURp1.359.606.514.000,-[6] (2020)
Slogan pariwisataIstimewa
Lagu daerah
Rumah adat
Senjata tradisional
Flora resmiKepel
Fauna resmiPerkutut jawa
Situs webjogjaprov.go.id

Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menimbulkan penyingkatan nomenklatur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta sering dihubungkan dengan Kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat sering disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walau secara geografis merupakan daerah setingkat provinsi terkecil kedua setelah DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional, dan internasional, terutama sebagai tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami beberapa bencana alam besar termasuk bencana gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006, erupsi Gunung Merapi selama Oktober-November 2010, serta erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur pada tanggal 13 Februari 2014.

Sejarah

sunting
 
Amanat Sri Sultan HB IX mengenai DIY pada pahatan Monumen Yogya Kembali

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan, dan Pakualaman sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1942 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577. Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka, lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah, dan penduduknya.[10]

 
Yogyakarta sebelum tahun 1945 dengan enklave-enklave Surakarta dan Mangkunagaran

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta, dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah, dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:

  1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
  2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
  3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
 
Peta Administrasi DI Yogyakarta

Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah, dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.

Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal 4 Januari 1946 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949[11] pernah dijadikan sebagai ibu kota Indonesia.[12] Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X dan Kadipaten Pakualaman dipimpin oleh Sri Paku Alam X yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai budaya, dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.

Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, Jawa Tengah dan banyak daerah lainnya, terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian pada masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[13]

Geografi

sunting
 
Gunung Merapi

[14] DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, secara geografis terletak pada 8º 30'–7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40'–111º 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi, satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.

Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut, dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan pariwisata.

 
Karst mendominasi struktur rupa bumi di wilayah Gunungkidul

Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu, yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping dan bentang alam karst yang tandus, dan kekurangan air permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari). Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan bahan induk batu gamping, dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal, dan vegetasi penutup sangat jarang.

Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam, dan potensi air tanah kecil.

Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial, membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian bentang alam pantai.

 
Dataran Pantai Parangtritis

Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana, dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk, serta kemajuan pembangunan antarwilayah yang timpang. Daerah-daerah yang relatif datar, seperti wilayah dataran fluvial yang meliputi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul (khususnya di wilayah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta) adalah wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi, dan memiliki kegiatan sosial ekonomi berintensitas tinggi, sehingga merupakan wilayah yang lebih maju, dan berkembang.

 
Tampak sejumlah orang sedang menyebrangi Sungai Opak pada 19 April 1897.

Dua daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar di DIY adalah DAS Progo di barat, dan DAS Opak-Oya di timur. Sungai-sungai yang cukup terkenal di DIY antara lain adalah Sungai Serang, Sungai Progo, Sungai Bedog, Sungai Winongo, Sungai Boyong-Code, Sungai Gajahwong, Sungai Opak, dan Sungai Oya.

Pembagian administratif

sunting
 
Daerah Istimewa Yogyakarta 2007

Asal usul

sunting

Kabupaten, dan Kota yang berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta juga merupakan metamorfosis dari Kabupaten-kabupaten Kesultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Pakualaman. Kabupaten-kabupaten tersebut merupakan kabupaten administratif tanpa ada perwakilan rakyat. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah:[15]

  1. Kabupaten Kota Kasultanan dengan bupatinya KRT Hardjadiningrat,
  2. Kabupaten Bantul dengan bupatinya KRT Jayadiningrat,
  3. Kabupaten Gunungkidul dengan bupatinya KRT Suryadiningrat,
  4. Kabupaten Kulonprogo yang beribu kota di Sentolo dengan bupatinya KRT Secadiningrat.
  5. Kabupaten Kota Pakualaman dengan bupatinya KRT Bratadiningrat,
  6. Kabupaten Adikarto yang beribu kota di Wates, dengan bupatinya KRT Suryaningprang.

Pemerintahan kabupaten dan kota

sunting

Kabupaten dan Kota yang berada di wilayah DIY sekarang ini dibentuk pada kurun waktu 1950-1951[16][17] dan 1957-1958.[18] Tidak ada perbedaan antara pemerintahan kabupaten, dan kota yang berada di wilayah DIY dengan di Indonesia pada umumnya. Adapun daftar kabupaten, dan kota di wilayah DIY sebagai berikut:

No. Kabupaten/kota Ibu kota Bupati/wali kota Luas wilayah (km²)[19] Jumlah penduduk (2020) Kapanewon/
kemantren
Kelurahan/
bangsal
Lambang
 
Peta lokasi
1 Kabupaten Bantul Bantul Abdul Halim Muslih 506,86 985.770 17 -/75
 
 
2 Kabupaten Gunungkidul Wonosari Sunaryanta 1.485,36 747.161 18 -/144
 
 
3 Kabupaten Kulon Progo Wates Srie Nurkyatsiwi (Pj.) 586,27 436.935 12 1/87
 
 
4 Kabupaten Sleman Sleman Kustini Sri Purnomo 574,82 1.125.804 17 -/86
 
 
5 Kota Yogyakarta - Sugeng Purwanto (Pj.) 32,50 373.589 14 45/-
 
 

Kapanewon/kemantren dan kalurahan/kelurahan

sunting

Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten, 1 kota, 78 kapanewon/kemantren, 46 kelurahan dan 392 kalurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 3.606.111 jiwa dengan total luas wilayah 3.133,15 km².[20][21]

Pada tahun 2020, terjadi perubahan nomenklatur pembagian administratif di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertama, kecamatan yang berada di kabupaten, menjadi kapanéwon. Kedua, kecamatan yang ada di kota Yogyakarta, menjadi kěmantrén. Ketiga, camat yang berada di kabupaten memiliki panggilan baru panéwu dan sekretaris camatnya menjadi panéwu anom. Keempat, camat yang berada di kota Yogyakarta memiliki panggilan mantri pamong praja dan sekretaris camatnya menjadi mantri anom. Kelima, nama desa menjadi kalurahan. Keenam, kepala desa menjadi alurah. Ketujuh, sekretaris desa menjadi carik, dan kedelapan, kelurahan yang berada di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo tidak berganti nama.[22]

<onlyinclude>

No. Kode
Kemendagri
Kabupaten/Kota Ibukota Luas Wilayah
(km²)
Penduduk
(jiwa)
2017
Kapanewon Kemantren Kelurahan Kalurahan
1 34.02 Kab. Bantul Kota Bantul 508,13 931.356 17 - - 75
2 34.03 Kab. Gunungkidul Wonosari 1.431,42 755.977 18 - - 144
3 34.01 Kab. Kulon Progo Wates 586,28 445.655 12 - 1 87
4 34.04 Kab. Sleman Kota Sleman 574,82 1.062.861 17 - - 86
5 34.71 Kota Yogyakarta - 32,5 410.262 - 14 45 -
TOTAL 3133,15 3.606.111 64 14 46 392


Kerjasama pemerintahan

sunting
 
Prefektur Kyoto, sebuah kerja sama sister province yang telah berjalan lebih dari 25 tahun

Sampai tahun 2010. Pemda DIY memiliki kerja sama dengan daerah lain yang dituangkan dalam tiga puluh perjanjian kerja sama yang masih berlaku. Dua puluh satu buah kerja sama dengan daerah lain di dalam negeri, dan sembilan sisanya dengan daerah lain di luar negeri,[7] seperti program Sister Province dengan prefektur Kyoto Jepang[23] dan Negara Bagian California Amerika Serikat.[24] Perjanjian kerja sama yang baru mulai 2010 dilakukan dengan delapan daerah di dalam negeri, dan dua kesepakatan dengan daerah lain di luar negeri.[7]

Sedangkan kerja sama dengan pihak ke tiga (swasta), Pemda DIY memiliki lima puluh satu perjanjian kerja sama yang masih berlaku. Empat puluh enam dengan pihak ke tiga dalam negeri, dan lima sisanya dengan pihak ke tiga luar negeri. Sementara itu pada tahun 2010 ini Pemda membuat empat perjanjian kerja sama dengan pihak ke tiga dalam negeri, dan satu perjanjian dengan pihak ke tiga luar negeri.[7]

Pemerintahan

sunting
 
Daerah Istimewa Yogyakarta 1945

Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan metamorfosis dari Pemerintahan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Pemerintahan Negara Kadipaten Pakualaman, khususnya bagian Parentah Jawi yang semula dipimpin oleh Pepatih Dalem untuk Negara Kesultanan Yogyakarta, dan Pepatih Pakualaman untuk Negara Kadipaten Pakualaman. Oleh karena itu Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki hubungan yang kuat dengan Keraton Yogyakarta maupun Puro Paku Alaman. Sehingga tidak mengherankan banyak pegawai negeri sipil daerah yang juga menjadi Abdidalem Keprajan Keraton maupun Puro. Walau demikian mekanisme perekrutan calon pegawai negeri sipil daerah tetap dilakukan sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala Daerah

sunting

Menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), Kepala, dan Wakil Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden[25] dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu,[26] pada zaman sebelum Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya; dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu. Dengan demikian Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1988, dijabat secara otomatis oleh Sultan Yogyakarta yang bertahta, dan Wakil Kepala Daerah Istimewa, sampai tahun 1998, dijabat secara otomatis oleh Pangeran Paku Alam yang bertahta. Nomenklatur Gubernur, dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa baru digunakan mulai tahun 1999 dengan adanya UU Nomor 22 Tahun 1999. Saat ini mekanisme pengisian jabatan Gubernur, dan Wakil Gubernur DIY diatur dengan UU 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

  Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta  
No. Gubernur Mulai jabatan Akhir jabatan Masa Keterangan Wakil Gubernur
3   Sri Sultan Hamengkubuwono X 3 Oktober 1998 Petahana 3 - 7 7   KGPAA Paku Alam X
(2016–sekarang)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

sunting

DPRD DIY beranggotakan 55 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD DIY terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik pemilik jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRD DIY yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 2 September 2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakarta di Gedung DPRD DIY. Komposisi anggota DPRD DIY periode 2019-2024 terdiri dari 10 partai politik dimana PDI Perjuangan adalah partai politik pemilik kursi terbanyak yaitu 17 kursi.[27][28]Susunan anggota DPRD DI Yogyakarta hasil Pemilihan Umum Legislatif 2019 berasal dari sepuluh partai dari 16 partai yang ikut serta, dan dilantik pada tanggal 4 September 2019. Perolehan kursi DPRD DI Yogyakarta pada periode 2019-2024 didominasi oleh PDI-P dengan perincian yang tercantum dalam tabel.[29][30]

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD DIY dalam tiga periode terakhir.[31][32][33][34][35]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2009–2014 2014–2019 2019–2024 2024-2029
PDI-P 12   14   17   19
PKS 7   6   7   7
PAN 8   8   7   5
Gerindra 3   7   7   8
PKB 5   5   6   6
Golkar 6   8   5   6
NasDem (baru) 3   3   2
Demokrat 10   2   1   0
PPP 2   2   1   1
PSI (baru) 1   1
Hanura (baru) 1   0   0   0
PKPB 1
Jumlah Anggota 55   55   55   55
Jumlah Partai 10   9   10   9


Lembaga Perwakilan Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta dirintis dengan pembentukan KNI Daerah Yogyakarta pada tahun 1945.[36] Pada Mei 1946 KNI Daerah Yogyakarta dibubarkan, dan dibentuk Parlemen Lokal pertama di Indonesia dengan nama Dewan Daerah.[37] Walaupun anggotanya tidak dipilih melalui pemilihan umum, parlemen ini tetap bekerja mewakili rakyat sampai tahun 1948 saat Invasi Belanda ke Kota Yogyakarta. Pada 1951, setelah melalui pemilihan umum bertingkat[38] terbentuklah parlemen lokal yang lebih permanen dengan nama "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta" .[39] Dalam menjalankan tugas sehari-hari, DPRD DIY memiliki empat komisi (disebut Komisi A sampai Komisi D), dengan dilengkapi Sekretariat, Badan Kehormatan, dan Badan Anggaran.

Demografi

sunting

Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 92,62%, selebihnya beragama Kristen Katolik 4,50%, kemudian Kristen Protestan 2,68%. Pemeluk agama Kristen di DI Yogyakarta adalah komunitas suku Jawa asli. Selain itu ada sebagian dari suku pendatang lainnya seperti suku Batak, Tionghoa, Minahasa, dan dari Indonesia Timur seperti orang NTT, Maluku dan Papua. Agama lainnya Buddha 0,10%, Hindu 0,09% dan lainnya 0,01%.[8] Sarana rumah ibadah terus mengalami perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6.214 masjid, 3.413 langgar, 1.877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24 vihara/klenteng.

Jumlah pondok pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai, dan 2.694 ustaz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri maupun swasta terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan 35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064 jamaah haji.

Suku bangsa

sunting

Berdasarkan data Sensus Penduduk 2010, mayoritas penduduk suku bangsa di DIY, yakni Jawa (96,53%) dari 3.451.006 jiwa penduduk. [40]

Nomor Suku Bangsa Jumlah Konsentrasi
1 Jawa 3.331.355 96,53%
2 Sunda 23.752 0,69%
3 Melayu 15.430 0,45%
4 Tionghoa 11.545 0,33%
5 Batak 9.858 0,29%
6 Madura 5.489 0,16%
7 Minangkabau 5.152 0,15%
8 NTT 4.238 0,12%
9 Manado 3.790 0,11%
10 Bali 3.497 0,10%
11 Lombok 3.135 0,09%
12 Banjar 2.745 0,08%
13 Bugis 2.461 0,07%
14 Arab 1.564 0,05%
15 Makassar 1.251 0,04%
16 Suku lainnya 25.746 0,74%

Bahasa

sunting

Menurut Badan Bahasa, bahasa Jawa dialek Yogya-Solo merupakan bahasa daerah yang dituturkan mayoritas penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.[41] Menurut Statistik Kebahasaan 2019, bahasa ini menjadi satu-satunya bahasa daerah asli Daerah Istimewa Yogyakarta.[42] Bahasa resmi instansi pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bahasa Indonesia. Pada 8 Februari 2021, bahasa Jawa berstatus bahasa resmi di Daerah Istimewa Yogyakarta di samping bahasa Indonesia.[4]

Ekonomi

sunting
 
Pasar Beringharjo

Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi sektor Investasi; Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM; Pertanian; Ketahanan Pangan; Kehutanan, dan Perkebunan; Perikanan, dan Kelautan; Energi, dan Sumber Daya Mineral; serta Pariwisata.

Penanaman Modal dan Industri

sunting

Penanaman modal di DIY dilaksanakan melalui program peningkatan promosi, dan kerja sama investasi serta program peningkatan iklim investasi, dan realisasi investasi. Capaian investasi total pada tahun 2010 mencapai Rp 4.580.972.827.244,00 dengan rincian PMDN sebesar Rp 1.884.925.869.797,00, dan PMA sebesar 2.696.046.957.447,00.[7] Unit usaha di DIY pada tahun 2010 ada sekitar 78.122 unit dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 292.625 orang, dan nilai investasi sebesar Rp. 878.063.496.000,00.[7]

Perdagangan dan UKM

sunting

[14] Varian produk ekspor DIY andalan meliputi produk olahan kulit, tekstil, dan kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu merupakan produk yang mempunyai nilai ekspor tertinggi. Namun, secara umum ekspor ke mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai seni, dan kreatif tinggi yang padat karya (labor intensive). Program pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah satunya adalah memberdayakan usaha mikro, dan kecil, dan menengah yang disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini lebih efektif, dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak melibatkan usaha mikro, dan kecil. Pada 2010 tercatat koperasi aktif sebanyak 1.926 koperasi, dan UKM tercatat 13.998 unit usaha.[7]

Pertanian dan Kehutanan

sunting
 
Pertanian tetap menjadi andalan

[14] Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di DIY yang diukur dengan Nilai Tukar Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani di suatu wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74%.[43] Ketahanan pangan merupakan bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak asasi manusia. Secara umum ketersediaan pangan di DIY cukup karena berkaitan dengan musim panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk perikanan tangkap dilakukan melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah. Produksi perikanan budidaya tahun 2010 mencapai 39.032 ton, dan perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi ikan sebesar 22,06 kg/kap/tahun.[7]

Hutan di DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi lahan kritis sebesar 9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94%.[7] Sektor perkebunan, dari segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY adalah kelapa, dan tebu. Kegiatan perkebunan diprioritaskan dalam rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan petani.

Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo. Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak, dan gas di DIY dipasok oleh PT PLN dan PT Pertamina.

Pariwisata

sunting
 
Museum Hamengku Buwono IX di dalam kompleks Keraton Yogyakarta, sebuah tujuan wisata

[14] Pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek, dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang, dengan rincian 152.843 dari mancanegara, dan 1.304.137 orang dari nusantara.[7] Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus, dan berbagai fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Tercatat ada 37 hotel berbintang, dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapun penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12 kali per hari.[7] Keanekaragaman upacara keagamaan, dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh kreativitas seni, dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan produk-produk budaya, dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat 91 desa wisata dengan 51 di antaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata di kabupaten Sleman hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak ringan.[7] Menurut Kepala Dinas Pariwisata Yogyakarta pada September 2014, angka kunjungan mencapai 2,4 juta wisatawan domestik dan 1,8 juta wisatawan manca negara.[44]

Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi objek wisata yang terjangkau, dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel, dan restoran; serta pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect) yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja, dan sumbangan terhadap perekonomian daerah sangat signifikan.

Sosial budaya

sunting

Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliputi Kependudukan; Tenaga Kerja, dan Transmigrasi; Kesejahteraan Sosial; Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan

Kependudukan dan tenaga kerja

sunting
 
Jalan Malioboro

[14] Laju pertumbuhan penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau kenaikan rata-rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk di DIY menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun pada tahun 2002 menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi distribusi penduduk menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin meningkat pada penduduk usia di atas 60 tahun.

Proporsi distribusi peduduk berdasarkan usia produktif memiliki akibat pada sektor tenaga kerja. Angkatan kerja di DIY pada 2010 sebesar 71,41%.[7] Di sektor ekonomi yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah sektor pertanian kemudian disusul sektor jasa-jasa lainnya. Sektor yang potensial dikembangkan yaitu sektor pariwisata, sektor perdagangan, dan industri terutama industri kecil menengah serta kerajinan. Pengangguran di DIY menjadi problematika sosial yang cukup serius karena karakter pengangguran DIY menyangkut sebagian tenaga-tenaga profesional dengan tingkat pendidikan tinggi.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah kependudukan, dan ketenagakerjaan adalah dengan mengadakan program transmigrasi. Pelaksanaan pemberangkatan transmigran asal DIY sampai pada tahun 2008 melalui program transmigrasi sejumlah 76.495 KK atau 274.926 jiwa. Ditinjau dari pola transmigrasi sudah mencerminkan partisipasi, dan keswadayaan masyarakat, melalui Transmigrasi Umum (TU), Transmigrasi Swakarsa Berbantuan (TSB) dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri (TSM). Untuk pensebarannya sudah mencakup hampir seluruh provinsi. Rasio jumlah tansmigran swakarsa mandiri pada 2010 mencapai 20% dari total transmigran yang diberangkatkan.[7]

Kesejahteraan dan kesehatan

sunting

Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak 275.110 RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat 27 persen dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk DIY menurut tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007 kelompok pra sejahtera 21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%; Sejahtera III 26,83%; dan Sejahtera III plus 5,66%. Tingkat kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat dengan penurunan persentase penduduk miskin menjadi 16,83%.[7]

Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi tidak hanya dalam batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran internasional khususnya Asia Tenggara dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, peningkatan jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai daerah setingkat provinsi dengan indikator kesehatan terbaik, dan paling siap dalam mencapai MDG’s.[7]

Pada tahun 2010 capaian indikator kesehatan untuk umur harapan hidup berada pada level usia 74,20 tahun. Angka kematian balita sebesar 18/1000 KH, angka kematian bayi sebesar 17/1000 KH, dan angka kematian ibu melahirkan sebesar 103/100.000 KH. Prevalensi gizi buruk sebesar 0.70%, Cakupan Rawat Jalan Puskesmas 16% sedangkan Cakupan Rawat Inap Rumah Sakit sebesar 1,32%.[7]

Dari 118 Puskesmas, 20% puskesmas telah menerapkan sistem manajemen mutu melalui pendekatan ISO 9001:200; 7% rumah sakit telah menerapkan ISO 9001:200; 25% rumah sakit di DIY telah terakreditasi dengan 5 standar; 17% RS terakreditasi dengan 12 standar; dan 5% RS telah terakreditasi dengan 16 standar pelayanan. Sarana pelayanan kesehatan yang memiliki unit pelayanan gawat darurat meningkat menjadi 40% dan RS dengan pelayanan kesehatan jiwa meningkat menjadi 9%. Meskipun demikian cakupan rawat jalan tahun 2006 baru mencapai 10% (nasional 15%) sementara untuk rawat inap 1,2% (nasional 1,5%). Rasio pelayanan kesehatan dasar bagi keluarga miskin secara cuma-cuma di Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan DIY maupun Kabupaten/Kota telah mencapai 100%. Rasio dokter umum per 100.000 penduduk menunjukkan tren meningkat sebesar 39,64 pada tahun 2006. Adapun program jamkesos tahun 2010 dianggarkan Rp. 34.978.592.000,00.[7]

Penyakit jantung dan stroke telah menjadi pembunuh nomor satu di DIY sementara faktor risiko penyakit jantung penduduk DIY ternyata cukup tinggi. Rumah tangga di DIY yang tidak bebas asap rokok sebesar 56%, sedangkan remaja yang perokok aktif sebesar 9,3%. Sebanyak 52% penduduk DIY kurang melakukan aktivitas olahraga, dan hanya 19,8% penduduk DIY yang mengkonsumsi serat mencukupi. Dalam tiga tahun terakhir angka obesitas pada anak-anak di DIY meningkat hampir 7%.

Pendidikan

sunting

Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI sampai Sekolah Menengah sudah merata, dan menjangkau seluruh wilayah sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI yang ada di DIY pada tahun 2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK sejumlah 381 sekolah negeri maupun swasta. Ketersediaan ruang belajar dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio siswa per kelas untuk SD/MI: 22, SMP/MTs: 33, SMA/MA/SMK: 31. Sedangkan tingkat ketersediaan guru di DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru untuk SD/MI: 13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010 pembinaan guru jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru telah memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru.[7][14]

Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs, sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang dicanangkan pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI mencapai 96,47%, SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%. Sedangkan angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk SD/MI; 0,17% untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK.[7] Sementara itu jumlah perguruan tinggi di DIY baik negeri, swasta maupun kedinasan seluruhnya sebanyak 136 institusi dengan rincian 21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi, 8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh oleh 9.736 dosen.

Kebudayaan

sunting
 
Candi Prambanan

DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik) maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya, dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.[14]

DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio, dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya, dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga mempunyai 30 museum, yang dua di antaranya yaitu Museum Ullen Sentalu, dan Museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010, persentase benda cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%, sedangkan kunjungan ke museum mencapai 6,42%.[7]

Beberapa museum yang terletak di DIY, antara lain:[45]

Terdapat juga beberapa galeri seni yang berada di Yogyakarta, antara lain:

Tata ruang dan infrastruktur

sunting
 
Tugu Pal Putih, salah satu landmark tertua yang menandai tata ruang DIY, Gunung Merapi-Tugu-Keraton-Panggung Krapyak-Laut selatan

Kondisi bentang alam DIY yang beragam, dan aspek filosofi kebudayaan memengaruhi pengembangan tata ruang/wilayah, dan pembangunan infrastruktur di DIY.

Tata ruang

sunting

Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah DIY adalah corridor development atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta, dan jalan koridor sekitarnya. Dalam konteks ini, aspek pengendalian, dan pengarahan pembangunan dilakukan lebih menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali. Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah DIY, maka diarahkan pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta, Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, PKW Bantul, dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Prov DIY 2009-2029 mengatur pengembangan tata ruang di DIY. Penataan ruang ini juga memiliki keterkaitan dengan mitigasi bencana di DIY.[14]

Prasarana

sunting

Prasarana jalan yang tersedia di DIY tahun 2007 meliputi Jalan Nasional (168,81 Km), Jalan Provinsi (690,25 Km), dan Jalan Kabupaten (3.968,88 Km), dengan jumlah jembatan yang tersedia sebanyak 114 buah dengan total panjang 4.664,13 meter untuk jembatan nasional, dan 215 buah dengan total panjang 4.991,3 meter untuk jembatan provinsi. Di wilayah perkotaan, dengan kondisi kendaraan bermotor yang semakin meningkat (rata-rata tumbuh 13% per tahun), sedangkan kondisi jalan terbatas, maka telah mengakibatkan terjadinya kesemrawutan, dan kemacetan lalu lintas, dan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat setiap tahun.[14]

Transportasi

sunting
 
Trans Jogja, moda transportasi Bus Rapid Transit di Yogyakarta

Pelayanan angkutan kereta api pemberangkatan dan kedatangan berpusat pada dua stasiun utama di Kota Yogyakarta, yaitu Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu di Kemantren Gedongtengen melayani kereta api antarkota kelas eksekutif dan campuran dan komuter seperti Commuter Line Yogyakarta dan Prambanan Ekspres beserta kereta api bandara YIA, sedangkan Stasiun Lempuyangan di Kemantren Danurejan untuk melayani angkutan penumpang kereta api antarkota kelas ekonomi dan sebagian kecil campuran dan perhentian Commuter Line Yogyakarta, Stasiun Maguwo di Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman hanya melayani penumpang layanan KRL Commuter Line dan stasiun utama lainnya adalah Stasiun Wates yang terletak di pusat pemerintahan Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Kapanewon Wates, Kabupaten Kulon Progo masih melayani kereta api antarkota kelas campuran dan ekonomi, Commuter Line Prambanan Ekspres dan kereta api bandara YIA. Saat ini untuk meningkatkan layanan jalur selatan Jawa, lintas tersebut sudah dibangun jalur ganda dari Stasiun Solo Balapan sampai Stasiun Kutoarjo dan juga sudah dilakukan elektrifikasi lintas Yogyakarta–Palur. Berkaitan dengan keselamatan lalu lintas, permasalahan yang berkaitan dengan layanan angkutan kereta api antara lain masih banyak perlintasan yang tidak dijaga. Selain kerata api, Pemda DIY mengembangkan layanan Bus Trans Jogja yang menjadi prototipe layanan angkutan massal pada masa mendatang.[14]

Untuk angkutan sungai, danau dan penyeberangan, Waduk Sermo yang terletak di Kabupaten Kulon Progo yang memiliki luas areal 1,57 km² dan mempunyai keliling ± 20 km menyebabkan terpisahnya hubungan lintas darat antara desa di sisi waduk dengan desa lain di seberangnya. Di sektor transportasi laut dI DIY terdapat Tempat Pendaratan Kapal (TPK) yang berfungsi sebagai pendaratan kapal pendaratan pencari ikan, dan tempat wisata pantai. Terdapat 19 titik TPK yang dilayani oleh ± 450 kapal nelayan.

Di sektor transportasi udara, Bandara Adisutjipto yang telah menjadi bandara internasional sejak 2004 menjadi pintu masuk transportasi udara bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik domestik maupun internasional. Sejak tahun 2020, Bandara Internasional Yogyakarta sudah menjadi gerbang udara utama terbaru bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, baik dari penerbangan komersial domestik dan internasional.

Keterbatasan fasilitas sisi udara, dan darat yang berada di Bandara Adisutjipto menyebabkan fungsi Bandara Adisutjipto sebagai gerbang wilayah selatan Pulau Jawa tidak dapat optimal. Status bandara yang enklave sipil menyebabkan landas pacu yang ada dimanfaatkan untuk dua kepentingan, yakni penerbangan sipil dan latihan terbang militer. Hal tersebut memunculkan gagasan pembangunan bandar udara baru di wilayah Yogyakarta yang lebih luas dan lebih memadai.

Mitigasi bencana

sunting
 
Korban harta benda di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi

Terkait dengan potensi bencana alam, penanggulangan bencana memegang peranan yang sangat penting, baik pada saat sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi, bencana dapat dilihat sebagai interaksi antara ancaman bahaya dengan kerentanan masyarakat, dan kurangnya kapasitas untuk menangkalnya. Penanggulangan bencana diarahkan pada bagaimana mengelola risiko bencana sehingga dampak bencana dapat dikurangi atau dihilangkan sama sekali.[14]

Secara geologis DIY merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana alam. Potensi bencana alam yang berkaitan dengan bahaya geologi yang meliputi:

  1. Bahaya alam Gunung Merapi, mengancam wilayah Sleman bagian utara, dan wilayah-wilayah sekitar sungai yang berhulu di puncak Merapi;
  2. Bahaya gerakan tanah/batuan, dan erosi, berpotensi terjadi pada lereng Pegunungan Kulon Progo yang mengancam di wilayah Kulon Progo bagian utara, dan barat, serta pada lereng Pengunungan Selatan (Baturagung) yang mengancam wilayah Gunungkidul bagian utara, dan bagian timur wilayah Bantul.
  3. Bahaya banjir, terutama berpotensi mengancam daerah pantai selatan Kulon Progo, dan Bantul;
  4. Bahaya kekeringan berpotensi terjadi di wilayah Gunungkidul bagian selatan, khususnya pada kawasan bentang alam karst;
  5. Bahaya tsunami, berpotensi terjadi di daerah pantai selatan Kulon Progo, Bantul, dan Gunungkidul, khususnya pada pantai dengan elevasi (ketinggian) kurang dari 30m dari permukaan air laut.
  6. Bahaya alam akibat angin berpotensi terjadi di wilayah pantai selatan Kulon Progo, Bantul, dan daerah-daerah Sleman bagian utara, serta wilayah perkotaan Yogyakarta;
  7. Bahaya gempa bumi, berpotensi terjadi di wilayah DIY, baik gempa bumi tektonik maupun vulkanik. Gempa bumi tektonik berpotensi terjadi karena wilayah DIY berdekatan dengan kawasan tumbukan lempeng (subduction zone) di dasar Samudra Indonesia yang berada di sebelah selatan DIY. Selain itu secara geologi di wilayah DIY terdapat beberapa patahan yang diduga aktif. Wilayah dataran rendah yang tersusun oleh sedimen lepas, terutama hasil endapan sungai, merupakan wilayah yang rentan mengalami goncangan akibat gempa bumi.

Birokrasi dan lembaga

sunting
 
Keraton Yogyakarta

Di bidang pengembangan kelembagaan Pemerintah DIY telah menetap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, dan Sekretariat DPRD DIY, Perda Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Dinas Daerah DIY, Perda Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi, dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah, dan Satuan Polisi Pamong Praja DIY; serta menerapkannya mulai tahun 2009.[14]

Perangkat daerah di DIY antara lain terdiri atas:[46]

  • Sekretariat Daerah
  • Sekretariat DPRD
  • Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan)
  • Dinas Kehutanan, dan Perkebunan
  • Dinas Kelautan dan Perikanan
  • Dinas Kesehatan
  • Dinas Pariwisata
  • Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Energi Sumber Daya Mineral
  • Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset
  • Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga
  • Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika
  • Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah
  • Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Kundha Niti Mandala sarta Tata Sasana)
  • Dinas Pertanian
  • Dinas Sosial
  • Dinas Tenaga Kerja, dan Transmigrasi
  • Inspektorat
  • Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
  • Badan Kepegawaian Daerah
  • Badan Kerja Sama, dan Penanaman Modal
  • Badan Kesatuan Bangsa, dan Perlindungan Masyarakat
  • Badan Ketahanan Pangan, dan Penyuluhan
  • Badan Lingkungan Hidup
  • Badan Pemberdayaan Perempuan, dan Masyarakat
  • Badan Pendidikan, dan Pelatihan
  • Badan Perpustakaan, dan Arsip Daerah
  • Paniradya Kaistiméwan
  • Sekretariat Komisi Pemilihan Umum DIY
  • Rumah Sakit Grhasia
  • Satuan Polisi Pamong Praja

Selain itu di DIY dibentuk Ombudsman Daerah sejak tahun 2004 dengan keputusan Gubernur. Dua dinas daerah di DIY memiliki nomenklatur dengan bahasa dan aksara Jawa, yaitu Dinas Kebudayaan disebut Kundha Kabudayan (Hanacaraka: ꦏꦸꦤ꧀ꦝꦏꦧꦸꦢꦪꦤ꧀) serta Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kundha Niti Mandala sarta Tata Sasana (Hanacaraka: ꦏꦸꦤ꧀ꦝꦤꦶꦠꦶꦩꦤ꧀ꦢꦭꦱꦂꦠꦠꦠꦱꦱꦤ). Nomenklatur ini juga digunakan pada dinas daerah tingkat kabupaten/kota di DIY.[47]

Keistimewaan

sunting

Menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh negara bagian Republik Indonesia yang beribu kota di Yogyakarta pada maret 1950, keistimewaan DIY mengacu pada keistimewaan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan keluarga yang berkuasa di daerah itu pada zaman sebelum Republik Indonesia, dan yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu.[48] Selain itu, untuk Daerah Istimewa yang berasal dari gabungan daerah kerajaan dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa dengan mengingat syarat-syarat sama seperti kepala daerah istimewa. Sebab pada saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah. Adapun alasan keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun 1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal usul, dan pada zaman sebelum Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa (zelfbestuure landschappen).

Saat ini Keistimewaan DIY diatur dengan UU Nomor 13 tahun 2012 yang meliputi:[49]

  1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur, dan Wakil Gubernur;
  2. kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
  3. kebudayaan;
  4. pertanahan; dan
  5. tata ruang.

Kewenangan istimewa ini terletak di tingkatan Provinsi

Dalam tata cara pengisian jabatan gubernur, dan wakil gubernur salah satu syarat yang harus dipenuhi calon gubernur, dan wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon Gubernur, dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon Wakil Gubernur.[50]

Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY diselenggarakan untuk mencapai efektivitas, dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas, akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk, dan susunan pemerintahan asli yang selanjutnya diatur dalam Perdais.

Kewenangan kebudayaan diselenggarakan untuk memelihara, dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda, seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY yang selanjutnya diatur dalam Perdais.

Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Pakualamanan dinyatakan sebagai badan hukum. Kasultanan, dan Kadipaten berwenang mengelola, dan memanfaatkan tanah Kasultanan, dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Kewenangan Kasultanan, dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada pengelolaan, dan pemanfaatan tanah Kasultanan, dan tanah Kadipaten yang selanjutnya diatur dalam Perdais. Perdais adalah peraturan daerah istimewa yang dibentuk oleh DPRD DIY dan Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. Selain itu, pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan, dan Belanja Negara sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.

Pendidikan

sunting

Beberapa Perguruan tinggi di Yogyakarta;

Perguruan tinggi negeri

sunting
 
Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada

Universitas swasta

sunting

Sekolah tinggi

sunting

Akademi dan politeknik

sunting

Pariwisata

sunting
 
Logo "Jogja Istimewa" yang diperkenalkan pada 2015. Penggunaan huruf kecil yang dominan menggambarkan sifat masyarakat Yogyakarta yang egaliter, sederajat, dan saling bersaudara. Penulisan yang miring dengan rupa huruf simpel yang terinspirasi dari cara menulis aksara Jawa gagrag Jogja yang dominan miring melambangkan manifestasi youth, women, dan netizen.[51]

Wisata candi

sunting

Wisata pantai

sunting

Wisata gua

sunting

Wisata belanja

sunting

Wisata alam

sunting

Lain-lain

sunting

Provinsi/negara bagian kembar

sunting

Lihat pula

sunting

Galeri

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ Nomenklatur resmi berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2016. Berdasarkan Pasal 3 perda tersebut, nomenklatur DIY tidak menggunakan kata "provinsi".

Referensi

sunting
  1. ^ a b c "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2023" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 7 Desember 2021. 
  2. ^ Ogloblin, Alexander K. (2005). "Javanese". Dalam K. Alexander Adelaar; Nikolaus Himmelmann. The Austronesian Languages of Asia and Madagascar. London dan New York: Routledge. hlm. 591. ISBN 9780700712861. 
  3. ^ Sumarsono; Partana, Paina (2002), Sosiolinguistik, Yogyakarta: Sabda, hlm. 28 
  4. ^ a b "Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-13. Diakses tanggal 2021-03-19. 
  5. ^ "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023". www.bps.go.id. hlm. 8. Diakses tanggal 7 Desember 2023. 
  6. ^ "Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020" (PDF). www.djpk.kemenkeu.go.id. (2020). Diakses tanggal 11 Februari 2021. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u ILPPD Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
  8. ^ a b "Jumlah Pemeluk Agama Provinsi DI Yogyakarta 2021". www.bappeda.jogjaprov.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-25. Diakses tanggal 18 Maret 2022. 
  9. ^ "Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten-Kota di DI Yogyakarta". www.yogyakarta.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-13. Diakses tanggal 18 Maret 2022. 
  10. ^ Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel RPJMD Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2013 (Pergub Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2009) dan keterangan Sri Sultan Hamengkubuwono di depan Komisi II DPR RI pada saat RDP RUU Keistimewaan DIY
  11. ^ Penetapan tanggal ini adalah yang sering dipergunakan secara umum, walaupun sebenarnya baru dimulai pada 6 Januari 1946 dan berakhir pada 15 Agustus 1950 sore hari. Kedua tanggal yang terakhir ini jarang digunakan dan jarang yang merujuk. Namun jika kita melihat dan membandingkan berbagai dokumen yang ada, maka akan terlihat dua tanggal yang terakhir inilah yang dipergunakan.
  12. ^ Erikha, F., dan Lauder, M. R. M. T. (Januari 2022). Toponimi di Jantung Kota Yogyakarta dari Perspektif Kebahasaan hingga Psikologi Sosial. Jakarta: LIPI Press. hlm. 37. doi:10.55981/brin.337. ISBN 978-602-496-289-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-05-28. Diakses tanggal 2023-05-28. 
  13. ^ 'Bali', in Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990), pp. 241-248
  14. ^ a b c d e f g h i j k l Artikel ini merupakan modifikasi dari artikel RPJMD Daerah Istimewa Yogyakarta 2009-2013 (Pergub Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2009)
  15. ^ Artikel terdahulu
  16. ^ Pembentukan Kabupaten dengan UU Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta jo UU Nomor 18 Tahun 1951 Perubahan Undang-undang Nr 15 tahun 1950 Republik Indonesia Untuk Penggabungan Daerah-daerah Kabupaten Kulon-Progo dan Adikarto dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Satu Kabupaten dengan nama Kulon Progo. UU Nomor 15 Tahun 1950 diberlakukan dengan PP Nomor 32 Tahun 1950
  17. ^ Pembentukan Kota dengan UU Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta. UU Nomor 16 Tahun 1950 diberlakukan dengan PP Nomor 32 Tahun 1950.
  18. ^ Wilayah enklave Provinsi Jawa Tengah yang berada di dalam wilayah DIY dilepaskan dari Provinsi Jawa Tengah dan dimasukkan ke dalam wilayah DIY pada kabupaten yang melingkungi wilayah enclave tersebut dengan UU Darurat Nomor 5 Tahun 1957 yang ditetapkanmenjadi UU Nomor 15 Tahun 1958
  19. ^ "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.137-2017) - Kementerian Dalam Negeri - Republik Indonesia". www.kemendagri.go.id (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2018-07-09. 
  20. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  21. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  22. ^ Aida, Nur Rohmi. Sari Hardiyanto, Sari, ed. "Saat Kecamatan di DIY Disebut dengan Kapanewon di 2020..." Kompas.com. Kompas Cyber Media. Diakses tanggal 2019-12-03. 
  23. ^ "Kyoto prefecture List of Friendly and Sister City". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-02-17. Diakses tanggal 2010-04-03. 
  24. ^ "BILL NUMBER: SCR 23 CHAPTERED". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-07-25. Diakses tanggal 2010-04-03. 
  25. ^ bukan dipilih
  26. ^ dinasti/keluarga kerajaan (bersifat turun temurun/ascribed status)
  27. ^ Humas (02-09-2019). "Pelantikan Anggota DPRD DIY 2019-2024, Gubernur Sampaikan Harapan Besarnya". DPRD DIY. Diakses tanggal 22-09-2019. 
  28. ^ Kuntadi (02-09-2019). "55 Anggota DPRD DIY Dilantik, 2 di Antaranya Anak Amien Rais". iNews.id. Diakses tanggal 22-09-2019. 
  29. ^ Humas (02-09-2019). "Pelantikan Anggota DPRD DIY 2019-2024, Gubernur Sampaikan Harapan Besarnya". DPRD DIY. Diakses tanggal 15-01-2020. 
  30. ^ Kuntadi (02-09-2019). "55 Anggota DPRD DIY Dilantik, 2 di Antaranya Anak Amien Rais". iNews.id. Diakses tanggal 15-01-2020. 
  31. ^ "BUKU PROFILE ANGGOTA DPRD DIY PERIODE 2019-2024". kpu.go.id. KPU Provinsi DIY. 03-09-2019. Diakses tanggal 22-09-2019.  [pranala nonaktif permanen]
  32. ^ "SK PENETAPAN KURSI DAN CALON TERPILIH ANGGOTA DPRD DIY PEMILU TAHUN 2019". kpu.go.id. KPU Provinsi DIY. 10-08-2019. Diakses tanggal 22-09-2019.  [pranala nonaktif permanen]
  33. ^ Abdul Hamied Razak (13-05-2019). "Ini Daftar Lengkap Perolehan Kursi DPRD DIY di Tiap Parpol". harianjogja.com. JOGJAPOLITAN. Diakses tanggal 22-09-2019. 
  34. ^ Humas (02-09-2014). "Inilah Anggota DPRD DIY masa jabatan tahun 2014 – 2019". DPRD Provinsi DIY. Diakses tanggal 22-09-2019. 
  35. ^ Agus, Dwi. "KPU DIY Tetapkan 55 DPRD Terpilih Periode 2024-2029, Berikut Daftarnya". detikjogja. Diakses tanggal 2024-06-19. 
  36. ^ Amanat 30 Oktober 1945
  37. ^ Maklumat Nomor 18 Tahun 1946
  38. ^ P.J. Suwarno. (1994) Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974: sebuah tinjauan historis. Yogyakarta: Kanisius
  39. ^ Nomenklatur yang diberikan oleh UU Nomor 3 Tahun 1950
  40. ^ "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia 2010". Badan Pusat Statistik. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-08. Diakses tanggal 8 Juni 2018. 
  41. ^ "Bahasa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta". Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-01. Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  42. ^ Statistik Kebahasaan 2019. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. hlm. 4. ISBN 9786028449182. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-30. Diakses tanggal 2020-05-23. 
  43. ^ ILPPD Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2010
  44. ^ Dinas Pariwisata DIY Targetkan Kunjungan Wisata Bisa Meningkat 15 Persen, https://web.archive.org/web/20160307160227/http://www.tribunnews.com/regional/2015/01/26/dinas-pariwisata-diy-targetkan-kunjungan-wisata-bisa-meningkat-15-persen
  45. ^ "Direktori Kekayaan dan Keragaman Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta" (PDF). Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2020-10-14. Diakses tanggal 2020-05-29. 
  46. ^ "Portal Pemda DIY". Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-09. Diakses tanggal 2021-03-21. 
  47. ^ "Perubahan Nomenklatur Kelembagaan Kabupaten/Kota di DIY - Berita". Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-20. Diakses tanggal 2021-03-21. 
  48. ^ Paragraf ini dibuat berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1948 tentang UU Pokok Pemerintahan Daerah berikut dengan Penjelasannya
  49. ^ (pasal 7 ayat (2)
  50. ^ (pasal 18 ayat (1) huruf c)
  51. ^ esa. "Ini Makna dan Filosofi di Balik Logo Baru 'Jogja Istimewa'". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-31. Diakses tanggal 2021-02-25. 
  52. ^ "Kyoto prefecture List of Friendly and Sister City". pref.kyoto.jp. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-02-05. Diakses tanggal 2011-02-07. 
  53. ^ "California's Sister-State Relationship with Special Province of Yogyakarta, Indonesia". Sacramento: California Senate. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-20. Diakses tanggal 2020-01-06. 
  54. ^ "Gyeongsangbuk-do Province Website". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-15. Diakses tanggal 2021-03-11. 
  55. ^ Bunga Rampai Kerjasama Luar Negeri Propinsi DIY. Yogyakarta: Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006. 
  56. ^ "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-08-16. Diakses tanggal 2016-06-23. 

Pranala luar

sunting
Didahului oleh:
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
Kadipaten Paku Alaman
Daerah Istimewa Yogyakarta
1950–1965
Diteruskan oleh:
Daerah Istimewa Yogyakarta
Didahului oleh:
Daerah Istimewa Yogyakarta
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
1965–2012
Diteruskan oleh:
Sedang berjalan

7°52′S 110°25′E / 7.867°S 110.417°E / -7.867; 110.417