Lini masa sejarah pameran seni di Indonesia

Revisi sejak 2 Februari 2018 09.14 oleh Madyn (bicara | kontrib) (1960an)

Halaman ini merupakan lini masa dari sejarah seni di Indonesia. Jangka waktu terbagi menjadi dua periode besar pra- dan pasca-Kemerdekaan.

Pra-Kemerdekaan

1700-an

1800-an

1900-an - 1945

Pasca-Kemerdekaan

1945 - 1950

1950an

  • 1954 - Balai Budaya didirikan di Jakarta yang digunakan sebagai ruang pameran dan pusat kebudayaan.[1]
  • 1954 - Pameran Mahasiswa (Seni Rupa) Bandung dari Institut Teknologi Bandung di Balai Budaya yang menampilkan karya-karya lukisan abstrak. Dalam tulisannya yang berjudul Bandung Mengabdi Laboratorium Barat, Trisno Sumardjo mengkritik pameran ini[8]. Dari sinilah, perdebatan antara Mahzab Bandung yang bercorak abstrak dan Mahzab Yogyakarta yang cenderung bertema kerakyatan bermula.[1]
  • 1955 - Pameran Sanggar Pelukis Rakyat dalam rangka peringatan ulang tahun PKI.[1]
  • 1955 - Sejumlah seniman seperti S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Henk Ngantung dan Trubus Soedarsono terpilih menjadi anggota Parlemen dalam Pemilu 1955.[1]
  • 1955 - Dullah, diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi pelukis istana yang bertugas merawat karya-karya seni koleksi Presiden. Ia juga dipercaya untuk menyusun buku "Lukisan-lukisan Koleksi Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia".[1]
  • 1955 - Exposisi Senirupa Indonesia Klasik & Modern diselenggarakan sebagai bagian Konferensi Asia Afrika. Bertempat di Gedung Lyceum Bandung, 66 seniman mengikuti pameran ini, antara lain Srihadi Soedarsono, But Muchtar, Haryadi Suadi dan Fadjar Sidik.[1]
  • 1956 - Pameran lukisan Lembaga Seniman Yin-Hua (Yin Hua Meishu Xiehui), yang merupakan perkumpulan pelukis keturunan Tionghoa di Indonesia. Bertempat di Hotel des Indes, pameran diikuti 46 seniman seperti Lee Man Fong, Tjan Kiong Beng, Tsao Ta Li, dan Oei Tiang Oen yang menampilkan 242 karya. Pameran ini dibuka oleh Presiden Soekarno.[9]
  • 1959 - Pameran LEKRA Operasi Gempa Langit III sebagai hasil program TURBA (Turun ke Bawah), serupa riset etnografi dan residensi para seniman di beberapa daerah, antara lain: Gunungkidul, Yogyakarta, dan Tambaklorok, Semarang.[1]
  • 1959 - Pameran LKI di Surakarta.[1]
  • 1959 - Sanggar Bambu, wadah kesenian untuk remaja dan seniman yang berbasis di kampung-kampung, didirikan di Yogyakarta oleh Soenarto Pr, Moeljadi W. Wardojo, dan beberapa seniman lain. Selain seni rupa, juga dikenal karena aktivitas teater, sastra dan musik.[1]

1960an

  • 1960 - Pameran BMKN di Bandung.[1]
  • 1961 - Sanggar Bumi Tarung didirikan di Yogyakarta oleh Amrus Natalsya, Djoko Pekik, Misbach Tamrin dan lain-lain dengan mengusung aliran realisme revolusioner dan menegakkan prinsip-prinsip LEKRA dalam berkesenian. Semua anggota sanggar ini adalah anggota LEKRA.[1]
  • 1962 - Lee Man Fong menggantikan Dullah sebagai pelukis istana dan penyelia koleksi kepresidenan.[1]
  • 1963 - Sejumlah seniman dan budayawan antara lain: H.B Jassin, Goenawan Mohamad, Nashar memprakarsai Manifes Kebudayaan, sebagai respon atas pergerakan budaya yang cenderung kiri. Manifes ini berdasar pada humanisme universal. Setahun setelah dideklarasikan, Manifes ini dilarang oleh pemerintah.[1]
  • 1963 - Pameran untuk menyambut penyelenggaraan Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang (The Games of the New Emerging Forces, GANEFO) menunjukkan pertentangan yang makin tajam antara kubu ‘kiri’ dengan kubu ‘humanisme universal’. Asrul Sani menjadi penyelia pameran ini. Oleh penentangnya, pameran ini diangggap lebih banyak menyertakan karya abstrak-figuratif, yang tidak sesuai dengan kehendak 'pelukis-pelukis baik, revulsioner, progresif, dan patriotik.’[1]
  • 1965 - Pecahnya peristiwa Gerakan 30 September. Pasca terjadinya peritiwa ini, LEKRA dibubarkan.
  • 1966 - Pameran 11 Seniman Bandung, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Popo Iskandar, But Muchtar, Srihadi Soedarsono, Gregorius Sidharta, A.D. Pirous, Kaboel Soeadi, Jusuf Affendi, Rita Widagdo, Angkama Setiadipradja di Balai Budaya, Jakarta.
  • 1968 - Sanggar Bambu bekerja sama dengan Pemuda Katolik Tjabang Katedral Djakarta mengumpulkan 59 pelukis dan pematung untuk memamerkan 118 karya dalam Aksi Natal di Jl. Katedral, Jakarta.[1]
  • 1969 - Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin pada tanggal 17 Juni.[1] Pada masa ini, anggota DKJ diangkat oleh Akademi Jakarta, sebagai penasehat Gubernur dalam bidang seni dan budaya.
  • 1970 - Galeri Cipta dibangun di Taman Ismail Marzuki.[1] Galeri ini kemudian menjadi salah satu ruang pamer utama dan menjadi tempat diselenggarakannya berbagai pameran besar di Jakarta.

1970an

1980an

1990an

2000an

2010an

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak Esche, Charles; Hujatnika, Agung (2017). Art Turns. World Turns. Exploring the Collection of the Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara. Jakarta: The Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN). ISBN 978-602-50539-0-0. 
  2. ^ a b Brochure Kesenian (1949). Kementerian Penerangan Republik Indonesia
  3. ^ a b "Indonesian Visual Art Archive | Koleksi Dokumen PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia)". archive.ivaa-online.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-01-29. 
  4. ^ Soetijoso (1941). Pertoendjoekan Loekisan-Loekisan Indonesia di Kunstkring Djakarta. Majalah Poedjangga Baroe, No. II Tahun VIII, Mei 1941
  5. ^ Pertoendjoekan Loekisan di Djawa. Majalah Djawa Baroe, 1943.
  6. ^ Sketsa-Sketsa Henk Ngantung dari Masa ke Masa. Jakarta: Sinar Harapan. 1981
  7. ^ "Artworks". archive.ivaa-online.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-01-30. 
  8. ^ Sumardjo, Trisno (1954). Bandung Mengabdi Laboratorium Barat. Majalah Siasat, 5 Desember 1954.
  9. ^ Sumardjo, Trisno (1956). Pameran Senirupa Yin Hwa. Majalah Siasat, 25 Januari 1956.