Asrul Sani

seorang sastrawan, budayawan, dan wartawan ternama Indonesia

Asrul Sani (10 Juni 1926 – 11 Januari 2004)[1] adalah seorang tokoh seni, sastrawan dan sutradara Indonesia. Asrul Sani merupakan anak bungsu dari tiga orang bersaudara. Ayahnya, Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Padang Nunang Rao Mapat Tunggul Mapat Cacang, merupakan kepala adat Minangkabau di daerahnya. Ibunya Nuraini binti Itam Nasution, adalah seorang keturunan Mandailing.[2]

Asrul Sani
Asrul Sani sekitar tahun 1955
Lahir(1926-06-10)10 Juni 1926
Rao, Pasaman, Sumatera Barat, Hindia Belanda
Meninggal11 Januari 2004(2004-01-11) (umur 77)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
PendidikanDokter hewan
AlmamaterFakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia
Pekerjaan
Tahun aktif1959–1992
Partai politik
  NU
PPP
Suami/istriSiti Nuraini
Mutiara Sarumpaet
Orang tuaMarah Sani Syair Alamsyah (ayah)
Nuraini Nasution (ibu)
KerabatRatna Sarumpaet (ipar)
Atiqah Hasiholan Alhady (keponakan)
PenghargaanFestival Film Indonesia
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Masa jabatan
1 Februari 1967 – 30 September 1982
Grup parlemenNahdlatul Ulama
(1967–71)
Daerah pemilihanSumatera Barat
(1971–77)
Riau
(1977–82)
Karier menulis
BahasaIndonesia
PeriodeAngkatan '45
Genre
Karya terkenalTiga Menguak Takdir
IMDB: nm0762760 Allocine: 573912 Allmovie: p109813 Modifica els identificadors a Wikidata

Riwayat hidup

sunting

Pendidikan

sunting
 
Sani pada tahun 1954

Asrul Sani memulai pendidikan formalnya di Holland Inlandsche School Bukittinggi pada tahun 1936. Lalu ia melanjutkan sekolah menengah di Taman Siswa, Jakarta pada tahun 1942. Setelah tamat, ia melanjutkan ke Sekolah Kedokteran Hewan, Bogor. Akan tetapi minatnya terhadap sastra sempat mengalihkan perhatiannya dari kuliah kedokteran hewan. Asrul sempat pindah ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan dengan beasiswa Lembaga Kebudayaan Indonesia-Belanda, ia mengikuti pertukaran ke Akademi Seni Drama, Amsterdam pada tahun 1952. Dia akhirnya kembali melanjutkan kuliah kedokteran hewan hingga memperoleh gelar dokter hewan pada 1955. Pada masa kuliah, Asrul sempat mengikuti seminar kebudayaan di Harvard University. Setelah tamat kedokteran hewan, Asrul kembali mengejar hasratnya pada seni sastra dengan melanjutkan kuliah dramaturgi dan sinematografi di South California University, Los Angeles, Amerika Serikat (1956), dan kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958).

Menurut Ajip Rosidi, ia dapat berbicara dalam Bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman.[3]

Karier

sunting
 
Asrul Sani saat menerima Piala Citra untuk Skenario Terbaik FFI 1982

Di dalam dunia sastra, Asrul Sani dikenal sebagai seorang pelopor Angkatan ’45.[4] Kariernya sebagai sastrawan mulai menanjak ketika bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul Tiga Menguak Takdir. Kumpulan puisi itu sangat banyak mendapat tanggapan, terutama judulnya yang mendatangkan beberapa tafsir. Setelah itu, mereka juga menggebrak dunia sastra dengan memproklamirkan Surat Kepercayaan Gelanggang sebagai manifestasi sikap budaya mereka. Gebrakan itu benar-benar mempopulerkan mereka.[5]

Selain itu, ia pun pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru, Gema Suasana (kemudian Gema), Gelanggang (1966-1967), dan pimpinan umum Citra Film (1981-1982).[6]

Sebagai sastrawan, Asrul Sani tidak hanya dikenal sebagai penulis puisi, tetapi juga penulis cerpen, dan drama. Cerpennya yang berjudul Sahabat Saya Cordiaz dimasukkan oleh Teeuw ke dalam Moderne Indonesische Verhalen dan dramanya Mahkamah mendapat pujian dari para kritikus. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai penulis esai, bahkan penulis esai terbaik di dekade 1950-an. Salah satu karya esainya yang terkenal adalah Surat atas Kertas Merah Jambu (sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda).

Sejak tahun 1950-an Asrul lebih banyak berteater dan mulai mengarahkan langkahnya ke dunia film. Garapan pertamanya di bidang film adalah skenario Pegawai Tinggi (1953). Debut pertama penyutradaraan filmnya adalah Titian Serambut Dibelah Tudjuh (1959).[7] Ia mementaskan Pintu Tertutup karya Jean-Paul Sartre dan Burung Camar karya Anton P., dua dari banyak karya yang lain. Skenario yang di tulisnya untuk Lewat Djam Malam (mendapat penghargaan dari FFI, 1955), Apa Jang Kau Tjari, Palupi? (mendapat Golden Harvest pada Festival Film Asia, 1971), dan Kemelut Hidup (mendapat Piala Citra 1979) memasukkan namanya pada jajaran sineas hebat Indonesia.[8] Ia juga menyutradarai film Salah Asuhan (1972), Jembatan Merah (1973), Bulan di Atas Kuburan (1973), dan sederet judul film lainnya.[9] Salah satu film karya Asrul Sani yang kembali populer pada tahun 2000-an adalah Nagabonar yang dibuat sekuelnya, Nagabonar Jadi 2 oleh sineas kenamaan Deddy Mizwar.

Selain menulis puisi, cerpen, esai, naskah teater, dan skenario film, dia banyak menerjemahkan karya sastra mancanegara. Sementara bergiat di film, pada masa-masa kalangan komunis aktif untuk menguasai bidang kebudayaan, Asrul mendampingi Usmar Ismail ikut menjadi arsitek lahirnya LESBUMI (Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia) dalam tubuh partai politik Nahdhatul Ulama. Lembaga yang berdiri pada tahun 1962 itu, didirikan untuk menghadapi aksi seluruh front kalangan "kiri". Usmar Ismail menjadi Ketua Umum, sedangkan Asrul sebagai wakilnya.[10] Pada saat itu ia juga menjadi Ketua Redaksi penerbitan LESBUMI, Abad Muslimin.

Memasuki Orde Baru, sejak tahun 1966 Asrul menjadi angota DPR mewakili NU. Terpilih lagi pada periode 1971-1976 mewakili Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk provinsi Sumatera Barat.[11][12] Sementara itu sejak tahun 1968 terpilih sebagai anggota DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) dan pada tahun 1976-1979 menjadi Ketua DKJ. Sejak tahun 1970, Asrul diangkat menjadi salah satu dari 10 anggota Akademi Jakarta. Ia juga pernah menjadi Rektor LPKJ (Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta), yang kini bernama Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Asrul beberapa kali duduk sebagai anggota Badan Sensor Film, dan pada tahun 1979 terpilih sebagai anggota dan Ketua Dewan Film Nasional. Pada tahun 1995, ia menjadi anggota BP2N (Badan Pertimbangan Perfilman Nasional).

Kehidupan pribadi

sunting

Dalam hidupnya Asrul Sani menikah dua kali. Pertama dengan Siti Nuraini, seorang penyair wanita. Kedua, dengan Mutiara Sarumpaet, seorang artis film dan sinetron yang lebih terkenal dengan nama Mutiara Sani. Dari kedua perkawinan ini, Asrul memperoleh tiga orang putra dan tiga orang putri.

Bersama Siti Nuraini, anak-anaknya yakni Fedja Annur Sani, Safira Annu Sani, dan Aini Saini Hutasoit.[13]

Sastra

sunting

Terjemahan[6]

sunting

Penghargaan dan nominasi

sunting
Penghargaan Tahun Kategori Karya yang dinominasikan Hasil
Festival Film Indonesia 1979 Sutradara Terbaik Kemelut Hidup Nominasi
Penulis Skenario Terbaik Menang
1981 Sutradara Terbaik Para Perintis Kemerdekaan Nominasi
Penulis Skenario Terbaik Nominasi
1982 Bawalah Aku Pergi Menang
1983 Titian Serambut Dibelah Tujuh Menang
Penulis Cerita Asli Terbaik Nominasi
Sorta, Tumbuh Bunga di Sela Batu Menang
1986 Penulis Skenario Terbaik Kejarlah Daku... Kau Kutangkap Menang
1987 Nagabonar Menang
Penulis Cerita Asli Terbaik Menang
1988 Istana Kecantikan Nominasi
Penulis Skenario Terbaik Nominasi
1989 Noesa Penida Nominasi
1992 Kuberikan Segalanya Nominasi
Penulis Cerita Asli Terbaik Nada & Dakwah Menang

Penghargaan

sunting

Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985) memenangkan Piala Citra pada tahun 1986, Piala Antemas dan Piala Bing Slamet. Naga Bonar (1986) memenangkan Piala Citra pada tahun 1987.[14]

Sani menerima Anugerah Seni pada tahun 1969 dan Medali Bintang Mahaputera pada tahun 2000 dari Pemerintah Indonesia.[15]

Referensi

sunting
Catatan kaki
  1. ^ "Artikel "Asrul Sani" - Ensiklopedia Sastra Indonesia". ensiklopedia.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2022-04-01. 
  2. ^ Ismail, Taufiq (2008). Mengakar ke Bumi, Menggapai ke Langit: Himpunan tulisan 1960-2008. Jakarta: Panitia 55 Tahun Taufiq Ismail dalam Sastra Indonesia dan Majalah Sastra Horizon. 
  3. ^ Rosidi 2010, hlm. 61
  4. ^ "Seniman Pelopor Angkatan '45". tokohindonesia.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-23. Diakses tanggal 11 Maret 2012. 
  5. ^ Rosidi 2010, hlm. 62
  6. ^ a b Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 979-9012-12-0 hlm. 94
  7. ^ Sinematek Indonesia & Badan Penelitian dan Pengembangan, Penerangan, Departemen Penerangan RI. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. hlm. 65
  8. ^ Rosidi 2010, hlm. 63
  9. ^ Rosidi 2010, hlm. 63–64
  10. ^ "Sejarah Pendirian Lesbumi III". Jagad Budaya. 2019-03-01. Diakses tanggal 2021-02-14. 
  11. ^ "Daftar nama-nama tjalon jang terpilih untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Pemilihan tahun 1971". Siaran Pemilihan Umum. Jakarta. 14 August 1971. hlm. 3. 
  12. ^ https://books.google.co.id/books?id=VODlHHq4FukC&pg=PA143
  13. ^ IHW. "Ahli Waris Utama, Istri Kedua atau Anak dari Istri Pertama?". hukumonline.com (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2023-06-30. 
  14. ^ Imanjaya 2006, hlm. 49
  15. ^ Rosidi 2010, hlm. 60
Bibliografi

Bacaan lebih lanjut

sunting
  • M.S. Hutagalung, Tanggapan Dunia Asrul Sani (1967)
  • Ajip Rosidi dkk. (ed.), Asrul Sani 70 Tahun, Penghargaan dan Penghormatan (1997)

Pranala luar

sunting