Rumpun Timor

kelompok etnik di Indonesia ‎

Suku Timor merupakan salah satu suku bangsa Indonesia di wilayah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur yang terletak pada geografi sebelah utara dan juga barat terdapat Laut Sawu, pada wilayah timur berdekatan dengan negara Timor Leste, dan Selatan berbatasan dengan Laut Timor. Kediaman Suku Timor terdapat 2 wilayah persebaran, ada yang mendiami wilayah Indonesia dan yang lainnya bermukim di negara Timor Leste.[1] Bagi Suku Timor, Wilayah kediaman atau biasa disebut pulau Timor ini juga populer dengan nama “Nusa Cendana”, yaitu wilayah yang memiliki padang sabana yang luas, bukit-bukit, dan hutan primer maupun hutan sekunder.[2]

Sistem Budaya

Masyarakat Suku Timor mendirikan bangunan pada tempat yang sulit dijangkau oleh orang-orang tertentu, hal ini disebabkan sebagai pelindungan diri bagi masyarakat Suku Timor dalam mengantisipasi datanganya serangan tanpa diduga oleh para musuh. Adapun wilayah yang dipilih yaitu pada daerah tinggi seperti diatas gunung karang yang sekelilingnya memiliki semak berduri atau dinding dari batu. Rumah adat Suku Timor ini dirancang menyerupai sarang lebah dengan nuansa pedesaan, bentuk atap nyaris hingga tanah. Rumah tersebut sebagai tempat mereka makan, tidur, bekerja dan ruang tamu. Rumah tersebut juga sebagai Tempat mencuci, dapur dan penyimpanan hasil panen.[3] Tak hanya itu rumah juga menjadi papan dalam melakukan upacara agama yang murni sesuai dengan ikatan klan mereka.[2]

Sistem Sosial

Masyarakat Suku Timor menganut hubungan keturunan melalui garis kerabat dari ayah atau patrilineal bagi beberapa klan tertentu. Dalam satu desa di wilayah Suku Timor pada umumnya terdiri dari beberapa klan, meskipun dalam satu klan terdiri dari klan-klan dari desa yang lainnya.[4] Tak hanya itu beberapa wilayah Suku Timor juga menganut matrilineal yaitu garis keturunan dari ibu. Adapun masyarakat Suku Timor yang menganut matrilineal seperti di Wehalim Suai dan daerah Belu wilayah selatan.[2]

Jika keluarga menganut garis keturunan sesuai adat patrilineal, maka anak akan memiliki suatu hak dan kewajiban dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai ketentuan dari klan tersebut. Seperti halnya dalam suatu klan dalam Suku Timor pada umumnya memiliki benda pusaka warisan yang mereka yakini suci dan terhubung oleh asal muasal dari suatu klan tersebut. Maka kewajiban suatu klan tersebut melakukan rangkaian upacara suci yang terkait benda pusaka warisan itu.[2]

Dalam menganut patrilineal seorang istri memiliki hak atas pengakuan dari klan suami, walaupun ia masih memiliki beberapa hak dan kewajiban tertentu atas klan asal. Jika seorang istri memiliki hubungan terputus dengan klan asal, maka dalam hal tersebut jika suaminya telah meninggal, maka ia diharuskan melakukan pernikahan secara levirat.[4] Jika seseorang mendapatkan klan yang menganut matrilineal atau garis keturunan menganut klan ibunya seperti secara adopsi sebagian besar klan asal yang menganut garis keturunan dari ayah akan menganggap lebih rendah klan garis keturunan secara matrilineal daripada para saudaranya yang menganut klan garis keturunan dari ayah, Ia disebut feto (wanita) sedangkan saudara lainnya dijuluki mone (laki-laki).[2] Dalam perayaan pesta pernikahan, klan yang memiliki ikatan dengan klan yang menyelenggarakan pesta tersebut akan menjadi seseorang tamu kehormatan. Namun undangan yang tidak memiliki ikatan antara penyelenggara pesta akan menjadi tamu biasa atau sebagai orang luar.[2]

Kebudayaan Fisik

Suku Timor terdiri dari beberapa sub suku yaitu:

  • Orang Rote,
  • Orang Helon,
  • Orang Belu,
  • Orang Helon,
  • Orang Atoni,
  • Orang Kemak,
  • Orang Buna’,
  • Orang Marae dan
  • Orang Kupang

Sub suku tersebut memiliki ciri khas bahasa yang berbeda.

Sistem Organisasi

Wilayah timur pulau Timor merupakan daerah kekuasaan bangsa Eropa lebih tepatnya bangsa Portugis ketikah zaman penjajahan. Namun daerah barat pulau Timor merupakan jajahan bangsa Belanda. [5]

Pada zaman penjajahan itu sistem organisasi Suku Timor dibagi dalam beberapa bagian kesatuan yaitu Kerajaan lokal disebut sebagai vorstendom atau kerajaan. Adapun Kerajaan lokal atau bisa disebut lokal pemerintahan itu terdiri atas wilayah Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.[5]

Lokal pemerintahan ini taip-tiapnya terdiri atas bagian-bagian secara administratif terbagi atas turunan yang lebih sempit lagi yang disebut sebagai kefettoran dipimpin oleh seorang fettor. Wilayah kedudukan tersebut pada umumnya bisa disebut dengan distrik. Dalam wilayah yang lebih kecil lagi terdapat desa atau disebut dengan ketemukungan yang dipimpin oleh temukung atau kepala desa.[2]

Secara administratif saat ini wilayah-wilayah tersebut belum mengalami perubahan, namun secara istilah-istilah telah berkembang menjadi kabupaten untuk istilah Vorstendum, distrik untuk istilah swapraja dan kefettoran disamakan dengan kecamatan. Ketemukungan sekarang menjadi desa induk yang memiliki beberapa anak desa. Saat ini tugas seorang temukung atau kepala desa yaitu mengumpulkan pajak, pembagian tanah untuk berladang, menjaga tata-tertib dan melakukan suatu utusan pemerintahan mulai dari fettor dan Raja.[2]

Stratifikasi Sosial

Secara Stratifikasi Sosiial terdapat: (1) Usif yaitu golongan bangsawan; (2) Tob atau orang biasa; dan (3) Ate sebagai budak, yang sekarang sudah tidak ada[2]

Tradisi

Tradisi yang berkembang oleh Suku Timor yaitu:

  1. gotong royong,
  2. Makan sirih dalam penghormatan terhadap tamu,
  3. Sifon, merupakan tradisi ketika seorang laki-laki perjaka yang dikhitan lalu berhubungan badan dengan seorang wanita, Tidak jarang hal tersebut meninggalkan penyakit seperti HIV pada wanita tersebut, dan wanita yang telah dijadikan obyek sifon seumur hidupnya tidak dapat kawin.[2]

Sistem Pengetahuan

Suku Timor memiliki sistem penamaan hari dan aturan adanya perkawinan terlarang.

Adapun smetode dalam penamaan hari, yaitu sebagai berikut:

  • Lodo Anni : Senin.
  • Lodo Due : Selasa.
  • Lodo Talhu : Rabu.
  • Lodo Appa : Kamis.
  • Lodo Lamni : Jumat.
  • Lodo Anna : Sabtu.
  • Lodo Pidu : Minggu.
  • Hari ini : Lodone.
  • Hari yang akan datang : Lodo de.
  • Besok : Barri rai.
  • Satu bulan : Waru.
  • Satu tahun : Tou.

Adapun ilmu tentang adanya aturan perkawinan terlarang atau disebut sebagai Incest seperti:

  • Perkawinan terlarang antara ayah dengan anak perempuannya.
  • Perkawinan terlarang antara ibu dan anak laki-lakinya.
  • Perkawinan terlarang antara kakak dan adiknya.[2]

Sistem Teknologi

Suku Timor telah menerapkan dalam pembuatan kain tenun dari berabad-abad yang lalu dengan memanfaatkan bahan alam dalam pewarnaanya.

Sistem Ekonomi

Beternak merupakan usaha yang telah dilakukan oleh Suku Timor sejak zaman dahulu, adanya padang sabana yang luas dan tanah datar yang luas masyarakat Suku Timor melepaskan binatang ternaknya di padang rumput tersebut dan ternak tidak dikandangkan. Adapun metode dalam mengenali ternak pada masing-masing orang yaitu memberlakukan tanda pada masing-masing hewan ternak dengan cara melubangi telinga hewan ternak tersebut. Jika pemilik A melubangi telinga hewan ternaknya dengan tanda lingkaran, maka pemilik B melubangi telinga hewan ternaknya dengan bentuk segitiga. Tiap-tiap pemilik hewan ternak memiliki metode juga dalam memanggil hewan ternak mereka, yaitu dengan cara mengalunkan lagu atau nada dengan seruling terbuat dari daun nipah. Pemanggilan hewan ternah tersebut dilakukan jika pemiliki memerlukan seperti untuk dijual, sebagai upacara adat dan lain sebagainya.[2]

Selain itu Suku Timor juga melakukan usaha ternak lebah madu. Hasil madu dari wilayah pulau Timor sangat populer, dengan jenis-jenis warnanya. Warna ini tergantung sesuai dari jenis-jenis bunga yang dapat memproduksi sari untuk lebah yang menghasilkan warna madu tersebut. Menjelang panen madu, Suku Timor melakukan upacara adat penghormatan terhadap Dewi Lebah yaitu dengan cara memberi asap dari bawah yang di mana atasnya terdapat sarang lebah tersebut. Cara itu sebagai metode juga dalam mengambil madu terlindung dari sengatan lebah. Madu juga diambil dalam musim tertentu degan melihat waktu yang cocok dan melihat di mana madu cukup banyak.[2]

Sistem Religi

Religi asli dari Suku Timor yaitu berinti pada keyakinan terhadap Dewa Langit yang disebut sebagai Uis Neno. Dewa ini dipercaya sebagai dewa yang telah menciptakan alam dan pendidikan kehidupan di dunia. Adapun adat istiadat upacara permohonan terhadap Uis Neno yaitu memohon turunnya hujan, memohon munculnya sinar matahari, memohon keturunan, kesehatan dan kesejahteraan.[6] Selain itu juga terdapat kepercayaan terhadap Dewi Bumi yang disebut sebagai Uis Afu.[6] Uis Afu ini sebagai pendamping Dewa Langit atau Uis Neno. Adapun adat upacara terhadap Uis Afu yaitu memohon akan kesuburan tanah. Suku Timor juga mempercayai adanya makhluk halus menempati suatu tempat tertentu seperti menempati hutan, mata air, sungai, dan phon-pohon tertentu. Suku Timor juga melakukan upacara ketika saat-saat tertentu, yang khususnya ketika awal mula menggarap tanah. Saat ini agama Kristen telah resmi dan berkembang pada sebagian besar masyarakat Suku Timor, meskipun demikian warga Suku Timor masih meyakini dewa-dewa terdahulu, makhluk gaib, dan juga ada yang percaya terhadap dukun. Hal ini disebabkan para pendeta maupun guru agama dianggap tidak dapat memberikan pertolongan secara langsung dalam kegiatan keseharian serta dalam menolak malapetaka yang dikarenakan oleh makhluk gaib maupun sihir.

Kesenian

Pakaian Adat

Masyarakat Timor mempunyai beragam bentuk pakaian adat, hal ini tergantung pada daerah masing-masing.

Rumah Adat

Rumah adat masyarakat Timor yang ada di pedesaan berbentuk seperti sarang lebah dengan atapnya hampir menyentuh tanah. Sebuah rumah dihuni oleh satu keluarga dan di situ mereka makan, tidur, bekerja dan menerima tamu. Rumah Adat Suku Timor biasa disebut dengan "Lopo". [3]

Tarian Adat

Tarian adat Suku Timor memiliki keanekaragaman, hal ini dikarenakan adanya berbagai jumlah sub suku pada wilayah tersebut. Adapun jenis tarian tersebut yaitu:

  • Tari Hopong sebagai tarian dimulainya panen
  • Tari Manekat sebagai tarian yang melambangkan sapaan dengan pemberian sirih pinang
  • Tari Peminangan yaitu tarian yang melambangkan ungkapan cinta yang tulus dan lain sebagainya.

Kain Tenun

Kain tenun ini dikembangkan sejak zaman dahulu. Kerjaninan menenun dari Suku Timor dilestarikan secara turun-temurun. Seni ini ditularkan kepada anak cucu demi kelestarian kerjaninan ini. Kain tenun pada zaman dahulu sebagai mas kawin masyarakat tradisional Timor, dikembangkan menjadi kain yang bisa dibuat pakaian biasa, seperti pakaian safari, jas, dan rok yang bisa dipakai oleh siapa saja, juga dikembangkan sebagai pajangan atau hiasan rumah tangga.[7]

Topi Ti’ilangga

Topi Ti’ilangga ini digunakan terutama ketika memainkan Sasando.

Senjata Tradisional

senjata tradisional masyarakat Nusa Tenggara Timur disebut Subdu atau Sudu yang berbentu seperti keris.

Alat musik

Alat musik Suku Timor yang populer yaitu Sasando.

Makanan Khas

Makanan khas Suku Timor yaitu Jagung Bose, Tumis bunga dan daun pepaya.

Rujukan

  1. ^ Kristi, Navita (2012). Fakta Menakjubkan Tentang Indonesia; Wisata Sejarah, Budaya, dan Alam di 33 Provinsi: Bagian 3. Cikal Aksara. ISBN 602-8526-67-3. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m "[PDF] BAHAN AJAR BUDAYA NUSANTARA II PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI KEBENDAHARAAN NEGARA WORO ARYANDINI DKK SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2011 - Free Download PDF". caridokumen.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-04-03. 
  3. ^ a b Kompasiana.com. "Rumah Adat Pulau Timor (Lopo) di TTS Bukan Sekadar Gubuk". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2019-04-03. 
  4. ^ a b Tanya, Bernard L. 2003. "Makna Sosia) Hukum dalam Masyarakat Adat: Kajian Budaya tentang Pilihan-pilihan Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Tanah di Kalangan Warga Masyarakat Adat Nusa Tenggara Timur", Laporan dan dan Rencana Kerja RUT IX Tahun 2003. Semarang: Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.
  5. ^ a b Suparlan, Parsudi. 2002. "Kebudayaan Timor" dalam Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: PT. Jembatan.
  6. ^ a b Koentjaraningrat (2004). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan. ISBN 979-428-510-2. 
  7. ^ Kayam, Umar. 1981. Seni Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.