Henk Ngantung
Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung (1 Maret 1921 – 12 Desember 1991) adalah pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 1964-1965.
Henk Ngantung | |
---|---|
Berkas:HenkNgantung2.png | |
Gubernur DKI Jakarta 7 | |
Masa jabatan 26 Agustus 1964 – 15 Juli 1965 | |
Presiden | Soekarno |
Wakil | Soewondo Satoto Hoepoedio |
Wakil Gubernur DKI Jakarta 1 | |
Masa jabatan 1960–1964 | |
Presiden | Soekarno |
Gubernur | Soemarno Sosroatmodjo |
Pengganti Soewondo Satoto Hoepoedio | |
Informasi pribadi | |
Lahir | Hendrik Hermanus Joel Ngantung 1 Maret 1921 Manado, Sulawesi Utara, Hindia Belanda |
Meninggal | 12 Desember 1991 Jakarta, Indonesia | (umur 70)
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | Evie Mamesah |
Sunting kotak info • L • B |
Karier
Sebagai pelukis
Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut medirikan "Gelanggang". Henk juga pernah menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958.
Gubernur DKI
Sebelum diangkat menjadi gubernur, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai deputi gubernur di bawah Soemarno. Saat itu banyak kalangan yang protes atas pengangkatan Henk Ngantung. Soekarno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Dan, Ngantung dinilainya memiliki bakat artistik. Salah satu pengalaman yang barangkali menarik adalah tatkala presiden memanggilnya ke istana untuk mengatakan bahwa pohon-pohon di tepi jalan yang baru saja dilewati perlu dikurangi. Masalah pengemis yang merusak pemandangan Jakarta tak lepas dari perhatian Ngantung.
Setelah tidak menjabat
Henk Ngantung tidak sekadar tinggal dalam kemiskinan hingga harus menjual rumah di pusat kota untuk pindah ke perkampungan. Derita Henk Ngantung terus menerpa karena nyaris buta oleh serangan penyakit mata dan dicap sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia tanpa pernah disidang, dipenjara, apalagi diadili hingga akhir hayatnya bulan Desember 1991. Henk Ngantung hingga akhir hayatnya tinggal di gang sempit namun lahan rumahnya cukup luas di jalan Waru, Cawang, Jakarta Timur.
Kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen. Pada akhir 1980-an, dia melukis dengan wajah nyaris melekat di kanvas dan harus dibantu kaca pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat ia dalam keadaan sakit-sakitan, pengusaha Ciputra memberanikan diri mensponsori pameran pertama dan terakhir Henk.
Keluarga
Henk beristrikan Hetty Evelyn "Evie" Ngantung Mamesah. Pernikahan mereka dikaruniai 4 orang anak yaitu Maya Ngantung, Genie Ngantung, Kamang Ngantung dan Karno Ngantung. Henk meninggal pada usia 71 tahun karena sakit jantung. Dimakamkan di TPU Menteng Pulo
Karya
Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang berada di bundaran Hotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk. Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad namun ironisnya, hal tersebut belum diakui oleh pemerintah. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya.
Pranala luar
- (Indonesia) Biografi singkat Henk Ngantung
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Soemarno Sosroatmodjo |
Gubernur Jakarta 1964–1965 |
Diteruskan oleh: Soemarno Sosroatmodjo |