Suku Jawa
Suku Jawa (Bahasa Jawa Ngoko: ꦮꦺꦴꦁꦗꦮ Wong Jawa, Krama: ꦠꦶꦪꦁꦗꦮꦶ Tiyang Jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Sebelumnya suku Jawa berjumlah 47,05% pada tahun 1930 yang diadakan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada waktu itu. Penurunan ini terjadi karena banyaknya orang Jawa yang menjadi bagian dari etnis setempat di beberapa daerah di Indonesia.[3] Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Jakarta, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Banten dan Kalimantan Timur. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon. Suku Jawa juga memiliki sub-suku, seperti Suku Osing, Orang Samin, Suku Tengger, dan lain-lain. Selain itu, suku Jawa ada pula yang berada di negara New Caledoania dan Suriname, Amerika Selatan karena pada masa kolonial Belanda suku ini dibawa ke sana sebagai pekerja. Saat ini suku Jawa di Suriname menjadi salah satu suku terbesar disana dan dikenal sebagai Jawa Suriname.
Bahasa
Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan Bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal dasawarsa 1990-an, kurang lebih hanya 42% orang Jawa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari-hari, sekitar 28% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya hanya menggunakan bahasa Jawa saja.
Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosakata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.
Budaya Jawa
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa dan dianut oleh masyarakat Jawa khususnya di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yaitu budaya Banyumasan, budaya Jawa Tengah-DIY dan budaya Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan. Budaya Jawa selain terdapat di Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur terdapat juga di daerah perantauan orang Jawa yaitu di Jakarta, Sumatera dan Suriname. Bahkan budaya Jawa termasuk salah satu budaya di Indonesia yang paling banyak diminati di luar negeri. Beberapa budaya Jawa yang diminati di luar negeri adalah Wayang Kulit, Keris, Batik dan Gamelan. Di Malaysia dan Filipina dikenal istilah keris karena pengaruh Majapahit.[4] LSM Kampung Halaman dari Yogyakarta yang menggunakan wayang remaja adalah LSM Asia pertama yang menerima penghargaan seni dari AS tahun 2011. Gamelan Jawa menjadi pelajaran wajib di Amerika Serikat, Singapura dan Selandia Baru.[5] Gamelan Jawa rutin digelar di AS-Eropa atas permintaan warga AS-Eropa. Sastra Jawa Negarakretagama menjadi satu satunya karya sastra Indonesia yang diakui UNESCO sebagai Memori Dunia. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni.[6] Budaya Jawa termasuk unik karena membagi tingkat bahasa Jawa menjadi beberapa tingkat yaitu Ngoko, Madya Krama.
Kepercayaan
Mayoritas orang Jawa menganut agama Islam (sekitar 95%). Masyarakat Muslim Jawa umumnya dikategorikan ke dalam dua golongan, yaitu kaum Santri dan Abangan. Kaum santri mengamalkan ajaran agama sesuai dengan syariat Islam, sedangkan kaum abangan walaupun menganut Islam namun dalam praktiknya masih terpengaruh Kejawen yang kuat.
Orang Jawa juga ada yang menganut agama Kristen (sekitar 4%), baik Protestan maupun Katolik.Sama seperti muslim Jawa, orang Jawa Kristen juga ada yang disebut Kristen abangan yang masih terpengaruh Kejawen yang kuat. Orang Jawa Kristen kebanyakan tersebar di Salatiga, Surakarta, Magelang dan Yogyakarta di mana penganut Kristen mencapai 15% hingga 25% dan penganut Islam sekitar 75% hingga 85%.
Di kota-kota besar seperti Semarang, Surabaya, Malang dan wilayah perkotaan lainnya penduduk beragama Islam sekitar 85% hingga 95% dan Kristen sekitar 5% hingga 15% yang sebagian juga terdiri dari orang Tionghoa. Di kawasan lainnya di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta hampir semua penduduknya beragama Islam (sekitar 95% hingga 99%) dan penduduk non muslim hanya sekitar 1% hingga 5%.
Sekitar 1% Orang Jawa lainnya juga menganut Hindu, Buddha maupun kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai Kejawen. Kantong kecil Orang Jawa Hindu masih ditemukan dseperti di Blitar, Banyuwangi, Probolinggo dan Pasuruan di mana terdapat umat Hindu yang membentuk populasi sekitar 1% hingga 2% dari jumlah penduduk, sedangkan kantong kecil orang Jawa Buddha dapat ditemukan di Temanggung yang memiliki 1% umat Buddha dari total penduduk. Di wilayah-wilayah lain penganut Hindu dan Buddha kurang dari 1%, kecuali di Kota Surabaya yang memiliki umat Buddha 1% karena banyak terdapat orang Tionghoa.
Profesi
Mayoritas masyarakat Jawa berprofesi sebagai petani. Sedangkan di perkotaan mereka berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, karyawan, pedagang, usahawan, dan lain-lain. Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta jumlah orang Jawa mencapai 40% pada tahun 2015 dari penduduk Jakarta. Orang Jawa perantauan di Jakarta bekerja di berbagai bidang. Hal ini terlihat dari jumlah mudik lebaran yang terbesar dari Jakarta adalah menuju Jawa Tengah. Secara rinci prediksi jumlah pemudik tahun 2014 ke Jawa Tengah mencapai 7.893.681 orang. Dari jumlah itu didasarkan beberapa kategori, yakni 2.023.451 orang pemudik sepeda motor, 2.136.138 orang naik mobil, 3.426.702 orang naik bus, 192.219 orang naik kereta api, 26.836 orang naik kapal laut, dan 88.335 orang naik pesawat.[7] Bahkan menurut data Kementerian Perhubungan Indonesia menunjukkan tujuan pemudik dari Jakarta adalah 61% Jateng dan 39% Jatim. Ditinjau dari profesinya, 28% pemudik adalah karyawan swasta, 27% wiraswasta, 17% PNS/TNI/POLRI, 10% pelajar/mahasiswa, 9% ibu rumah tangga dan 9% profesi lainnya. Diperinci menurut pendapatan pemudik, 44% berpendapatan Rp. 3-5 Juta, 42% berpendapatan Rp. 1-3 Juta, 10% berpendapatan Rp. 5-10 Juta, 3% berpendapatan di bawah Rp. 1 Juta dan 1% berpendapatan di atas Rp. 10 Juta.[8]
Stratifikasi sosial
Masyarakat Jawa juga terkenal akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960-an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok: kaum santri, abangan, dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan. Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa, dan India.
Seni
Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan wiracarita Ramayana dan Mahabharata. Selain pengaruh India, pengaruh Islam dan Dunia Barat ada pula. Seni batik dan keris merupakan dua bentuk ekspresi masyarakat Jawa. Musik gamelan, yang juga dijumpai di Bali memegang peranan penting dalam kehidupan budaya dan tradisi Jawa.
Tokoh-tokoh Jawa
- Abdurrahman Wahid, Mantan Presiden Republik Indonesia.
- Ahmad Dahlan, Ulama (Kyai) dan pendiri organisasi Muhammadiyah.
- Boediono, Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia (2009-2014).
- Hasyim Asyari, Pendiri Nahdatul Ulama.
- H.M. Soeharto, Mantan Presiden Republik Indonesia.
- Joko Widodo, Mantan Wali Kota Solo, Mantan Gubernur DKI, Presiden Republik Indonesia.
- Julius Darmaatmadja, Uskup Agung Jakarta dan Mantan Ketua KWI (Konferensi Waligereja Indonesia) 2000-2006.
- Khofifah Indar Parawansa, Politikus dan Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Sosial Kabinet Kerja.
- Megawati Soekarnoputri, Mantan presiden republik indonesia dan sekaligus presiden wanita pertama di Indonesia
- Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan budayawan.
- Paul Salam Soemohardjo, Ketua Parlemen Suriname dan Ketua Partai Pertjaja Luhur di Suriname.
- Purnomo Yusgiantoro, Mantan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral.
- R.A. Kartini, Pahlawan Nasional.
- Saifullah Yusuf, Mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal. Sekarang menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur.
- Soekarno, Proklamator dan mantan Presiden Republik Indonesia ke-1(1945-1967),Perdana menteri Indonesia ke-11(1959-1966
- Susilo Bambang Yudhoyono, Mantan Presiden Republik Indonesia(2004-2014)
- Wage Rudolf Supratman, Pencipta lagu "Indonesia Raya".
- Wahid Hasjim, Pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia.
- Hidayat Nur Wahid, Mantan Ketua MPR RI periode tahun 2004-2009, Wakil Ketua MPR (2014-sekarang).
- Emha Ainun Nadjib, Ulama, Budayawan, Seniman, Penulis, Pendidik, Psikolog, Konsultan kesehatan.
Galeri
-
Bangsawan Jawa
Lihat pula
Referensi
- ^ Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.
- ^ Peresmian Konghucu, diakses 15 Mei 2012
- ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2003.
- ^ Describe Indonesia: Keris lebih dari sekadar pusaka
- ^ Wartapedia: Gamelan Jawa menjadi ujian akhir Universitas Wellington
- ^ Kompas: Majapahit jajah hingga Semenanjung Malaya
- ^ http://nasional.news.viva.co.id/news/read/515679-kenaikan-jumlah-pemudik-asal-jateng-tahun-ini-paling-tinggi/
- ^ http://hubdat.dephub.go.id/berita/1348-279-juta-penduduk-akan-melakukan-mudik-lebaran-2014/
Bacaan lanjutan
- Clifford Geertz.1960. The religion of Java. Glencoe: The Free press of Glencoe
Pranala luar
- (Indonesia) Jawanisasi di Indonesia
</noinclude>