Kabupaten Klungkung
8°39′S 115°29′E / 8.650°S 115.483°E
Kabupaten Klungkung ᬓᬩᬸᬧᬢᬾᬦ᭄ᬓ᭄ᬮᬸᬂᬓᬸᬂ | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Dharmaning Ksatriya Mahottama "Kewajiban seseorang berjiwa ksatria sungguh mulia" | |
Koordinat: 8°32′20″S 115°24′16″E / 8.5389°S 115.4045°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Bali |
Ibu kota | Semarapura |
Jumlah satuan pemerintahan | |
Pemerintahan | |
• Bupati | I Nyoman Suwirta |
• Wakil Bupati | I Made Kasta |
Luas | |
• Total | 315,00 km²[1] km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi ((2017)[1]) | |
• Total | 215,852 jiwa |
Demografi | |
• Agama | Hindu 94.38% Islam 4.21% Buddha 0.72% Kristen Protestan 0.60% Katolik 0.09%[2] |
• Bahasa | Bali, Indonesia |
• IPM | 69,31 (2016)[3] |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0366 |
Kode Kemendagri | 51.05 |
APBD | Rp.1.094.682.989.901,-[4] |
PAD | Rp. 152.478.228.437,- |
DAU | Rp. 530.371.681.000,- |
Situs web | http://www.klungkungkab.go.id/ |
Kabupaten Klungkung adalah kabupaten terkecil di provinsi Bali, Indonesia. Ibukotanya berada di Semarapura. Klungkung berbatasan dengan Kabupaten Bangli di sebelah utara, Kabupaten Karangasem di timur, Kabupaten Gianyar di barat dan dengan Samudra Hindia di sebelah selatan.
Sepertiga wilayah Kabupaten Klungkung (112,16 km²) terletak di antara pulau Bali dan dua pertiganya (202,84 km²) lagi merupakan kepulauan, yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Sejarah
Masa Kerajaan Gelgel dan Klungkung
Pada zaman kerajaan, Klungkung menjadi pusat pemerintahan raja-raja Bali. Ida I Dewa Agung Jambe adalah Pendiri Kerajaan Klungkung tahun 1686 dan merupakan penerus Dinasti Gelgel. Kerajaan Gelgel pada waktu itu merupakan pusat kerajaan di Bali dan masa keemasan kerajaan ini tercipta pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong. Raja Klungkung adalah pewaris langsung dan keturunan dari Dinasti Kresna Kepakisan. Oleh karenanya, sejarah Klungkung berhubungan erat dengan raja-raja yang memerintah di Samprangan dan Gelgel.
Pada tahun 1650, terjadi pemberontakan oleh seorang Perdana Menteri Kerajaan bernama I Gusti Agung Maruti yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Gelgel yang pada saat itu diperintah Dalem Dimade. Gusti Agung Maruti mengambil alih Kerajaan tersebut dari tangan Dalem Dimade raja terakhir yang memerintah kerajaan Gelgel. Pada waktu itu Dalem Dimade menyelamatkan diri dengan mengungsi ke Desa Guliang di wilayah Kerajaan Bangli. Salah seorang Putranya, Ida I Dewa Agung Jambe, kemudian berhasil merebut kembali kerajaan Gelgel dari cengkraman I Gusti Agung Maruti pada tahun 1686 M. Sejak itu Gelgel tidak lagi sebagai tempat kerajaan. Di daerah utara dari Gelgel, yang kemudian dinamai Klungkung, disitulah kemudian Ida I Dewa Agung Jambe mendirikan Istana tempat tinggal. Istana ini kemudian dinamakan Semarapura atau Semarajaya. Sejak itu gelar "Dalem" tidak lagi dipergunakan bagi raja- raja yang memerintah di Kerajaan Klungkung. Gelar yang disandang secara turun–temurun oleh raja – raja Klungkung disebut "Dewa Agung".
Jadi selama pemerintahan Dinasti Kepakisan di Bali, terjadi dua kali perpindahan pusat kerajaan (tahun 1350-1908):
- Pertama: dari Samprangan ke Gelgel – Swecapura berlangsung secara damai (abad ke-14) dengan raja yang berkuasa: Dalem Ketut Nglesir, Dalem Waturenggong, Dalem Bekung, Dalem Segening, dan Dalem Dimade.
- Kedua: pusat kerajaan pindah dari Gelgel – Swecapura ke pusat Kerajaan Klungkung – Semarapura antara abad 17–20 dengan Raja Dewa Agung Jambe, Dewa Agung Made, Dewa Agung Di Madya, Sri Agung Sakti, Sri Agung Putra Kusamba, dan Dewa Agung Istri Kania.
Kerajaan Klungkung Bali telah berhasil mencapai punjak kejayaan dan keemasannya dalam bidang pemerintahan, adat dan seni budaya pada abad ke 14 – 17 di bawah kekuasaan Dalem Waturenggong dengan pusat kerajaan di Keraton Gelgel – Swecapura memiliki wilayah kekuasaan sampai Lombok dan Blambangan. Terjadinya perang Puputan Klungkung ketika pusat kerajaan Klungkung sudah berada di keraton Semarapura.
Beberapa raja telah memerintah secara turun – temurun di Kerajaan klungkung , dan yang terakhir adalah Ida I Dewa Agung Gede Jambe (Ida I Dewa Agung Putra IV), nama yang sama dengan nama raja yang telah mendirikan Kerajaan Klungkung. Kerajaan Klungkung tidak bertahan lama, wilayah kerajaan terbelah menjadi kerajaan-kerajaan kecil seperti kerajaan Badung, Gianyar, Karangasem, Buleleng, Bangli, Tabanan, Jembrana, Denpasar dan kerajaan Klungkung sendiri.
Pada masa pemerintahan raja Klungkung terakhir yaitu Ida I Dewa Agung Gede Jambe, pada tanggal 28 April 1908, terjadi suatu peristiwa yang menggemparkan di Kerajaan Klungkung. Serdadu Belanda dibawah Komando Jenderal M.B.Rost Van Tonningen telah melakukan serangan terhadap Kerajaan Klungkung. Raja Ida I Dewa Agung Jambe dengan disertai para Bahudanda (Pembesar Kerajaan) dan segenap rakyatnya yang setia berupaya melakukan perlawanan yang gigih terhadap serangan pasukan Belanda tersebut, namun sia–sia. Raja bersama dengan pengikutnya gugur di medan Puputan. Sedangkan di pihak Belanda walaupun ada juga beberapa yang tewas dan luka–luka, tapi tidak berarti apa–apa bagi keutuhan pasukan Belanda, namun cukup memberikan pukulan psikologis terhadap Belanda. Kejadian itu dikenal sebagai "Puputan Klungkung". Sejak itu Kerajaan Klungkung menjadi jajahan Belanda.
Perang Kusamba (24 Mei 1849)
Kusamba, sebuah desa yang relatif besar di timur Smarapura hingga abad ke-18 lebih dikenal sebagai sebuah pelabuhan penting Kerajaan Klungkung. Desa yang penuh ilalang (kusa= ilalang) itu tampil dalam sejarah perpolitikan Bali manakala Raja I Dewa Agung Putra membangun sebuah istana di desa yang terletak di pesisir pantai itu. Bahkan, I Dewa Agung Putra menjalankan pemerintahan dari istana yang kemudian diberi nama Kusanegara itu. Sampai di situ, praktis Kusamba menjadi pusat pemerintahan kedua Kerajaan Klungkung. Pemindahan pusat pemerintahan ini tak pelak turut mendorong kemajuan Kusamba sebagai pelabuhan yang kala itu setara dengan pelabuhan kerajaan lainnya di Bali seperti Kuta.
Nama Kusamba makin melambung manakala ketegangan politik makin menghebat antara I Dewa Agung Istri Kanya selaku penguasa Klungkung dengan Belanda di pertengahan abad ke-19. Sampai akhirnya pecah peristiwa perang penting dalam sejarah heroisme Bali,Perang Kusamba yang menuai kemenangan telak dengan berhasil membunuh jenderal Belanda sarat prestasi, Jenderal AV Michiels.
Drama heroik itu bermula dari terdamparnya dua skoner (perahu) milik G.P. King, seorang agen Belanda yang berkedudukan di Ampenan,Lombok di pelabuhan Batulahak, di sekitar daerah Pesinggahan. Kapal ini kemudian dirampas oleh penduduk Pesinggahan dan Dawan. Raja Klungkung sendiri menganggap kehadiran kapal yang awaknya sebagian besar orang-orang Sasak itu sebagai pengacau sehingga langsung memrintahkan untuk membunuhnya.
Oleh Mads Lange, seorang pengusaha asal Denmark yang tinggal di Kuta yang juga menjadi agen Belanda dilaporkan kepada wakil Belanda di Besuki. Residen Belanda di Besuki memprotes keras tindakan Klungkung dan menganggapnya sebagai pelanggaran atas perjanjian 24 Mei 1843 tentang penghapusan hukum Tawan Karang. Kegeraman Belanda bertambah dengan sikap Klungkung membantu Buleleng dalam Perang Jagaraga, April 1849. Karenanya, timbullah keinginan Belanda untuk menyerang Klungkung.
Ekspedisi Belanda yang baru saja usai menghadapi Buleleng dalam Perang Jagaraga, langsung dikerahkan ke Padang Cove (sekarang Padang Bai) untuk menyerang Klungkung. Diputuskan, 24 Mei 1849 sebagai hari penyerangan.
Klungkung sendiri sudah mengetahui akan adanya serangan dari Belanda itu. Karenanya, pertahanan di Pura Goa Lawah diperkuat. Dipimpin Ida I Dewa Agung Istri Kanya, Anak Agung Ketut Agung dan Anak Agung Made Sangging, Klungkung memutuskan mempertahankan Klungkung di Goa Lawah dan Puri Kusanegara di Kusamba.
Perang menegangkan pecah di Pura Goa Lawah. Namun, karena jumlah pasukan dan persenjatan yang tidak berimbang, laskar Klungkung pun bisa dipukul mundur ke Kusamba. Di desa pelabuhan ini pun, laskar Klungkung tak berkutik. Sore hari itu juga, Kusamba jatuh ke tangan Belanda. Laskar Klungkung mundur ke arah barat dengan membakar desa-desa yang berbatasan dengan Kusamba untuk mencegah serbuan tentara Belanda ke Puri Klungkung.
Jatuhnya Kusamba membuat geram Dewa Agung Istri Kanya. Malam itu juga disusun strategi untuk merebut kembali Kusamba yang melahirkan keputusan untuk menyerang Kusamba 25 Mei 1849 dini hari. Kebetulan, malam itu, tentara Belanda membangun perkemahan di Puri Kusamba karena merasa kelelahan.
Hal ini dimanfaatkan betul oleh Dewa Agung Istri Kanya. Beberapa jam berikutnya sekitar pukul 03.00, dipimpin Anak Agung Ketut Agung, sikep dan pemating Klungkung menyergap tentara Belanda di Kusamba. Kontan saja tentara Belanda yang sedang beristirahat itu kalang kabut. Dalam situasi yang gelap dan ketidakpahaman terhadap keadaan di Puri Kusamba, mereka pun kelabakan.
Dalam keadaaan kacau balau itu, Jenderal Michels berdiri di depan puri. Untuk mengetahui keadaan tentara Belanda menembakkan peluru cahaya ke udara. Keadaan pun menjadi terang benderang. Justru keadaan ini dimanfaatkan laskar pemating Klungkung mendekati Jenderal Michels. Saat itulah, sebuah meriam Canon yang dalam mitos Klungkung dianggap sebagai senjata pusaka dengan nama I Selisik, konon bisa mencari sasarannya sendiri ditembakkan dan langsung mengenai kaki kanan Michels. Sang jenderal pun terjungkal.
Kondisi ini memaksa tentara Belanda mundur ke Padang Bai. Jenderal Michels sendiri yang sempat hendak diamputasi kakinya akhirnya meninggal sekitar pukul 23.00. Dua hari berikutnya, jasadnya dikirim ke Batavia. Selain Michels, Kapten H Everste dan tujuh orang tentara Belanda juga dilaporkan tewas termasuk 28 orang luka-luka.
Klungkung sendiri kehilangan sekitar 800 laskar Klungkung termasuk 1000 orang luka-luka. Namun, Perang Kusamba tak pelak menjadi kemenangan gemilang karena berhasil membunuh seorang jenderal Belanda. Sangat jarang terjadi Belanda kehilangan panglima perangnya apalagi Michels tercatat sudah memenangkan perang di tujuh daerah.
Meski akhirnya pada 10 Juni 1849, Kusamba jatuh kembali ke tangan Belanda dalam serangan kedua yang dipimpin Lektol Van Swieten, Perang Kusamba merupakan prestasi yang tak layak diabaikan. Tak hanya kematian Jenderal Michels, Perang Kusamba juga menunjukkan kematangan strategi serta sikap hidup yang jelas pejuang Klungkung.
Perang Puputan Klungkung (21 April 1908)
Puputan Klungkung diawali oleh peristiwa Perang Gelgel yang meletus tanggal 18 April 1908. kemudian tanggal 21 April 1908 Belanda mengerahkan angkatan lautnya dari pantai Jumpai dan keesokan harinya mendarat di Kusamba dan menyerang Klungkung dari arah timur, barat, dan selatan. Raja Klungkung I Dewa Agung Jambe beserta keluarga dan rakyat bertempur habis-habisan (puputan) sampai gugur.
Ini adalah perlawanan bunuh diri yang sarat ritual oleh penguasa dan pengikut mereka terhadap detasemen pasukan kolonial Belanda yang dipersenjatai dengan baik. Pada akhirnya hampir dua ratus orang Bali terbunuh oleh peluru Belanda. Setelah kejadian ini, Klungkung ditempatkan di bawah pemerintahan langsung Belanda. Pada tahun 1929 keponakan penguasa terakhir, Dewa Agung Oka Geg, diangkat menjadi bupati oleh penguasa kolonial. Pada tahun 1938 statusnya dan tujuh bupati Bali lainnya diakui kedaulatannya sebagai zelfbestuurder atau raja. Setelah pembentukan negara Indonesia kesatuan di 1949-1950, jabatan raja telah dihapuskan di Bali dan di tempat lainnya. Gelar Dewa Agung tidak dipergunakan lagi seiring dengan kematian Dewa Agung Oka Geg pada tahun 1964. Sejak itu anggota-anggota keluarganya beberapa kali terpilih untuk memimpin Klungkung sebagai bupati.
Masa Hindia Belanda (1929-1942)
Guna memulihkan situasi Kerajaan Klungkung yang baru saja ditaklukkan yaitu dalam upaya agar rakyatnya mau memberikan simpati dan dukungan kepada Pemerintah Kerajaan yang baru, maka Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk mengangkat seorang tokoh yang tepat untuk menjadi raja. Tokoh tersebut tiada lain ialah Ida I Dewa Agung Gede Oka Geg. Penobatannya yakni sebagai regen (Zelfbesturder Landschap Van Klungkung) dilakukan pada bulan Juli 1929. Siasat ini dapat memulihkan keadaan di Kerajaan Klungkung sampai akhirnya bangsa Indonesia memploklamirkan Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Masa Pendudukan Jepang (1929-1945)
Zelfbestuur atau dikenal juga dengan istilah swapraja adalah istilah untuk wilayah yang memiliki hak pemerintahan sendiri. Status swapraja berarti daerah tersebut dipimpin oleh pribumi serta berhak mengatur urusan administrasi, hukum, dan budaya internalnya. Pemerintahan pendudukan Jepang (1942-1945) menggantikan status daerah swapraja menjadi kochi. Selanjutnya Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, melalui Undang-undang Darurat Republik Indonesia no 69 tahun 1958 tanggal 9 Agustus 1958 tentang Pembentukan daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Daerah Swapraja Klungkung diubah bentuknya menjadi Daerah Tingkat II Klungkung.
Masa Pemerintahan Indonesia (1945-sekarang)
Ketika dilaksanakannya Undang-Undang No. 18 tahun 1965, maka DATI II diubah dengan nama Kabupaten DATI II dan kemudian disempurnakan lagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1974 yang menggantikan nama Kabupaten. Dan seiring dengan perjalanan sang waktu, ibu kota kabupaten yakni Kota Klungkung pun diubah dan diresmikan namanya menjadi Kota Semarapura pada 28 April 1992 oleh Menteri Dalam Negeri Rudini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.18 tahun 1992. Selanjutnya, setiap 28 April ditetapkan sebagai Hari Puputan Klungkung dan HUT Kota Semarapura. Hari jadi kota Semarapura bertepatan juga dengan peresmian Monumen Puputan Klungkung.[5]
Pemerintahan
Daftar Bupati
Berikut adalah nama-nama Bupati Klungkung dari masa ke masa.
No | Foto | Nama | Mulai jabatan | Akhir jabatan | Wakil Bupati | Keterangan |
---|---|---|---|---|---|---|
Masa Kerajaan Klungkung (1686-1843) | ||||||
1 | Dewa Agung Jambe I | 1686 | 1722 | Tidak ada | anak atau kerabat Dalem Di Made | |
2 | Dewa Agung Made | 1722 | 1736 | anak Dewa Agung Jambe | ||
3 | Dewa Agung Dimadya | 1736 | 1760 | anak Dewa Agung Gede | ||
4 | Dewa Agung Śakti | 1760 | 1790 | anak Dewa Agung Made | ||
5 | Dewa Agung Putra I | 1790 | 1809 | anak Dewa Agung Śakti | ||
6 | Gusti Ayu Karang | 1809 | 1814 | Wali raja, istri Dewa Agung Putra I | ||
7 | Dewa Agung Putra II | 1814 | 1850 | Pemerintahan bersama | ||
8 | Dewa Agung Istri Kanya | 1814 | 1850 | |||
9 | Dewa Agung Ktut Agung | |||||
Dibawah perlindungan Hindia Belanda (1843-1903) | ||||||
10 | Dewa Agung Putra III
(Betara Dalem Ring Rum) |
1851 | 1903 | Tidak ada | cucu Dewa Agung Sakti | |
11 | Dewa Agung Jambe II | 1903 | 28 April 1908 | anak Dewa Agung Putra III | ||
Masa Pemerintahan Hindia Belanda (1908-1929) | ||||||
Dewa Agung Oka Geg | 1929 | 1929 | Tidak ada | kemenakan Dewa Agung Jambe II | ||
Masa Pemerintahan Indonesia | ||||||
1 | Tjokorda Gde Agung | 1977[6] | 1996 | |||
2 | Drs. Ida Bagus Oka | 1996[7] | 1998 | |||
3 | Tjokorda Gde Ngurah | 1998 | 2002 | |||
4 | I Wayan Chandra | 2003 | 2013 | |||
5 | I Nyoman Suwirta, S.Pd, MM | 16 Desember 2013 | 3 November 2023 | I Made Kasta | [8] | |
_ | I Made Kasta | 3 November 2023 | 16 Desember 2023 | Pelaksana Tugas (Plt.)ket. | ||
- | I Nyoman Jendrika | 16 Desember 2023 | Petahana | Penjabat Bupati (Pj.) ket. |
Dewan Perwakilan
Kecamatan
Kabupaten Klungkung dibagi menjadi 4 wilayah kecamatan, yaitu:
Pariwisata
Beberapa tempat menarik untuk dikunjungi antara lain:
Monumen Puputan
Monumen Puputan Klungkung merupakan monumen kebanggaan masyarakat Klungkung. Monumen ini merupakan simbol perjuangan rakyat dan kerajaan Klungkung melawan penjajah. Monumen Puputan Klungkung berlokasi di tengah-tengah kota Semarapura ibukota Klungkung tepatnya di jalan Untung Surapati. Tempat ini berada di posisi yang strategis karena terletak di tengah-tengah keramaian kota, pusat pertokoan di Klungkung, pasar tradisional, kantor pemerintahan Klungkung dan terletak berdampingan dengan Kertha Gosa. Jika dari pusat kota Denpasar dapat ditempuh melalui Jalan By Pass Ngurah Rai. Dari Jalan By Pass Ngurah Rai terus lurus ke arah Utara hingga sampai di Batubulan lalu dilanjutkan melalui Jalan By Pass Prof. Ida Bagus Mantra. Di sepanjang jalan ini kita dapat menyaksikan garis pantai selatan Bali dan juga jalan yang masih mulus karena memang proyek By Pass di jalur ini baru saja selesai. Terus melalui jalur jalan ini hingga sampai di desa Takmung yang merupakan bagian dari Kabupaten Klungkung. Perjalanan sudah semakin dekat karena kita hanya perlu berkendara sekitar 10 menit untuk mencapai pusat kota Semarapura (ibukota Klungkung).
Monumen Puputan Klungkung dibangun untuk mengenang jasa para pahlawan dan ksatria kerajaan Klungkung melawan serangan kolonialisme Belanda di zaman penjajahan. Monumen Puputan Klungkung merupakan tugu peringatan hari bersejarah Puputan Klungkung yang dulu terjadi pada hari Selasa Umanis 28 April 1908. Di sekitar areal monumen inilah dahulu terjadi perlawanan habis-habisan (perang puputan) melawan penjajah Belanda.
Monumen Puputan Klungkung tampak menjulang tinggi di tengah-tengah keramaian pusat kota Semarapura. Monumen ini memiliki tinggi sekitar 28 meter dan berdiri di areal tanah dengan luas sekitar 128 m2. Bentuk dari monumen ini umumnya sama seperti monumen-monumen peringatan di Bali dan mencirikan karya seni arsitektur Bali, yaitu terdiri dari lingga dan yoni. Pada bagian bawah lingga terdapat sebuah ruangan berpetak yang dilengkapi dengan pintu masuk bergapura sebanyak 4 buah yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pintu tersebut terletak di sebelah utara, timur, selatan dan barat dari bangunan lingga di bagian bawah. Di tengah-tengah antara ruangan berpetak dengan lingga terdapat bangunan kubah bersegi delapan yang alasnya dihiasi dengan kembang teratai sebanyak 19 buah. Dan secara keseluruhan angka-angka pada monumen ini akan mencerminkan pada tanggal bersejarah bagi masyarakat Klungkung 28-4-1908. Di sekitar monumen dilengkapi dengan bale bengong di setiap sudut halamannya dan biasanya bale bengong ini dimanfaatkan sebagai tempat belajar kelompok oleh para pelajar SD, SMP maupun SMA di Klungkung.
Desa Wisata Kamasan
Menyebut nama Desa Kamasan, Klungkung, maka ingatan kita akan tertuju pada sebentang kanvas berhiaskan tokoh-tokoh pewayangan. Kamasan memang sudah sangat identik dengan lukisan tradisional wayang klasik Bali itu. Dari generasi ke generasi, krama Kamasan begitu suntuk menekuni kesenian warisan leluhurnya. Gemuruh perkembangan seni rupa dunia yang menawarkan beragam aliran, tak kuasa membuat mereka berpaling. Bahkan, tidak sedikit krama Kamasan menggantungkan sumber penghidupannya dari aktivitas berkesenian.
Kamasan adalah sebuah komunitas seniman lukisan tradisional. Begitu intim dan begitu lama berkembangnya seni lukis tradisional maka para seniman menyebut hasil-hasil lukisan di sana memiliki gaya (style) tersendiri yaitu lukisan tradisional Kamasan. Sesungguhnya bakat seni tumbuh pula pada karya-karya seni lainnya yaitu berupa seni ukir emas dan perak dan yang terakhir ialah seni ukir peluru. Meskipun dari segi material yang digunakan kain warna logam mengikuti perubahan yang terjadi tetapi ciri khasnya tetap tampak dalam tema lukisan atau ukiran yaitu menggambarkan tokoh-tokoh wayang.
Lukisan Tradisional Wayang Kamasan Asal usul lukisan wayang tradisional gaya Kamasan, menurut I Made Kanta (1977), merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan (manusia dengan alam sekitar) pada zaman pra-sejarah hingga masuknya agama Hindu di Bali dan keahlian tersebut mendapatkan kesempatan berkembang dengan baik. Cerita yang dilukis gaya Kamasan banyak yang mengandung unsur seni dan makna filosofis yang diambil dari Ramayana dan Mahabharata, termasuk juga bentuk pawukon dan palelidon. Salah satu contoh warisan lukisan Kamasan telah menghiasi langit-langit di Taman Gili dan Kerthagosa, Semarapura, Klungkung.
Kamasan sebagai pusat berkembangnya lukisan dan ukiran tradisional klasik Bali adalah nama sebuah desa di Kecamatan dan Kabupaten Klungkung. Desa Kamasan secara geografis termasuk desa dataran rendah dekat dengan pantai Klotok atau pantai Jumpai ± 3 km. Jarak dari Denpasar ke desa ini sekitar 43 km. Akses sangat mudah karena dekat dengan pusat Kota Semarapura, Klungkung.
Referensi
- ^ a b c d e "Permendagri no.137 tahun 2017". 27 Desember 2017. Diakses tanggal 12 Juni 2018.
- ^ "Kabupaten Klungkung Dalam Angka 2016". Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 16 Juli 2018.
- ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2016". Diakses tanggal 2018-07-06.
- ^ "APBD 2018 ringkasan update 04 Mei 2018". 2018-05-04. Diakses tanggal 2018-07-06.
- ^ Klungkung, Pemerintah Kabupaten. "Sejarah Klungkung". Pemerintah Kabupaten Klungkung (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-10-22.
- ^ Berdasarkan data Perda no.4 tahun 1977
- ^ Berdasarkan data Perda No.8 Tahun 1996
- ^ redaksi@beritabali.com. "Rekam Jejak 4 Tahun Kepemimpinan Bupati Klungkung | Beritabali.com". Beritabali.com - Informasi Terkini dari Bali (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-22. Diakses tanggal 2018-10-22.
Lihat Juga
Pranala luar
- (Indonesia) Situs resmi
- (Indonesia) Profil di bali.go.id